Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan (BPKP) Provinsi Sumatera Utara diminta mengaudit pengelolaan Dana Desa (DD) di Kabupaten Mandailing N itatal (Madina) dalam beberapa tahun terakhir, khususnya untuk tahun anggaran tahun 2023.

Permintaan audit pertanggungjawaban penggunaan DD itu tentu mempunyai alasan yang kuat karena diduga banyak penggunaannya yang dinilai publik banyak yang tidak masuk akal dan bahkan sempat menjadi soroton.

Bahkan, persoalan pengelolaan dana desa itu menjadi atensi bagi aparat penegak hukum salah salah satunya kejaksaan. Sejumlah camat dan beberapa kepala desapun juga telah dimintai klarifikasinya terkait hal itu.

Selain pelaksanaan Bimbingan Tehnis (Bimtek) bagi perangkat desa yang menjadi sorotan saat ini pengadaan bibit buah. Mirisnya,harga bibit tersebut sangat tidak wajar karena kwalitasnya tidak sesuai dengan harganya yang mencapai ratusan ribu per batangnya. Belum lagi hal lainnya termasuk bantuan langsung tunai dan bangunan fisik juga perlu menjadi atensi.

Mengingat dana desa merupakan bagian dari keuangan negara, tentu penggunaannya tentu harus diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, berdasarkan undang-undang keuangan negara, pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta undang-undang BPK, dana desa merupakan bagian dari keuangan negara, maka penggunaannya sudah seharusnya pengelolaanya juga harus diperiksa oleh BPK.

Terkait apakah pernah BPK melakukan audit terhadap pengelolaan dana desa itu, Plt Kepala Inspektorat Mandailing Natal, Rahmad Daulay yang dikonfirmasi ANTARA, Jumat  (3/11) menyampaikan, jika pengawasan pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh aparat pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Kementerian secara nasional, APIP Daerah Provinsi di wilayah daerah provinsi dan APIP daerah kabupaten/kota dan Camat di wilayah daerah kabupaten/kota dan juga badan Permusyawaratan Desa.
 

"Ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI nomor 73 tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 2, 3 dan 4 dan pasal 20 Badan Permusyawaratan Desa juga melakukan pengawasan pengelolaan keuangan desa," ujarnya. 

Kalau kita runut UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, UU nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, serta UU nomor 15 tahun 2006 tentang BPK, dana desa merupakan bagian keuangan negara, maka penggunaanya harus diaudit oleh BPK. Sebab seluruh penggunaan anggaran dana yang berasal dari APBN dan APBD wajib diaudit BPK.

Dengan adanya pemeriksaan itu tentu akan membawa dampak negatif juga, misalnya dengan adanya pemeriksaan oleh BPK dan kemungkinan terjerat oleh kasus hukum, akan membuat para kepala desa tidak mengajukan anggaran dana desa karena takut akan menjadi tersangka korupsi karena kesalahan pembuatan laporan

Kemungkinan lainnya adalah para kepala desa akan meminta pemerintah supaya audit BPK ditiadakan. Namun, dengan meniadakan audit BPK akan memperbesar peluang terjadinya penyalahgunaan anggaran bahkan korupsi. 

Penggunaan keuangan negara baik di tingkat pusat hingga di tingkat daerah tidak terlepas dari pemeriksaan BPK, termasuk desa. 

Untuk itu, pemerintah daerah juga diminta harus berperan aktif untuk meminimalisir dan mencegah penyelewengan anggaran, mengalokasikan anggaran desa dengan baik, serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. 

Pewarta: Holik

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023