Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Medan Benny Nasution mengatakan, tarif transaksi QRIS sebesar 0,3 persen yang diterapkan Bank Indonesia (BI) berpotensi memberatkan usaha mikro di wilayahnya.

"Kami saja di Pemkot Medan tidak pernah membebankan biaya sepeser pun kepada pelaku UMKM. Malah mereka yang seharusnya dibiayai agar lebih maju," ujar Benny kepada ANTARA di Medan, Kamis.

Menurut dia, sebagai lini bisnis dengan modal sangat terbatas, usaha mikro akan merasakan dampak dari tarif 0,3 persen tersebut.

Lebih baik, Benny melanjutkan, kebijakan tarif tersebut dialihkan ke bantuan pemasaran produk usaha mikro.

"Kalau bisa, kita memaksimalkan penjualan usaha mikro itu. Misalnya ada pengutipan transaksi QRIS, berat bagi pengusaha mikro yang, misalnya, hanya berdagang mi," kata dia.
Meski demikian, Benny Nasution menegaskan bahwa pembayaran dengan QRIS sebenarnya bagus sebagai bagian dari digitalisasi keuangan khususnya bagi pelaku UMKM.

"Namun janganlah ada pemotongan walau jumlahnya tidak banyak. UMKM ini, kan, penopang ekonomi negara. Jadi kalau bisa dibantu, bukan dibebani," kata dia.

BI menetapkan tarif baru "merchant discount rate" (MDR) layanan QRIS bagi usaha mikro sebesar 0,3 persen, dari awalnya 0 persen, mulai 1 Juli 2023.

Tarif dibebankan kepada pedagang oleh penyedia jasa pembayaran (PJP) dan tidak boleh mengenakan biaya tambahan kepada pembayaran yang dilakukan pengguna QRIS.

Hal itu sesuai Ayat 1 Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran yang menyatakan, "Penyedia barang dan/atau jasa dilarang mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada pengguna jasa atas biaya yang dikenakan oleh PJP kepada penyedia barang dan/atau jasa".

Pewarta: Michael Siahaan

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023