Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan Lokakarya Nasional bertema "Implementasi Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Guna Mencapai Indonesia's FOLU Net Sink 2030", di Universitas Sumatera Utara, Medan, Jumat.
Lokakarya tersebut merupakan hasil kerja sama KLHK bersama dengan Forum Pimpinan Lembaga Pendidikan Tinggi Kehutanan (FOReTIKA) yang diikuti kurang lebih 500 mahasiswa.
Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ruandha A. Sugardiman saat membuka lokakarya menyebutkan perubahan iklim yang saat ini tengah terjadi di dunia berdampak mencairnya gunung es di kutub bumi akibat naiknya temperatur suhu bumi. Hal itu dapat memicu kenaikan muka air laut, kemudian mengarah kepada abrasi pantai-pantai di Indonesia.
Ruandha kemudian menjelaskan upaya-upaya yang tengah dilakukan Indonesia dalam mencegah kenaikan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius. Salah satu sektor utama dalam pengendalian perubahan iklim adalah kehutanan.
Menurut Ruandha, komitmen Indonesia yang tertuang dalam Nationally Determined Contributions (NDC) sektor kehutanan memiliki persentase terbesar (17,4 persen) dibandingkan dengan sektor lainnya (Energi 12,5 persen , industri 0,2persen, Pertanian 0,3 persen, Limbah 1,4 persen).
Ia menerangkan bahwa hutan Indonesia dengan pepohonan di dalamnya, dapat menyerap sumber utama emisi yaitu CO2 dan mengubahnya menjadi O2.
"Dengan mesin alami berupa hutan kita yang ciptaan Allah SWT, mampu mengkonversi CO2 menjadi O2 dan menyimpan karbonnya di dalam batang pohon. Hutan kita merupakan kemampuan dan kekuatan Indonesia dalam menyerap emisi dan menjadi paru-paru dunia," katanya.
Baca juga: Salju abadi di Gunung Puncak Jaya mencair dampak pemanasaan global
Setidaknya ada 15 kegiatan aksi mitigasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yaitu pengurangan laju deforestasi lahan mineral, pengurangan laju deforestasi lahan gambut dan mangrove, pengurangan laju degradasi hutan-hutan lahan mineral, pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut dan mangrove.
Kemudian pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi dengan rotasi, rehabilitasi non-rotasi, restorasi gambut dan perbaikan tata air gambut, rehabilitasi mangrove dan aforestasi pada kawasan bekas tambang, konservasi keanekaragaman hayati.
Selanjutnya, perhutanan sosial, introduksi replikasi ekosistem, ruang terbuka hijau dan ekoriparian, pengembangan dan konsolidasi hutan adat serta pengawasan dan penegakan hukum dalam mendukung perlindungan dan pengamanan kawasan hutan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
Lokakarya tersebut merupakan hasil kerja sama KLHK bersama dengan Forum Pimpinan Lembaga Pendidikan Tinggi Kehutanan (FOReTIKA) yang diikuti kurang lebih 500 mahasiswa.
Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ruandha A. Sugardiman saat membuka lokakarya menyebutkan perubahan iklim yang saat ini tengah terjadi di dunia berdampak mencairnya gunung es di kutub bumi akibat naiknya temperatur suhu bumi. Hal itu dapat memicu kenaikan muka air laut, kemudian mengarah kepada abrasi pantai-pantai di Indonesia.
Ruandha kemudian menjelaskan upaya-upaya yang tengah dilakukan Indonesia dalam mencegah kenaikan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius. Salah satu sektor utama dalam pengendalian perubahan iklim adalah kehutanan.
Menurut Ruandha, komitmen Indonesia yang tertuang dalam Nationally Determined Contributions (NDC) sektor kehutanan memiliki persentase terbesar (17,4 persen) dibandingkan dengan sektor lainnya (Energi 12,5 persen , industri 0,2persen, Pertanian 0,3 persen, Limbah 1,4 persen).
Ia menerangkan bahwa hutan Indonesia dengan pepohonan di dalamnya, dapat menyerap sumber utama emisi yaitu CO2 dan mengubahnya menjadi O2.
"Dengan mesin alami berupa hutan kita yang ciptaan Allah SWT, mampu mengkonversi CO2 menjadi O2 dan menyimpan karbonnya di dalam batang pohon. Hutan kita merupakan kemampuan dan kekuatan Indonesia dalam menyerap emisi dan menjadi paru-paru dunia," katanya.
Baca juga: Salju abadi di Gunung Puncak Jaya mencair dampak pemanasaan global
Setidaknya ada 15 kegiatan aksi mitigasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yaitu pengurangan laju deforestasi lahan mineral, pengurangan laju deforestasi lahan gambut dan mangrove, pengurangan laju degradasi hutan-hutan lahan mineral, pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut dan mangrove.
Kemudian pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi dengan rotasi, rehabilitasi non-rotasi, restorasi gambut dan perbaikan tata air gambut, rehabilitasi mangrove dan aforestasi pada kawasan bekas tambang, konservasi keanekaragaman hayati.
Selanjutnya, perhutanan sosial, introduksi replikasi ekosistem, ruang terbuka hijau dan ekoriparian, pengembangan dan konsolidasi hutan adat serta pengawasan dan penegakan hukum dalam mendukung perlindungan dan pengamanan kawasan hutan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023