Dikenal sebagai salah satu master of ceremony (MC) kondang dan jurnalis di salah satu media ternama di Kota Medan, Eko Kurniawan yang dikenal dengan Eko Rore ternyata pernah jadi buruh bangunan.
Eko Rore atau yang juga sering disapa “Pak Eko” (29), mengawali karir di dunia jurnalistik dan MC sejak tahun 2012.
Tapi perjuangan Eko Rore yang mengidolakan sosok pembawa acara Adi Nugroho dan Choky Sitohang ini tak mulus. Meski sejak SD sudah suka tampil di depan umum, seperti memperagakan pembawa acara Academy Fantasi Indosiar (AFI).
Kemudian kerap menjadi MC di acara-acara sekolah saat duduk di SMP dan SMA, tetapi jalan menuju kesuksesan Eko Rore cukup berliku.
Saat ingin melanjutkan ke perguruan tinggi negeri yang memiliki jurusan broadcasting atau public speaking untuk mengejar impian jadi MC dengan biaya lebih murah, keinginan Eko Rore itu tak tercapai.
Didorong keinginan kuat mengejar mimpi, Eko Rore pun memilih kuliah di swasta yakni Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan Medan (STIKP), meski sangat menyadari risiko kesulitan biaya.
Maklum, orang tua hidupnya pas-pasan dan sudah mewanti-wanti kalau mau kuliah biaya tanggung sendiri.
Di saat masuk kuliah itu lah Eko Rore terpaksa bekerja jadi buruh bangunan. Kerja mengikuti om-nya sebagai pemasang keramik rumah. Eko pun mendapat gaji Rp45.000 per hari
Mengangkat batubata, semen, pasir dan lainnya yang cukup melelahkan menjadi santapan Eko Rore hampir setiap hari.
Merasa lelah jadi buruh bangunan, Eko Rore pada 2013 banting stir menjadi sales di salah satu perusahaan otomotif sepeda motor.
Tapi kerja jadi sales itu pun akhirnya ditinggalkan Eko Rore karena sulit mendapatkan penjualan sehingga sering hanya menerima pendapatan yang tak seberapa.
"Tak ada pilihan lain, saya pun memilih kembali menjadi buruh bangunan demi biaya kuliah," katanya.
Di tengah kesulitan ekonomi, cobaan masih terus menimpa. Pada 2014, kedua orang tuanya bercerai.
"Kesulitan ekonomi hingga terlilit utang dan dijauhi kawan karena tak bisa membayar utang hingga broken home, membuat aku sempat berfikir mau bunuh diri," katanya.
Tapi Allah masih menyayanginya hingga batal memilih jalan sesat itu. Pada Lebaran 2014, hati Eko terketuk untuk bangkit. Dan beberapa kawan yang masih peduli ikut menyemangati Eko untuk bangkit menata kehidupan.
Kuliah pun dilanjutkan sembari bekerja sebagai jurnalis di salah satu media di Medan, setelah juga pernah bekerja di perusahaan media lainnya.
Dan seperti janji Allah, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan (selalu ada kemudahan dalam setiap kesulitan), hidup Eko Rore pada 2015 mulai membaik.
Karier di jurnalis dan dunia MC mulai mendatangkan hasil, sementara kuliah pun berjalan lancar.
"Alhamdulillah kehidupan semakin membaik. Bahkan bisa menabung dan memberi materi kepada keluarga," katanya.
Apalagi pada 2017, kuliah tamat. Hidup pun terasa indah ketika keinginan membeli berbagai impiannya seperti mobil terwujud.
Kado terindah terakhir adalah kembali bersatunya kedua orang tuanya.
Tetap menekuni dunia jurnalis, karier di MC yang terus melejit, bisa membeli apa yang diingini, berbagi dan berkumpul dengan keluarga utuh membuat Eko
menyesal punya keinginan untuk bunuh diri dan memohon ampun kepada Allah.
Dia pun berpesan, bahwa sebagai umat manusia harus menyakini bahwa Allah tidak tidur.
Kebaikan dibalas kebaikan dan tidak ada usaha yang mengkhianati hasil.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
Eko Rore atau yang juga sering disapa “Pak Eko” (29), mengawali karir di dunia jurnalistik dan MC sejak tahun 2012.
Tapi perjuangan Eko Rore yang mengidolakan sosok pembawa acara Adi Nugroho dan Choky Sitohang ini tak mulus. Meski sejak SD sudah suka tampil di depan umum, seperti memperagakan pembawa acara Academy Fantasi Indosiar (AFI).
Kemudian kerap menjadi MC di acara-acara sekolah saat duduk di SMP dan SMA, tetapi jalan menuju kesuksesan Eko Rore cukup berliku.
Saat ingin melanjutkan ke perguruan tinggi negeri yang memiliki jurusan broadcasting atau public speaking untuk mengejar impian jadi MC dengan biaya lebih murah, keinginan Eko Rore itu tak tercapai.
Didorong keinginan kuat mengejar mimpi, Eko Rore pun memilih kuliah di swasta yakni Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan Medan (STIKP), meski sangat menyadari risiko kesulitan biaya.
Maklum, orang tua hidupnya pas-pasan dan sudah mewanti-wanti kalau mau kuliah biaya tanggung sendiri.
Di saat masuk kuliah itu lah Eko Rore terpaksa bekerja jadi buruh bangunan. Kerja mengikuti om-nya sebagai pemasang keramik rumah. Eko pun mendapat gaji Rp45.000 per hari
Mengangkat batubata, semen, pasir dan lainnya yang cukup melelahkan menjadi santapan Eko Rore hampir setiap hari.
Merasa lelah jadi buruh bangunan, Eko Rore pada 2013 banting stir menjadi sales di salah satu perusahaan otomotif sepeda motor.
Tapi kerja jadi sales itu pun akhirnya ditinggalkan Eko Rore karena sulit mendapatkan penjualan sehingga sering hanya menerima pendapatan yang tak seberapa.
"Tak ada pilihan lain, saya pun memilih kembali menjadi buruh bangunan demi biaya kuliah," katanya.
Di tengah kesulitan ekonomi, cobaan masih terus menimpa. Pada 2014, kedua orang tuanya bercerai.
"Kesulitan ekonomi hingga terlilit utang dan dijauhi kawan karena tak bisa membayar utang hingga broken home, membuat aku sempat berfikir mau bunuh diri," katanya.
Tapi Allah masih menyayanginya hingga batal memilih jalan sesat itu. Pada Lebaran 2014, hati Eko terketuk untuk bangkit. Dan beberapa kawan yang masih peduli ikut menyemangati Eko untuk bangkit menata kehidupan.
Kuliah pun dilanjutkan sembari bekerja sebagai jurnalis di salah satu media di Medan, setelah juga pernah bekerja di perusahaan media lainnya.
Dan seperti janji Allah, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan (selalu ada kemudahan dalam setiap kesulitan), hidup Eko Rore pada 2015 mulai membaik.
Karier di jurnalis dan dunia MC mulai mendatangkan hasil, sementara kuliah pun berjalan lancar.
"Alhamdulillah kehidupan semakin membaik. Bahkan bisa menabung dan memberi materi kepada keluarga," katanya.
Apalagi pada 2017, kuliah tamat. Hidup pun terasa indah ketika keinginan membeli berbagai impiannya seperti mobil terwujud.
Kado terindah terakhir adalah kembali bersatunya kedua orang tuanya.
Tetap menekuni dunia jurnalis, karier di MC yang terus melejit, bisa membeli apa yang diingini, berbagi dan berkumpul dengan keluarga utuh membuat Eko
menyesal punya keinginan untuk bunuh diri dan memohon ampun kepada Allah.
Dia pun berpesan, bahwa sebagai umat manusia harus menyakini bahwa Allah tidak tidur.
Kebaikan dibalas kebaikan dan tidak ada usaha yang mengkhianati hasil.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023