Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Dinkes Sumut) memastikan stok obat malaria di wilayahnya cukup setidak-tidaknya untuk sampai Juli 2023.
"Masih tersedia sampai beberapa bulan ke depan. Kalau pun misalnya kurang, akan segera disuplai lagi karena Sumut termasuk daerah yang menjadi prioritas eliminasi malaria," ujar Kepala Dinas Kesehatan Sumut dokter Alwi Mujahit Hasibuan kepada ANTARA di kantornya, Medan, Kamis.
Alwi melanjutkan, semua obat sudah didistribusikan ke kabupaten dan kota yang belum bersih dari malaria.
Adapun obat-obat itu, yang diberikan gratis kepada penderita, terdiri dari tiga jenis yakni Dihidroartemisinin-piperakuin (DHP), Primaquin dan obat suntik Artesunate.
Untuk DHP, Dinkes Sumut menyatakan saat ini masih terdapat 28.539 tablet, Primaquin 34.500 tablet dan Artesunate 134 vial. Pemantuan stok obat ini dilakukan rutin setiap bulan melalui aplikasi Sistem Informasi Surveilans Malaria v3.
Menurut Alwi, demi mempercepat penyembuhan pasien malaria, saat ini di Sumut tengah dilakukan penelitian kombinasi regimen obat.
Jika riset itu berhasil, Dinkes berharap sumut dapat bebas dari malaria sebelum target yakni tahun 2030.
"Kalau agak lalai dalam penanganan malaria ini, (eliminasi malaria-red) bisa mundur berapa tahun," kata Alwi.
Baca juga: 10 kabupaten dan kota di Sumut belum bersih dari malaria
Dinas Kesehatan Sumut menyatakan, ada 10 daerah di wilayahnya yang masih menjadi tempat penyebaran malaria adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Langkat, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhan Batu.
Sebanyak tiga dari wilayah itu yang tergolong endemis malaria yakni Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Kini, Alwi melanjutkan, penanganan malaria terberat ada di Kepulauan Nias karena lokasinya berada di pulau-pulau berbeda.
Namun, di tiga wilayah endemis, eliminasi malaria diyakini Alwi sudah memasuki tahap akhir.
"Untuk di Nias, kami berupaya agar malaria tidak memengaruhi wilayah lain di luar mereka. Namun untuk Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara, sekarang dalam proses akhir (eliminasi malarianya-red). Semoga tidak ada masalah berarti," tutur dia.
Dinkes Sumut menargetkan wilayahnya bebas sepenuhnya dari malaria pada tahun 2030, sama dengan program Eliminasi Malaria 2030 yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.
Syarat sebuah daerah dinyatakan telah eliminasi malaria adalah ketika sudah tidak ditemukan lagi penularan lokal selama tiga tahun terakhir berturut-turut.
Baca juga: Dinkes Sumut minta masyarakat waspada DBD, segera ke dokter jika demam
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
"Masih tersedia sampai beberapa bulan ke depan. Kalau pun misalnya kurang, akan segera disuplai lagi karena Sumut termasuk daerah yang menjadi prioritas eliminasi malaria," ujar Kepala Dinas Kesehatan Sumut dokter Alwi Mujahit Hasibuan kepada ANTARA di kantornya, Medan, Kamis.
Alwi melanjutkan, semua obat sudah didistribusikan ke kabupaten dan kota yang belum bersih dari malaria.
Adapun obat-obat itu, yang diberikan gratis kepada penderita, terdiri dari tiga jenis yakni Dihidroartemisinin-piperakuin (DHP), Primaquin dan obat suntik Artesunate.
Untuk DHP, Dinkes Sumut menyatakan saat ini masih terdapat 28.539 tablet, Primaquin 34.500 tablet dan Artesunate 134 vial. Pemantuan stok obat ini dilakukan rutin setiap bulan melalui aplikasi Sistem Informasi Surveilans Malaria v3.
Menurut Alwi, demi mempercepat penyembuhan pasien malaria, saat ini di Sumut tengah dilakukan penelitian kombinasi regimen obat.
Jika riset itu berhasil, Dinkes berharap sumut dapat bebas dari malaria sebelum target yakni tahun 2030.
"Kalau agak lalai dalam penanganan malaria ini, (eliminasi malaria-red) bisa mundur berapa tahun," kata Alwi.
Baca juga: 10 kabupaten dan kota di Sumut belum bersih dari malaria
Dinas Kesehatan Sumut menyatakan, ada 10 daerah di wilayahnya yang masih menjadi tempat penyebaran malaria adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Langkat, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhan Batu.
Sebanyak tiga dari wilayah itu yang tergolong endemis malaria yakni Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Kini, Alwi melanjutkan, penanganan malaria terberat ada di Kepulauan Nias karena lokasinya berada di pulau-pulau berbeda.
Namun, di tiga wilayah endemis, eliminasi malaria diyakini Alwi sudah memasuki tahap akhir.
"Untuk di Nias, kami berupaya agar malaria tidak memengaruhi wilayah lain di luar mereka. Namun untuk Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara, sekarang dalam proses akhir (eliminasi malarianya-red). Semoga tidak ada masalah berarti," tutur dia.
Dinkes Sumut menargetkan wilayahnya bebas sepenuhnya dari malaria pada tahun 2030, sama dengan program Eliminasi Malaria 2030 yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.
Syarat sebuah daerah dinyatakan telah eliminasi malaria adalah ketika sudah tidak ditemukan lagi penularan lokal selama tiga tahun terakhir berturut-turut.
Baca juga: Dinkes Sumut minta masyarakat waspada DBD, segera ke dokter jika demam
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023