Banyak cara dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakatnya, di antaranya dengan rencana relokasi Jalan Aek Latong - Batu Jomba sepanjang 34,7 kilometer.

Sebelum pelaksanaan relokasi tentu berbagai aspek perlu dilakukan pengkajian seperti aspek sosial, budaya, ekonomi dan ekologi. Dikarenakan relokasi jalan itu bakal melintasi dan berdampak terhadap 10 desa di empat kecamatan di dua kabupaten, yakni Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Kabupaten Tapanuli Utara (Taput).

Dari sepuluh desa, dua desa yakni Desa Simangumban Julu dan Desa Dolok Sanggul berada di Kecamatan Simangumban, Taput. Selebihnya melintasi Kecamatan Arse, Kecamatan SD.Hole, dan Kecamatan Siporok, Tapsel yakni Desa Somba Debata Purba - Natambang Roncitan - Nanggar Jati - Aek Hamingjon - ArseNauli - Sampean - Pahala Aek Sagala - Marsada.

Hal itu mengemuka pada pertemuan Konsultasi Masyarakat-2 (PKM-2) Studi LARP yang dibuka dan dipimpin oleh Assisten I Hamdanzen Harahap di Aula Sopo Simaninggir, Sipirok, Kamis (1/12) kemarin.

Sejumlah pihak pejabat dari Taput - Tapsel seperti dari unsur Dinas PUPR, Bappeda, para Camat dan Kepala desa di lokasi proyek serta sejumlah masyarakat terdampak hadir juga di pertemuan itu.

Hamdanzen yang mewakili Bupati Tapsel Dolly P.Pasaribu menyatakan bahwa rencana relokasi ruas jalan Aek Latong - Batu Jomba sudah tentu akan menggusur sebagian lahan dan atau beberapa hunian yang dilewati pada trase atau rute jalan.

"Mungkin ada beberapa bangunan/rumah yang terdampak, jangan sampai nanti kena rumah, gara-gara pembangunan jalan sampai tidak ada rumahnya. Untuk itu perlu di pikirkan dan dicari solusi nya bagaimana nanti kompensasi nya agar baik, tidak merugikan masyarakat," tegasnya.
Walaupun, nantinya mungkin tidak seperti pembebasan lahan untuk jalan tol ataupun sektor komersial lain. Intinya jangan sampai ada istilah "ganti untung se untung-untungnya, melupakan tujuan untuk kemaslahatan umum", sebutnya.

Namun, sebaliknya harus di lihat juga dampak positifnya, lanjutnya. Soalnya kondisi jalan Aek Latong - Batu Jomba sudah menahun dan semakin parah bahkan banyak korban dan merugikan ekonomi masyarakat.

Terkait dengan itu, Ida,  penggiat lingkungan dari Yayasan Konservasi Indonesia (YKI) mengimbau bahwa lembaganya sepakat rencana  jalan itu dibangun sejalan dengan prinsip ekologi dan tidak saling merugikan.

Disamping itu pemulihan mata pencaharian masyarakat perlu dicermati, karena masyarakat terdampak banyak yang sangat dekat dengan kawasan hutan (hutan produksi maupun hutan lindung). 

"Ketika akses jalan terbuka, ilegal logging dan gangguan habitat hutan sangat mungkin terjadi," tukas Ida.

Untuk itu, lanjutnya, perlu koordinasi dengan instansi terkait agar sinergi dengan  bentuk kerjasama seperti pola agroforestry dapat menjadi salah satu solusi pemulihan mata pencaharian. 

"Contohnya seperti usaha ekonomi lebah madu – itu usaha yang baik bagi ekonomi, dan baik bagi lingkungan. Dengan demikian, Jalan terbangun, masyarakat terbangun, dan hutan terjaga," ucapnya lagi.
 

Pewarta: Kodir Pohan

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022