Pemerhati pendidikan Mandailing Natal (Madina), Askolani Nasution menilai peningkatan kwalitas pendidikan di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) melalui sertifikasi masih jauh dari apa yang diharapkan.

Padahal, menurut dia tujuan sertifikasi guru itu sejak dari awal diniatkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Republik Indonesia untuk meningkatkan kwalitas pendidikan dan kesejahteraan guru.

Tentu, kalau para guru sejahtera, ia juga diyakini dapat meningkatkan kompetensinya dalam meningkatkan pendidikan khususnya di sekolah tempatnya mengajar dan di daerah dia berdomisili pada umumnya.

"Peningkatan kwalitas pendidikan karena pengaruh program sertifikasi guru di daerah itu masih jauh dari apa yang diharapkan oleh pemerintah, malah bisa dikatakan jauh panggang dari api dan tidak ada bedanya sebelum dan sesudah adanya program itu," tegas Askolani yang juga mantan guru itu kepada ANTARA, Kamis (5/10)

Ia menyebut, seyogianya para guru yang terdaftar dalam program sertifikasi itu harus mampu mengapdate ilmunya sesuai dengan perkembangan zaman. 

Uang sertifikasi seharusnya dipergunakan dalam hal upaya meningkatkan mutu pendidikan seperti misalnya untuk membeli buku-buku baru untuk buku pendukung kecakapan akademiknya dan alat-alat pendukung media pembelajaran lainnya yang berhubungan dengan peningkatan pembelajaran di sekolah.

"Para guru sertifikasi amat sedkit yang memanfaatkan tunjangannya untuk peningkatan kompetensi itu. Misalnya, untuk studi lanjut, pembelian buku-buku yang signifikan untuk peningkatan kompetensinya, mengikuti kursus tambahan, peningkatan kompetensi pembuatan media pembelajaran, pembelian sarana praktek mengajar lainnya yang belum tersedia di sekolah, dan lain-lain," sebut Askolani yang juga merupakan budayawan itu. 

Menurut dia, ilmu yang diperoleh guru dari perguruan tinggi apalagi dia guru yang sudah tua dinilai tidak memadai. Jadi, guru sertifikasi dituntut untuk banyak membaca, membuka internet sehingga tekhnik belajarnya bermutu. 

Maka dengan adanya kesejehateraan guru melalui program sertifikasi itu para guru diharapkan dapat meningkatkan kompetensinya dengan uang program tersebut.

Kata dia, di daerah, uang sertifikasi kebanyakan dipergunakan untuk beli,mobil, beli tanah dan keperluan lainnya yang bukan berhubungan dengan peningkatan kompetensi. Untuk kepentingan kompetensi sih ada juga. Tapi amat sedikit," jelas dia lagi.

Infokus misalnya. Berapa jumlah guru penerima sertifikasi yang memiliki infocus sendiri untuk media pembelajaran? Tentu karena sarana itu amat terbatas jumlahnya di sekolah.

Atau berapa persen mereka yang menggunakan media pembelajaran dalam setiap tatap muka? Baik media berbasis IT maupun media lainnya? 

Belum lagi sial update kompetensi akademiknya. Amat sedikit guru penerima sertifikasi yang rutin membeli buku-buku baru untuk buku pendukung kecakapan akademiknya. 

Konon lagi untuk ikut kursus semacam bahasa Inggris atau komputer. Nyaris tidak ada beda guru tersertifikasi dengan yang tidak dalam hal kompetensi akademik dan pengusaan metode pembelajaran.

Pewarta: Holik

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022