"Bagaimana Polri itu bisa memberikan perilaku contoh dan teladan bagi masyarakat, baik dalam menjalankan tugas sehari-hari, maupun dalam fungsi-fungsi pelayanan".

Penggalan kalimat di atas meluncur dari bibir Ajun Komisaris Besar Polisi Ronald Fredy Christian Sipayung, Kapolres Tapanuli Utara.

"Pak Kapolri dan Pak Kapolda selalu menekankan untuk mengedepankan hati nurani dalam setiap melaksanakan tugas," imbuh AKBP Ronal, saat ditemui di ruang kerjanya di Mapolres Taput, Senin (20/6).

Berdasarkan catatan sejarah, meski Polri sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit sebagai satuan pengamanan yang dibentuk Patih Gajah Mada dengan sebutan Bhayangkara, namun Polri didirikan pada 1 Juli 1946 melalui Penetapan Pemerintah nomor 11 tahun 1946.

Undang-undang nomor 2 tahun 2002 menetapkan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang memiliki fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Seiring waktu, Polri tetap menjadi lembaga yang sangat strategis di era reformasi dan menjadi primadona bagi semua pihak dan kelompok untuk didekati mengingat kewenangan Polri yang setiap saat bersentuhan dengan beragam persoalan, dari urusan negara sampai dengan urusan rumah tangga. 

Tugas dan kewenangan luas yang dimiliki Polri juga diimbuhi pelaksanaan tugas tambahan di luar penegakan hukum, dimana Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengimplementasikan program Presisi yang mengharuskan kepekaan, dan respon oleh setiap personil atas situasi yang terjadi di tengah masyarakat.

Program Polri yang Presisi diterapkan di seantero negeri, termasuk di wilayah hukum Polda Sumatera Utara di bawah kepemimpinan Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak.

Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak mengawal dan menerapkan program Presisi melalui lima langkah utama, yakni mendukung proyek nasional di Sumut diantaranya Destinasi Super Prioritas Danau Toba yang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus dengan tujuan untuk memakmurkan masyarakat.

Mengatasi pandemi COVID-19 di Sumut melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah, termasuk menyukseskan program vaksinasi.

Menekan gangguan Kamtibmas, baik segala bentuk kejahatan umum, kejahatan jalanan, serta penyakit masyarakat. 

Irjen Pol RZ Panca Putra juga menempatkan media sebagai mitra strategis yang berperan penting untuk menjaga Kamtibmas.

Serta, melanjutkan program mantan Kapolda Sumut, Irjen Pol Martuani Sormin dengan latar belakang tanah kelahiran yang sama di wilayah Sumatera Utara.

Program Polri yang Presisi merupakan akronim kata Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi berkeadilan.

Prediktif menjadi langkah dan upaya setiap personil dalam mengantisipasi adanya suatu masalah, suatu gejala di tengah masyarakat untuk segera dimitigasi, dikurangi resiko agar tidak menimbulkan kejadian atau kondisi yang tidak terkendali.

Responsibilitas dapat diartikan sebagai setiap tindakan anggota Polri yang harus mampu dipertanggung jawabkan sesuai aturan hukum, legalitas, serta legitimasi.

Tranparansi berkeadilan, salah satunya berkaitan dengan perkara yang dilaporkan masyarakat, dimana dinilai penting untuk memberikan keterbukaan kepada semua pihak, baik itu terkait perkembangan perkara yang dilaporkan, serta terkait hal lainnya.

"Sebagai contoh dan menjadi perhatian adalah berkaitan dengan kejahatan narkoba, dan kejahatan-kejahatan jalanan. Dan yang paling penting itu, bagaimana Polri memberikan perilaku yang menjadi contoh teladan kepada masyarakat," ujar AKBP Ronald.

Pelayanan yang paling dapat diamati adalah pelayanan saat masyarakat melapor, saat polisi hadir di tengah masyarakat dalam pengaturan kegiatan, pengaturan pos padat pagi, lalu lintas, juga pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti pelayanan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), dan pelayanan Surat Ijin Mengemudi (SIM).

Menurutnya, perilaku selama ini yang mungkin dilihat dan dinilai masyarakat terhadap Polri seperti pungli, pemerasan, sikap arogan, otoriter, merupakan perilaku lama yang secara perlahan telah berubah.

Bahkan tidak dapat dipungkiri, masa lalu Polri yang penuh dinamika di antara konstelasi politik kepentingan ketika masih berada dalam ABRI yang berkarakter militeristis menjadi refleksi dan pelajaran sangat berharga untuk terus menjaga roh dan senyawa agar tidak kehilangan jati diri, untuk mengamalkan nilai-nilai tribrata dan caturprasetya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pada masa itu, Polri telah menjadi alat kekuatan politik tertentu yang mengkhianati hati nurani masyarakat dan cenderung berkultur arogan, antagonis, dan militeristis, yang pada akhirnya menimbulkan antipati di tengah masyarakat.

Namun kekinian, Polri terus melakukan perbaikan, pembenahan, dan reformasi internal ke arah yang lebih baik, khususnya mewujudkan cita-cita Polri di era reformasi yang berbasis pada paradigma baru polisi sipil dan "community policing".

Kata AKBP Ronald, sudah banyak kasus yang dilakukan dan melibatkan anggota kepolisian telah berakhir dengan menerima ganjaran tindakan tegas dan keras oleh pimpinan demi perbaikan, pembenahan, dan reformasi internal ke arah yang lebih baik.

"Seperti anggota yang terlibat peredaran narkoba, itu jelas tidak ada ampun (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat -PTDH), juga anggota yang terlibat dengan kejahatan seksual, pemerasan, dan lainnya, sudah mendapatkan sanksi tegas dari pimpinan. Dampak efek jeranya, anggota Polri sudah tidak berani berbuat hal-hal tersebut dan selalu ditekankan untuk menghindari perbuatan yang menyakiti hati masyarakat, tidak tulus dalam pelayanan, tidak sungguh-sungguh melaksanakan tugas," terangnya.

Demikian halnya, penerapan kegiatan reformasi struktural, dimana di setiap kecamatan telah berdiri Polsek, atau Pospol, pun telah dilaksanakan sesuai target Kapolri demi menekankan kehadiran polisi di tengah masyarakat.

Moto Polri, Rastra Sewakotama yang berarti abdi utama bagi nusa bangsa, menurut AKBP Ronald, tetap dipegang teguh setiap anggota.

"Kita dengan semangat, dan penuh dedikasi membantu pemerintah dalam melakukan penanganan COVID-19, vaksinasi massal, bakti sosial, membantu pemerintah dalam menyalurkan bantuan sosial, membantu situasi kondisi yang harus ditangani saat bencana alam, longsor, kebakaran. Ini merupakan bagian implementasi dari Polri yang presisi, tidak hanya fokus pada tugas pokok penegakan hukum, tetapi tugas di luar itu, kita juga hadir di tengah masyarakat," jelasnya.

Lanjutnya, satu hal yang harus disyukuri, negeri ini penuh dengan kearifan lokal, salah satunya di wilayah Tapanuli, khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara.

Dimana, prinsip adat batak "Dalihan Natolu", serta banyaknya putra daerah yang bertugas di institusi Polri cukup memberikan sumbangsih positif dalam mewujudkan seorang pribadi polisi abdi yang mampu menghempas rasa ego sentris, ego profesi, serta bentuk nilai keegoan lainnya.

"Kita berpikir bagaimana mengedepankan 'Dalihan Natolu' sebagai modal, bagaimana Polri itu bisa lebih dekat, lebih memahami tugasnya, bisa lebih menghilangkan sikap kepolisiannya yang cenderung merasa bahwa seorang polisi, punya kesewenang-wenangan, punya legalitas untuk berbuat ini dan itu. Tetapi dengan kondisi kearifan lokal yang ada, meskipun dia polisi, namun tetap merupakan bagian dari lingkungan masyarakat batak, yang pasti saling memiliki hubungan kekerabatan," sebutnya.

Hal ini, menurut AKBP Ronald, menjadi salah satu dasar dan pondasi kokoh yang mengedepankan sisi humanis dan hati nurani untuk terus melakukan kebaikan menuju Polri yang Presisi.

"Kita harus paham kedudukan sebagai anggota Polri dari sisi kewenangan hukum, namun harus tetap mengedepankan hati nurani. Apa yang dirasakan masyarakat itu tentu berempati bagaimana cara kita memahami mereka dalam situasi kondisi ini. Sebagai anggota Polri, kita harus bersyukur, setiap bulan dapat gaji, dapat remunerasi. Tapi masyarakat yang di lapangan itu juga adalah masyarakat yang bekerja untuk mencari nafkah untuk membutuhi anaknya sekolah, mencari makan dan sebagainya," urainya.

Pada kesempatan itu, Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan juga berharap agar setiap pribadi Polri tetap melakukan yang terbaik demi nusa bangsa.

"Tuntutan sekarang, Polri itu harus humanis dan presisi. Ini yang kita kemudian apresiasi bahwa Polri secara pelan tapi pasti sudah menjalankan peran tersebut. Sudah kita lihat dengan kinerja Pak Kapolri, Kapolda, serta Kapolres Taput dan jajarannya," ucapnya.

Harapnya, kinerja humanis dan presisi tetap dirawat, dijaga dan di kedepankan dalam pelaksanaan tugas bagi nusa dan bangsa, khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara.

Saat hati nurani dan sisi humanis bergerak dan di kedepankan dalam menjalankan tugas, harapannya tidak akan ada lagi penyimpangan ke depan.

Memang, tantangan ke depan yang dihadapi Polri sangat kompleks, beragam, dan majemuk. 

Dan tentunya, Polisi yang berdedikasi, humanis, berbuat baik, tulus, melayani dengan cinta, dan mampu menerima kritikan diharapkan menjadi langkah andalan dalam menghadapi tantangan ke depan.

Polisi abdi, menghempas rasa menuai cinta akan mewujudkan pribadi-pribadi Polri yang berdedikasi dan dicintai segenap masyarakat Indonesia.

Selamat HUT Bhayangkara ke-76, Polri berjaya.

Tulisan ini diikutkan dalam lomba narasi karya tulis khusus wartawan dalam rangka HUT Bhayangkara ke-76 tahun 2022.

Pewarta: Rinto Aritonang

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022