Aktivis lingkungan asal Mandailing Natal, Bim Harahap mendesak Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal menjelaskan penyebab terjadinya bencana banjir yang melanda Madina baru-baru ini, khususnya yang melanda wilayah Pantai Barat.

"Pemerintah diminta untuk jujur menjelaskan sebab bencana yang melanda Madina baru-baru ini. Jujur aja ga perlu disembunyikan. Ga perlu jauh-jauh kita menyalahkan curah hujan. Dan itu alasan kedua," ujar Bim Harahap yang juga merupakan aktivis lingkungan Leuser Conservation Partnership itu kepada ANTARA, Kamis (23/12).

Bim menilai, penyebab banjir di wilayah Pantai Barat Madina bukan semata-mata akibat tingginya curah hujan, tapi disebabkan oleh kerusakan ekologi atau ekosistem yang rusak akibat aktifitas tambang ilegal dan penebangan hutan yang ada di sepanjang sungai Batang Natal dan sekitarnya.

"Kami bersama teman-teman baru pulang dari sana melakukan investigasi sederhana, dari by data yang ada penyebab banjir itu bukan soal hujan saja, tapi karena bencana ekologi, pasti diakibatkan oleh ekologi/ekosistem yang rusak," katanya.

Kata dia, kalau curah hujan itu dinilai menjadi penyebab dari bencana tersebut, menurutnya itu suatu keniscayaan. Karena hujan pasti ada musim-musimnya dan secara manusia yang berakal manusia itu yang mempersiapkan mitigasinya.

Baca juga: Kerugian banjir Madina ditaksir mencapai Rp107 miliar

"Penyebabnya ada aktivitas tambang ilegal menggunakan alat berat di bantaran sungai, yang kedua penebang kayu, karena ada gelondongan kayu yang hanyut," jelas dia.

Selain itu menurut dia, penyebab lain juga disebabkan minimnya jalur hijau pada areal perkebunan sawit yang ada di daerah tersebut. 

"Daerah disana banyak investasi perkebungan sawit. Pemerintah mau jujur ga melihat jalur hijaunya. Didepan mata sawit jelas ditanam dipinggir sungai," ungkapnya.

Dirinya juga menyadari Madina memiliki potensi tambang yang cukup besar, namun aktifitas tambang tersebut diharapkan pengelolaannya harus terkontrol, bukan secara seporadis dengan menggunakan alat berat dengan jumlah yang banyak. Akibatnya bantaran sungai rusak dan Daerah Aliran Sungai (DAS) sepanjang 15 Kilometer lebih rusak, dan bahkan itu dipertonton secara umum.
Banjir yang melanda salah satu desa di Madina. (ANTARA/HO)

 Dampak aktifitas tersebut juga mengakibatkan, daerah tangkapan air dan strukrur sungai juga menjadi rusak sehingga menyebabkan longsor karena ada erosi. Bahkan kerusakan akibat aktifitas ilegal itu suatu saat akan membuat jalan lintas Provinsi dari Panyabungan menuju Natal diperkirakan bisa putus karena adanya pengorekan oleh aktifitas tambang.

Dirinya menyebut, permasalahan ini sudah sering disampaikan oleh jurnalis, aktifivis lingkungan kepada pemerintah, namun sampai saat ini belum terlihat tindakan tegas dari negara.

"Ini permasalahan yang sering disuarakan, namun tidak pernah ditindak, sikap negara dipertanyakan untuk menertibkan aktifitas ilegal itu termasuk mengontrolnya," jelas Bim.

"Kita (saya) bukan anti tambang. Tetapi tambang yang bagaimana. Kalau bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat oke, tapi aturannya diatur, tidak seporadis seperti itu," tambahnya.

Menurut dia, aktifitas tambang ilegal tersebut juga dapat menimbulkan konflik horizontal ditengah-tengah masyarakat, karena di Madina tidak semua masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari aktifitas itu.

"Banyak kok yang tidak setuju dengan tambang. Dan ini nantinya akan memicu konflik horizontal kelak jika terus dibiarkan. Kita juga bertanya-tanya siapa sih pemainnya sehingga tidak bisa ditertibkan," jelasnya.

Minta KPK turun tangan

Penertiban aktifitas tambang emas ilegal di sungai Batang Natal ini sebelumnya juga menjadi perhatian Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi. Statement penertiban tambang tersebut salah satunya di sampaikan Gubsu saat melantik M Jakfar Sukhairi Nasution dan Atika Azmi Utammi Nasution sebagai Bupati dan Wakil Bupati Mandailing Natal (Madina) pada Kamis (22/7).

Selain itu, Bupati Mandailing Natal, HM Jakfar Sukhairi Nasution juga meminta kepada para penambang yang ada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Natal agar menghentikan aktifitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) karena sudah merusak lingkungan.

Hal itu disampaikan Bupati di Desa Ampung Siala Kecamatan Batang Natal (10/12) di sela-sela kunjungannya ke sejumlah daerah di wilayah Pantai Barat.

Meskipun begitu, upaya penertiban aktifitas tersebut terlihat belum signifikan, untuk itu, Bim meminta agar KPK turun tangan, untuk memeriksa potensi dugaan Korupsi dan gratifikasi aliran dana tambang liar Madina itu. Hal ini dinilai perlu karena mengingat tambang liar ini dipertontonkan secara telanjang selama lebih kurang 3 tahun terakhir. Sehingga sesuatu yang tidak masuk akal jika hal ini tidak diketahui negara.

Selain itu, dirinya juga mendesak Pertamina untuk menindak tegas SPBU yang terbukti menyalurkan BBM subsidi untuk tambang liar di Madina. Dan meminta Pemkab Madina menyiapkan mitigasi dan infrastrukur penanggulangan bencana. Terutama wilayah-wilayah yang sulit dijangkau ketika ada bencana. 

Seperti diberitakan sebelumnya, bencana banjir dan longsor yang melanda Madina diakibatkan oleh tingginya curah hujan yang melanda wilayah tersebut.

Kerugian akibat imbas bencana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Mandailing Natal dalam beberapa hari itu ditaksir mencapai 107 Miliar.

Kerugian dan kerusakan tersebut meliputi sektor pemukiman, sektor infrastruktur dan sektor ekonomi produktif.

Bencana banjir itu, sempat membuat 16 kecamatan atau 74 desa/kelurahan yang ada di kabupaten itu ikut terdampak. 

Bahkan, 11.467 jiwa yang ada di 6 kecamatan sempat mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Pewarta: Holik

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021