Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah berencana bekerja sama dengan sekolah untuk pelaksanaan vaksinasi anak berusia 6 sampai 11 tahun.

“Kemungkinan untuk anak usia 6-11 tahun, ini kan anak-anak sekolah, kami akan kerja sama dengan sekolah masing-masing. Kita tahu terdapat ‘bulan imunisasi anak’ di sekolah setiap tahun, jadi kami nanti akan gunakan mekanisme ini,” kata Nadia dalam talkshow “Vaksin Anak, Sayangi Keluarga” yang dipantau di Jakarta, Senin (8/11).

Berdasarkan diskusi dengan para pakar seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak-anak lebih berani untuk divaksin setelah melihat teman-temannya tidak menangis saat disuntik. Karena itu, penyuntikan vaksin COVID-19 diperkirakan akan lebih efisien jika dilaksanakan di sekolah.

Baca juga: Penerima dua dosis vaksin COVID-19 di Indonesia mencapai 79,2 juta orang

“Untuk anak dengan disabilitas, kami akan bekerja sama dengan SLB (Sekolah Luar Biasa) maupun komunitas. Untuk anak yang tidak berada di bangku sekolah, misalnya anak jalanan, kami akan bekerja sama dengan Dinas Sosial,” imbuhnya.

Ia mengatakan vaksinasi COVID-19 untuk anak berusia 6-11 tahun dengan Sinovac akan menggunakan sistem vaksinasi satu data. Karena itu, pemerintah akan membutuhkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) anak sehingga orang tua diminta mempersiapkan sejak saat ini.

“Para orang tua, mumpung proses vaksinasi belum dimulai, saat ini dicek kembali apakah NIK anak masing-masing sudah diketahui. Biasanya, NIK ada pula di kartu keluarga dan sekolah sebetulnya sudah mendata juga nomor ini,” terangnya.

Kalau orang tua belum memiliki NIK anak, orang tua bisa melapor kepada kecamatan atau kelurahan setempat.

Menurutnya, pemerintah menargetkan akan memvaksin sekitar 26 juta anak berusia 6-11 tahun. untuk itu, pemerintah membutuhkan setidaknya 50 juta dosis vaksin karena anak juga akan divaksin dua kali.

Pemerintah masih menyusun teknis vaksinasi anak usia 6-11 tahun secara lebih rinci. Beberapa hal pun menjadi perhatian pemerintah, seperti efek samping vaksinasi kepada anak yang biasanya tidak terlalu mengenali kesakitan di tubuhnya.

Pemerintah juga masih mendalami cara skrining yang benar-benar tepat agar anak dengan penyakit bawaan seperti jantung dan leukemia tidak lantas divaksin tanpa persetujuan dari dokter yang biasa menanganinya.

“Anak dengan kondisi tersebut yang juga harus dapat perlindungan terlebih dahulu karena mereka berisiko terpapar COVID-19 yang lebih parah dibandingkan anak yang sehat. Jadi kapan mereka bisa divaksin juga harus kita persiapkan,” katanya.

Pewarta: Sanya Dinda Susanti

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021