Keberhasilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Selatan menyelamatkan lahan HGU PTPN 3 (Persero) Kebun Hapesong dari tangan masyarakat penggarap lebih kurang 15 tahun tanpa ganti rugi mendapat apresiasi Komisi Kejaksaan RI. 

"ini patut menjadi role model bagi daerah-daerah (lembaga kejaksaan) lain yang lagi menghadapi masalah sama," kata Ketua Komisi Kejaksaan RI, Dr Barita Simanjuntak, SH, MH, CFrA dari Jakarta.

Barita mengutarakan itu kepada ANTARA melalui sambungan selular dari Sipirok, Kamis (9/9) di hadapan Kepala Kejaksaan Negeri Tapsel Antoni Setiawan, SH,MH dampingi Kasi Datun Kejari Tapsel Amardi P.Barus, SH,MH.

Baca juga: Pemkab Tapsel dorong pekerja jasa konstruksi terdaftar BPJS Ketenagakerjaan

Ada beberapa catatan penting menurut Komisi Kejaksaan, dan menjadi pelajaran dari 28,5 hektare lahan HGU PTPN 3 (Persero) yang secara tulus iklhas di serahkan kembali masyarakat penggarap kepada negara.

Pertama bahwa kehadiran Jaksa tidak hanya di sidang pengadilan dalam penuntutan perkara, tetapi juga termasuk penyelesaian harta kekayaan negara atau milik BUMN yang harus di tertibkan sesuai peraturan perundang-undangan. 

Kedua, ternyata dalam proses dua tahapan penyelamatan aset negara area Afdeling satu Dusun Lobu Uhom, Desa Panobasan Lombang, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan tidak ada gejolak. 

"Biasanya hal seperti ini sering muncul gejolak apalagi belasan tahun 'dikuasai' masyarakat. Berkat langkah humanis Kejari Tapsel(selaku pengacara aset negara) masyarakat sukarela serahkan lahan garapannya kembali," kata Barita. 

"Harus di hargai", ucap Barita. Dimana kemampuan Kejari Tapsel menjelaskan, memberikan informasi bisa mewakili kepentingan negara, perusahaan milik negara, tentu juga cara pendekatan cara baik ke masyarakat. 

Artinya, lanjut Barita, hal rumit menyangkut banyak orang tetapi bisa terselesaikan secara baik arif dan bijaksana hanya dengan pendekatan sosiologi bukan mengedepankan kekuasaan, kewenangan apalagi kekerasan. 

"Penyelesaian melalui pendekatan kultural (ada kearifan lokal, kultur masyarakat, tokoh masyarakat) dengan pendekatan tugas kewenangan normatif bisa sejalan, dan tidak semata pendekatan kekuasaan. Inilah yang menjadi model," sebutnya. 

Justeru itu, hal seperti itulah kita harapkan harusnya di lakukan oleh negara khususnya oleh kejaksaan. Terkait community development perusahaan juga harus perhatian kepada masyarakat yang rela kembalikan lahan garapannya.

"Perusahaan kan sudah ada kewajiban menyisihkan sebagian anggarannya apakah melalui CSR (Corporate Social Responcebility) kepada masyarak di linkaran kerjanya. Artinya, ada simbiosi mutualisme (kehidupan bersama) perusahaan berjalan lancar bisa bagus dan masyarakat bisa sejahtera," kata Barita seraya menyatakan "Kita tidak inginkan ada perusahaan besar tetapi sekitarnya orang hidup dalam kemiskinan."

Lagipula, kata Barita, sekarang sudah pada transparan. Berapa keuntungan perusahaan bisa di lihat bisa di akses."Itu yang bisa kita harapkan supaya suasana kehidupan semakin kondusif," tegasnya. 

"Oleh karenanya, kiranya Kejari Tapsel khususnya bisa memegang peranan. Selain sebagai aparatur negara, lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan penuntutan dan tugas lain yang di berikan, dan bisa menyuarakan apa yang di harapkan masyarakat apalagi bisa mengingatkan perusahaan," katanya. 

Akan tetapi, sambungnya, Kejaksaan juga bisa memberi arahan kepada masyarakat supaya bersama-sama membangun dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat Tapsel. Agar nantinya menjadi contoh. 

"Kalau ini terjadi, kemitraan bumi 'dalihan natolu' tidak hanya kata-kata, tidak hanya omongan, tidak hanya dalam kupasan, perayaan adat, tetapi ada dan riil sebagai kearifan lokal yang di miliki dan di laksanakan oleh elemen masyarakat Tapsel," tutupnya. 

Pewarta: Kodir Pohan

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021