Naposo Nauli Bulung (NNB)/Pemuda Pemudi Tapanuli Selatan (Tapsel) "marpokat" atau mengadakan diskusi bersama stakeholder membicarakan keadilan ekologis.
"Tujuannya mewujudkan Tapsel yang hijau dan lestari hingga regenerasi," kata Riski Abadi Rambe, Ketua NNB/Pemuda Pemudi Tapsel kepada ANTARA, Minggu (11/7).
Mereka berdiskusi di Aula Buah Naga, Palopat Maria, Angkola Barat, Tapsel. Pesertanya dari Dinas Pertanian Tapsel, BPBD Tapsel, NNB Angkola Barat, Pegiat Lingkungan, OKP, BEM UMTS dan Organisasi Mahasiswa.
Baca juga: Dolly Pasaribu sebut SDM perangkat desa vital dalam majukan desa
Nara sumbernya Aktivis HAM Kontras Independen Regional Sumatera Syahminan Rambe, Praktisi Hukum Bandaharo Saifuddin SH, MH, Akademisi Pusat Study Lingkungan Hidup UMTS Zulkarnaen Hasibuan M.H.
Adapun yang menjadi fokus diskusi sesuai tema yaitu "Peran Seluruh Stakeholder dalam Memperjuangkan Keadilan Ekologis di Kabupaten Tapanuli Selatan." dan ini (keadilan ekologis" penting, katanya.
Hal itu mengingat, SDA (Sumber Daya Alam) Tapsel melimpah dilihat dari pertumbuhan investasi. Seperti pertambangan emas, sumber energi listrik, perkebunan dan lainnya. Namun rentetan bencana dan ancaman bencana bisa terjadi kapan saja.
Nara sumber Syahminan Rambe dalam diskusi ini intinya mengatakan bahwa lingkungan bersih dan sehat adalah hak dasar bagi seorang warga negara. Pemerintah berkewajiban memberikan itu, ujarnya.
Hanya saja, kata dia, kelemahan salah satunya tidak adanya peradilan lingkungan sehingga memberikan dampak dalam upaya penegakan hukum ekologis itu sendiri.
Senada dengan nara sumber lainnya dari praktisi hukum Bandaharo Saifuddin, menyebut bahwa keadilan ekologis bagaimana cara memperjuangkan hak-hak kita terhadap lingkungan. "Karenanya masyarakat penting di dorong agar sadar lingkungan dalam hal mengantisipasi terjadinya kerusakan lingkungan termasuk dampak berdirinya suatu korporasi," katanya.
Bandaharo juga mengakui tidak adanya peradilan lingkungan menjadi sebuah kelemahan dalam hal mengawal agar lingkungan tetap dapat terjaga termasuk di Tapsel.
Sementara nara sumber dari Akademisi Pusat Study Lingkungan Hidup UMTS Zulkarnaen Hasibuan, menyatakan "apabila telah hancur kehidupan alam maka hancur pula lah kehidupan manusia."
"Karena pada dasarnya kehidupan manusia bergantung pada kelestarian alam," kata Zulkarnaen seraya menyebut keadilan ekologis adalah perlakuan terhadap lingkungan dan manusia agar kehidupan selalu berkesinambungan dan ada keseimbangan di dalamnya.
Menurut dia keadilan ekologis dalam aspek adat perlu adanya lembaga adat sebagai perpanjangan tangan masyarakat kepada pemerintah. Flora dan fauna harus ter(di)jaga agar tetap lestari, tegasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
"Tujuannya mewujudkan Tapsel yang hijau dan lestari hingga regenerasi," kata Riski Abadi Rambe, Ketua NNB/Pemuda Pemudi Tapsel kepada ANTARA, Minggu (11/7).
Mereka berdiskusi di Aula Buah Naga, Palopat Maria, Angkola Barat, Tapsel. Pesertanya dari Dinas Pertanian Tapsel, BPBD Tapsel, NNB Angkola Barat, Pegiat Lingkungan, OKP, BEM UMTS dan Organisasi Mahasiswa.
Baca juga: Dolly Pasaribu sebut SDM perangkat desa vital dalam majukan desa
Nara sumbernya Aktivis HAM Kontras Independen Regional Sumatera Syahminan Rambe, Praktisi Hukum Bandaharo Saifuddin SH, MH, Akademisi Pusat Study Lingkungan Hidup UMTS Zulkarnaen Hasibuan M.H.
Adapun yang menjadi fokus diskusi sesuai tema yaitu "Peran Seluruh Stakeholder dalam Memperjuangkan Keadilan Ekologis di Kabupaten Tapanuli Selatan." dan ini (keadilan ekologis" penting, katanya.
Hal itu mengingat, SDA (Sumber Daya Alam) Tapsel melimpah dilihat dari pertumbuhan investasi. Seperti pertambangan emas, sumber energi listrik, perkebunan dan lainnya. Namun rentetan bencana dan ancaman bencana bisa terjadi kapan saja.
Nara sumber Syahminan Rambe dalam diskusi ini intinya mengatakan bahwa lingkungan bersih dan sehat adalah hak dasar bagi seorang warga negara. Pemerintah berkewajiban memberikan itu, ujarnya.
Hanya saja, kata dia, kelemahan salah satunya tidak adanya peradilan lingkungan sehingga memberikan dampak dalam upaya penegakan hukum ekologis itu sendiri.
Senada dengan nara sumber lainnya dari praktisi hukum Bandaharo Saifuddin, menyebut bahwa keadilan ekologis bagaimana cara memperjuangkan hak-hak kita terhadap lingkungan. "Karenanya masyarakat penting di dorong agar sadar lingkungan dalam hal mengantisipasi terjadinya kerusakan lingkungan termasuk dampak berdirinya suatu korporasi," katanya.
Bandaharo juga mengakui tidak adanya peradilan lingkungan menjadi sebuah kelemahan dalam hal mengawal agar lingkungan tetap dapat terjaga termasuk di Tapsel.
Sementara nara sumber dari Akademisi Pusat Study Lingkungan Hidup UMTS Zulkarnaen Hasibuan, menyatakan "apabila telah hancur kehidupan alam maka hancur pula lah kehidupan manusia."
"Karena pada dasarnya kehidupan manusia bergantung pada kelestarian alam," kata Zulkarnaen seraya menyebut keadilan ekologis adalah perlakuan terhadap lingkungan dan manusia agar kehidupan selalu berkesinambungan dan ada keseimbangan di dalamnya.
Menurut dia keadilan ekologis dalam aspek adat perlu adanya lembaga adat sebagai perpanjangan tangan masyarakat kepada pemerintah. Flora dan fauna harus ter(di)jaga agar tetap lestari, tegasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021