Pemerintah Indonesia telah memberikan lampu hijau untuk vaksinasi COVID-19 kepada anak berusia 12-17 tahun, pasca-terbitnya izin penggunaan darurat (Emergency Use of Authorization/EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk vaksin Sinovac.
Namun, bagi anak dengan usia di bawah 12 tahun, masih belum dapat mendapatkan vaksinasi tersebut. Apa alasannya?
Mengutip dari surat rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Kamis, hasil pertimbangan mencakup hasil uji klinis fase 1 dan fase 2 dari vaksin CoronaVac buatan Sinovac pada anak umur 3-17 tahun dengan metode randomisasi, buta ganda dan kontrol plasebo di Zanhuang, China.
Baca juga: 13,33 juta jiwa penduduk RI telah mendapat vaksinasi dosis lengkap
Dari sisi keamanan, pada fase 1 dan 2 setelah 28 hari penyuntikan, ditemukan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada 26 -29 persen kelompok subjek, secara statistik tidak berbeda bermakna dengan kelompok plasebo (24 persen).
KIPI terbanyak berupa nyeri ringan dan sedang pada lokasi penyuntikan (13 persen). KIPI serius hanya ada satu kasus, dan tidak ada hubungan dengan vaksin.
Lebih lanjut, KIPI pada kelompok usia 3 -11 tahun meliputi demam,sedangkan pada umur 12 –17 tahun adalah terutama nyeri di lokasi suntikan, namun tidak ada laporan demam.
Selanjutnya adalah dari serokonversi, atau perkembangan antibodi yang dapat dideteksi pada mikroorganisme dalam serum sebagai akibat dari infeksi atau imunisasi. Setelah dosis kedua pada fase 1; 100 persen, dengan GMT 55-117.4. Pada fase 2 serokonversi 96.8 -100 persen, dengan GMT 86.4 –142.2. Tidak ditemukan respons antibodi pada kelompok plasebo.
Pemberian vaksin dosis 3 ug (0,5 ml), penyuntikan 2 kali dengan jarak 1 bulan menunjukkan keamanan dan imunogenisitas yang lebih baik.
Sementara itu, hasil uji klinis fase 1 dan 2 menunjukkan keamanan dan imunogenitas yang meyakinkan. Namun, hasil uji klinis fase 3 belum ada.
IDAI menilai, pengalaman selama ini pemakaian vaksin dengan platform inactivated aman dan efikasinya baik, dengan hasil evaluasi khasiat dan keamanan Komite Nasional Penilai Obat dari BPOM.
Ada pun surat rekomendasi vaksinasi anak dan remaja dari IDAI dilatarbelakangi oleh kasus positif COVID-19 pada anak Indonesia umur 0-18 tahun menurut data covid19.go.id sebesar 12,6 persen, yang berarti 1 dari 8 orang yang tertular COVID-19 adalah anak.
Kasus positif COVID-19 anak umur 1 –5 tahun sebesar 2,9 persen, sedangkan usia sekolah/remaja umur 6 –18 tahun sebesar 9,7 persen. Angka kematian pada anak umur 1-5 tahun sebanyak 0,6 persen, umur 6 –18 tahun sebesar 0,6 persen.
Anak dapat tertular dan/atau menularkan virus corona dari dan ke orang dewasa di sekitarnya (orang tua, orang lain yang tinggal serumah, orang yang datang ke rumah, teman atau guru di sekolah pada pembelajaran tatap muka) walau tanpa gejala.
"Untuk memutus penularan timbal balik antara orang dewasa dan anak selain dengan upaya protokol kesehatan yang ketat, perlu dilakukan percepatan imunisasi pada dewasa dan anak, terutama pada remaja dengan mobilitas tinggi," kata IDAI.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
Namun, bagi anak dengan usia di bawah 12 tahun, masih belum dapat mendapatkan vaksinasi tersebut. Apa alasannya?
Mengutip dari surat rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Kamis, hasil pertimbangan mencakup hasil uji klinis fase 1 dan fase 2 dari vaksin CoronaVac buatan Sinovac pada anak umur 3-17 tahun dengan metode randomisasi, buta ganda dan kontrol plasebo di Zanhuang, China.
Baca juga: 13,33 juta jiwa penduduk RI telah mendapat vaksinasi dosis lengkap
Dari sisi keamanan, pada fase 1 dan 2 setelah 28 hari penyuntikan, ditemukan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada 26 -29 persen kelompok subjek, secara statistik tidak berbeda bermakna dengan kelompok plasebo (24 persen).
KIPI terbanyak berupa nyeri ringan dan sedang pada lokasi penyuntikan (13 persen). KIPI serius hanya ada satu kasus, dan tidak ada hubungan dengan vaksin.
Lebih lanjut, KIPI pada kelompok usia 3 -11 tahun meliputi demam,sedangkan pada umur 12 –17 tahun adalah terutama nyeri di lokasi suntikan, namun tidak ada laporan demam.
Selanjutnya adalah dari serokonversi, atau perkembangan antibodi yang dapat dideteksi pada mikroorganisme dalam serum sebagai akibat dari infeksi atau imunisasi. Setelah dosis kedua pada fase 1; 100 persen, dengan GMT 55-117.4. Pada fase 2 serokonversi 96.8 -100 persen, dengan GMT 86.4 –142.2. Tidak ditemukan respons antibodi pada kelompok plasebo.
Pemberian vaksin dosis 3 ug (0,5 ml), penyuntikan 2 kali dengan jarak 1 bulan menunjukkan keamanan dan imunogenisitas yang lebih baik.
Sementara itu, hasil uji klinis fase 1 dan 2 menunjukkan keamanan dan imunogenitas yang meyakinkan. Namun, hasil uji klinis fase 3 belum ada.
IDAI menilai, pengalaman selama ini pemakaian vaksin dengan platform inactivated aman dan efikasinya baik, dengan hasil evaluasi khasiat dan keamanan Komite Nasional Penilai Obat dari BPOM.
Ada pun surat rekomendasi vaksinasi anak dan remaja dari IDAI dilatarbelakangi oleh kasus positif COVID-19 pada anak Indonesia umur 0-18 tahun menurut data covid19.go.id sebesar 12,6 persen, yang berarti 1 dari 8 orang yang tertular COVID-19 adalah anak.
Kasus positif COVID-19 anak umur 1 –5 tahun sebesar 2,9 persen, sedangkan usia sekolah/remaja umur 6 –18 tahun sebesar 9,7 persen. Angka kematian pada anak umur 1-5 tahun sebanyak 0,6 persen, umur 6 –18 tahun sebesar 0,6 persen.
Anak dapat tertular dan/atau menularkan virus corona dari dan ke orang dewasa di sekitarnya (orang tua, orang lain yang tinggal serumah, orang yang datang ke rumah, teman atau guru di sekolah pada pembelajaran tatap muka) walau tanpa gejala.
"Untuk memutus penularan timbal balik antara orang dewasa dan anak selain dengan upaya protokol kesehatan yang ketat, perlu dilakukan percepatan imunisasi pada dewasa dan anak, terutama pada remaja dengan mobilitas tinggi," kata IDAI.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021