Satu dari 100 kematian di dunia secara langsung dapat dikaitkan dengan bunuh diri, demikian laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (17/6), dengan argumen  bahwa wabah COVID-19 meningkatkan faktor bunuh diri secara global.

Pada 2019, lebih dari 700.000 orang tewas akibat bunuh diri, satu dari 100 kematian. Angka itu lebih tinggi dari kematian yang disebabkan oleh HIV, malaria, perang atau pembunuhan.

Pada tahun yang sama, sebelum pandemi global, tingkat bunuh diri di seluruh dunia menurun di semua wilayah, menurut WHO, kecuali untuk kawasan Amerika yang mengalami peningkatan 17 persen.

Baca juga: Agar mata tetap sehat meski terus terpapar layar gawai

Namun, situasi tersebut sepertinya akan berubah saat penyebaran virus corona menyebabkan gejolak di masyarakat, meningkatkan faktor bunuh diri secara global, demikian penjelasan Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"Perhatian kami pada pencegahan bunuh diri kini bahkan lebih penting, setelah berbulan-bulan hidup dengan pandemi COVID-19, dengan banyak faktor risiko bunuh diri -- kehilangan pekerjaan, tekanan finansial dan isolasi sosial - masih begitu banyak," kata Tedros.

WHO mengumumkan serangkaian pedoman, bernama LIVE LIFE, untuk meningkatkan pencegahan bunuh diri.

Peran media ditekankan oleh WHO yang menyatakan bahwa banyak laporan bunuh diri, terlebih jika mereka menggambarkan cara yang digunakan atau berfokus pada selebritas, dapat meningkatkan risiko yang disebut "bunuh diri jiplakan."

"Kita tidak bisa -- dan tidak boleh -- mengabaikan bunuh diri. Setiap bunuh diri merupakan sebuah tragedi," ucap Tedros.

Siumber: Xinhua

Pewarta: Asri Mayang Sari

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021