Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menangkap 82 unit kapal yang melakukan illegal fishing atau melakukan pencurian ikan baik oleh kapal ikan Indonesia (KII) ataupun kapal ikan asing (KIA).
"Dari PSDKP, sejak awal tahun hingga sekarang sudah menangkap 82 unit kapal, termasuk KII. Dari 82 tersebut KII sebanyak 68 kapal, dan KIA 14 kapal," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Suharta dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Suharta menyebutkan, dari 14 kapal ikan asing yang ditangkap berasal dari Vietnam dan Malaysia yang masing-masing tujuh kapal. Bahkan KKP juga telah menampung lebih dari 500 awak kapal asal Vietnam yang ditangkap saat mencuri ikan di perairan Indonesia.
Baca juga: Menteri Kelautan dukung Tapanuli Tengah-Sibolga gerakkan industri perikanan
Suharta mengemukakan bahwa perairan Natuna Utara yang merupakan wilayah perbatasan dengan Vietnam dan Malaysia memang kerap menjadi tempat praktik illegal fishing oleh kapal asing. Wilayah perairan Natuna Utara memiliki sumber daya perikanan yang melimpah karena merupakan laut dangkal dan juga pertemuan dari arus laut yang menjadi tempat ikan-ikan berkumpul.
Berdasarkan analisa dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menggunakan citra satelit, intensitas aktivitas ilegal fishing di perairan Natuna Utara di tahun 2021 mulai terjadi pada Februari dan bertambah banyak pada April. Peneliti IOJI menyebut kapal ikan Vietnam mengambil sumber daya perikanan di Natuna Utara menggunakan pukat yang dapat menyapu berbagai biota laut termasuk terumbu karang dan ikan-ikan kecil.
Menurut dia wilayah perairan Natuna Utara memang kerap menjadi tempat pencurian ikan oleh kapal asing. Menurutnya, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan praktik pencurian ikan di wilayah Natuna Utara terus terjadi.
"Harus diakui kapal pengawas kita sangat terbatas jumlah dan kapasitasnya untuk mengejar dari Pulau Natuna itu perlu waktu 10-12 jam dengan kecepatan maksimal kapal kita. Ini dimanfaatkan oleh mereka," kata Suharta. Selain itu, nelayan Indonesia juga jarang mencari ikan di wilayah perairan Natuna Utara.
Modus operandinya pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal ikan Vietnam dengan cara berpencar ke berbagai arah seraya menunggu kelengahan petugas pengawas Indoenesia. Bahkan kapal ikan Vietnam dikawal oleh coast guard dari negaranya dalam mencuri ikan di perairan Natuna Utara.
"Jadi deteksi dari coast guard mereka, kapal ikan mereka masuk, begitu kita kejar, masuk lagi ke wilayah mereka, jadi seperti main kucing-kucingan," kata Suharta.
Suharta menyebut kemampuan penangkapan kapal asing oleh petugas trennya menurun. Yang dulunya dalam satu kali operasi bisa menangkap empat hingga lima kapal, sekarang hanya bisa mendapatkan satu hingga dua kapal dengan usaha yang paling maksimal.
"Ini kesulitan kita dari sisi sarana, dari sisi kapal. Untuk mengatasi pencuri, ternyata mereka lebih ulet," kata dia.
Namun Suharta menegaskan para pemangku kepentingan seperti KKP, Badan Keamanan Laut, TNI AL, dan Polair bersinergi untuk bergantian melakukan patroli di perairan Natuna Utara.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
"Dari PSDKP, sejak awal tahun hingga sekarang sudah menangkap 82 unit kapal, termasuk KII. Dari 82 tersebut KII sebanyak 68 kapal, dan KIA 14 kapal," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Suharta dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Suharta menyebutkan, dari 14 kapal ikan asing yang ditangkap berasal dari Vietnam dan Malaysia yang masing-masing tujuh kapal. Bahkan KKP juga telah menampung lebih dari 500 awak kapal asal Vietnam yang ditangkap saat mencuri ikan di perairan Indonesia.
Baca juga: Menteri Kelautan dukung Tapanuli Tengah-Sibolga gerakkan industri perikanan
Suharta mengemukakan bahwa perairan Natuna Utara yang merupakan wilayah perbatasan dengan Vietnam dan Malaysia memang kerap menjadi tempat praktik illegal fishing oleh kapal asing. Wilayah perairan Natuna Utara memiliki sumber daya perikanan yang melimpah karena merupakan laut dangkal dan juga pertemuan dari arus laut yang menjadi tempat ikan-ikan berkumpul.
Berdasarkan analisa dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menggunakan citra satelit, intensitas aktivitas ilegal fishing di perairan Natuna Utara di tahun 2021 mulai terjadi pada Februari dan bertambah banyak pada April. Peneliti IOJI menyebut kapal ikan Vietnam mengambil sumber daya perikanan di Natuna Utara menggunakan pukat yang dapat menyapu berbagai biota laut termasuk terumbu karang dan ikan-ikan kecil.
Menurut dia wilayah perairan Natuna Utara memang kerap menjadi tempat pencurian ikan oleh kapal asing. Menurutnya, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan praktik pencurian ikan di wilayah Natuna Utara terus terjadi.
"Harus diakui kapal pengawas kita sangat terbatas jumlah dan kapasitasnya untuk mengejar dari Pulau Natuna itu perlu waktu 10-12 jam dengan kecepatan maksimal kapal kita. Ini dimanfaatkan oleh mereka," kata Suharta. Selain itu, nelayan Indonesia juga jarang mencari ikan di wilayah perairan Natuna Utara.
Modus operandinya pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal ikan Vietnam dengan cara berpencar ke berbagai arah seraya menunggu kelengahan petugas pengawas Indoenesia. Bahkan kapal ikan Vietnam dikawal oleh coast guard dari negaranya dalam mencuri ikan di perairan Natuna Utara.
"Jadi deteksi dari coast guard mereka, kapal ikan mereka masuk, begitu kita kejar, masuk lagi ke wilayah mereka, jadi seperti main kucing-kucingan," kata Suharta.
Suharta menyebut kemampuan penangkapan kapal asing oleh petugas trennya menurun. Yang dulunya dalam satu kali operasi bisa menangkap empat hingga lima kapal, sekarang hanya bisa mendapatkan satu hingga dua kapal dengan usaha yang paling maksimal.
"Ini kesulitan kita dari sisi sarana, dari sisi kapal. Untuk mengatasi pencuri, ternyata mereka lebih ulet," kata dia.
Namun Suharta menegaskan para pemangku kepentingan seperti KKP, Badan Keamanan Laut, TNI AL, dan Polair bersinergi untuk bergantian melakukan patroli di perairan Natuna Utara.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021