Cuaca yang ekstrem dan perlakuan benih menjadi faktor penyebab penurunan produksi panen petani sawah khususnya di Kecamatan Angkola Muaratais, Kabupaten Tapanuli Selatan. 

"Penurunannya mencapai 11 persen," kata Ali Husni, Petugas POPT-PHP wilayah Batang Angkola - Muaratais, Provinsi Sumatera Utara kepada ANTARA, Selasa (23/3).

Hasil ubinan areal Kelompok Wanita Tani (KWT) Cempaka Sorimanaon, Angkola Muaratais, produksi gabah 6,4 ton per hektare (ha) dengan metode teknologi jajar legowo (Jarwo) 2:1.

Baca juga: Meninggal karena COVID-19 di Tapsel bertambah, total jadi tujuh orang

"Dibanding panen sebelumnya 7,2 ton per ha ada penurunan produksi sekitar 800 kg atau sekitar 11 persen pada panen kali ini sebanyak 6,4 ton per ha, akibat dampak cuaca dengan benih infari 32," sebutnya. 

Menurut Ketua KWT Cempaka, Eliana Harahap mengatakan, walau hasil produksi sawahnya sedikit menurun, namun, Ia, masih bersyukur membandingkan hasil panen petani lain dengan pola tanam biasa di daerah ini yang mencapai penurunan 30-40 persen.

"Selain dengan pola tanam biasa sebagian petani dalam perlakuan benih minim dimana petani kerap dengan sistem budidaya JABAL (Jalur Benih Antar Lapangan) sehingga produksi kurang maksimal," katanya.

Oleh karenanya, Ali Husni menyarankan agar kedepan membuat perlakuan dan penggunaan benih unggul agar produktivitas hasil pertanin sawahnya lebih baik lagi. 

"Memang selain faktor cuaca dan benih unggul tantangan petani menghadapi hama seperti hama penggerek batang yang dapat merusak tanaman padi dan berdampak penurunan produksi," pungkasnya. 

Turut hadir dalam panen di areal persawahan KWT Cempaka tersebut yakni penyuluh, pengamat hama, dan mewakili Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Selatan.

Pewarta: Kodir Pohan

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021