Psikolog yang juga Direktur Minauli Consulting Medan, Sumatera Utara Dra Irna Minauli, MSi mengatakan menghadapi kondisi ketidakjelasan seperti pandemi COVID-19 saat ini maka penegakan disiplin seperti razia masker perlu lebih ditingkatkan lagi mengingat masih rendahnya disiplin masyarakat.
"Meski di sisi lain, masyarakat juga tidak perlu menjadi panik atau cemas yang dapat berdampak buruk nantinya bagi kesehatan mereka," katanya di Medan, Selasa (27/10).
Ia menyebutkan, kesulitan lain dalam menerapkan protokol kesehatan ini adalah budaya kolektivistik pada masyarakat Indonesia sehingga banyak orang yang senang berkumpul bersama sahabat dan sanak keluarganya.
Baca juga: Disbudpar Sumut minta warga terapkan protokol kesehatan di objek wisata
Mereka, kata dia, senang berbicara tatap muka dibandingkan harus melalui internet, misalnya melalui "zoom meeting". Budaya lisan melalui bercerita dan mendengar tampaknya lebih menarik dibandingkan membaca.
"Tidak mengherankan jika tingkat literasi masyarakat tergolong rendah," kata Dosen Fakultas Psikologi Universitas Medan Area (UMA) itu.
Ia menjelaskan mereka yang cenderung ekstrovert (suka dunia luar) umumnya tidak tahan jika harus berlama-lama di rumah, dan tidak berkumpul dengan temannya.
Kelompok yang senang memamerkan keberadaannya di media sosial akan merasa "mati gaya" kalau tidak mengunggah kegiatan sedang wisata atau makan-makan di restoran di mana mreka beranggapan bahwa ini adalah cara mereka mengatasi stres akibat pandemi COVID-19.
"Pada saat orang berkumpul tentunya sulit dijamin bahwa mereka akan tetap menjaga protokol kesehatan ini.Kebersamaan dan euphoria sering melonggarkan kewaspadaan seseorang," demikian Irna Minauli.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Meski di sisi lain, masyarakat juga tidak perlu menjadi panik atau cemas yang dapat berdampak buruk nantinya bagi kesehatan mereka," katanya di Medan, Selasa (27/10).
Ia menyebutkan, kesulitan lain dalam menerapkan protokol kesehatan ini adalah budaya kolektivistik pada masyarakat Indonesia sehingga banyak orang yang senang berkumpul bersama sahabat dan sanak keluarganya.
Baca juga: Disbudpar Sumut minta warga terapkan protokol kesehatan di objek wisata
Mereka, kata dia, senang berbicara tatap muka dibandingkan harus melalui internet, misalnya melalui "zoom meeting". Budaya lisan melalui bercerita dan mendengar tampaknya lebih menarik dibandingkan membaca.
"Tidak mengherankan jika tingkat literasi masyarakat tergolong rendah," kata Dosen Fakultas Psikologi Universitas Medan Area (UMA) itu.
Ia menjelaskan mereka yang cenderung ekstrovert (suka dunia luar) umumnya tidak tahan jika harus berlama-lama di rumah, dan tidak berkumpul dengan temannya.
Kelompok yang senang memamerkan keberadaannya di media sosial akan merasa "mati gaya" kalau tidak mengunggah kegiatan sedang wisata atau makan-makan di restoran di mana mreka beranggapan bahwa ini adalah cara mereka mengatasi stres akibat pandemi COVID-19.
"Pada saat orang berkumpul tentunya sulit dijamin bahwa mereka akan tetap menjaga protokol kesehatan ini.Kebersamaan dan euphoria sering melonggarkan kewaspadaan seseorang," demikian Irna Minauli.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020