Polisi mengungkap kasus pembunuhan gajah sumatera di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau, dan meringkus dua orang tersangka.
“Meskipun proses penyelidikan memakan waktu yang cukup lama, lebih kurang dua bulan, namun semua itu sebanding dengan hasil yang diraih setelah Polres Inhu mengungkap kasus pembunuhan gajah di Kelurahan Simpang Kelayang, Kecamatan Kelayang,” kata Kepala Kepolisian Resor Inhu AKBP Efrizal dalam pernyataan pers yang diterima ANTARA di Pekanbaru, Senin.
Ia menjelaskan dua tersangka, yakni berinisial ANR (52) alias Ucok adalah warga Sikakak Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuansing dan SKR (29), warga Desa Sungai Banyak Ikan Kecamatan Kelayang. Keduanya berhasil diringkus Satreskrim Polres Inhu, pada waktu dan tempat yang berbeda.
Baca juga: Seekor anak gajah ditemukan mati di Aceh Jaya
“Selain dua tersangka, polisi juga mengamankan barang bukti berupa sepasang gading gajah jantan, senjata api rakitan laras panjang, 29 butir amunisi aktif, tengkorak gajah serta sejumlah barang bukti lainnya,” kata Efrizal.
Baca juga: Gajah sumatra ditemukan jadi bangkai
Kapolres mengungkapkan kedua tersangka adalah “pemain lama” dalam kasus pembunuhan satwa dilindungi. Tersangka ANR merupakan resedivis dalam kasus pembunuhan gajah sumatera di Kabupaten Pelalawan dan Bengkalis pada tahun 2015, sedangkan ARK juga melakukan kasus serupa di Pelalawan dan Bengkalis.
Dari pengembangan kasus, lanjutnya, ada seorang terduga pelaku yang kini masih buron atau. DPO, yakni inisial ARK.
"Kami akan terus memburu pelaku, mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa diamankan," ujarnya.
Kasat Reskrim Polres Inhu AKP Febriyandi mengatakan kedua tersangka merupakan pelaku pembunuhan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang diketahui pada 15 April 2020 di Kecamatan Kelayang, Inhu.
Atas kejadian itu, lanjutnya, Polres Inhu membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaku tindak pidana di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Proses penyelidikan awal melibatkan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau karena kasus ini menyangkut dengan pemburuan liar dan pembunuhan satwa yang dilindungi. Ia mengatakan tersangka ANR alias Ucok ditangkap di Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
“Petugas langsung melacak dan memburu ANR, hingga akhirnya Rabu tanggal 1 Juli 2020 sekitar pukul 16.00 WIB, ANR berhasil diringkus di Simpang Pematang Ganjang Kecamatan Sungai Rampah Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumut,” katanya.
Kepada petugas, ANR mengakui telah membunuh seekor gajah jantan di Kelayang untuk diambil gading serta bagian tubuh lainnya. ANR mengakut tidak sendiri saat mengeksekusi gajah, dan mengungkap ada temannya yang lain, yakni SKR. Tersangka kedua ditangkap di Kabupaten Inhu pada 2 Juli lalu.
“Tanpa membuang-buang waktu, dari Sumut petugas segera kembali ke Inhu dan meringkus SKR yang sedang bersembunyi disebuh pondok kebun miliknya di Desa Paku Satu Kecamatan Kelayang, Kamis tanggal 2 Juli 2020 sekitar pukul 21.00 WIB,” ujarnya.
Ia mengatakan ada beberapa pasal yang disangkakan terhadap para pelaku. Untuk tersangka SKR yaitu pasal 40 ayat (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf a dan b undang – undang RI nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHPidana jo Pasal 1 ayat (1) UU Darurat RI nomor 12 tahun 1951.
Bunyi pasal 40 ayat (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf a dan b yaitu “Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup". Dengan ancaman hukuman penjara lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Sedangkan pasal 1 Ayat (1) UU Darurat RI Nomor 12 tahun 1951 berbunyi “Barang siapa tanpa hak menyimpan senjata api”, dikarenakan barang bukti berupa senjata api didapat dari tersangka SKR.Dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
Sementara, untuk tersangka ANR alias Ucok juga dikenakan pasal 40 ayat (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf a dan b undang – undang RI nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020