Facebook mengatakan akan melakukan audit untuk mengontrol ujaran kebencian dalam upaya untuk meredakan boikot iklan yang belakangan muncul menyasar platform tersebut.
Langkah tersebut dilakukan Facebook ketika pengiklan besar, termasuk Unilever, Starbucks, telah menandatangani kampanye "Stop Hate for Profit" yang dimulai oleh kelompok pembela hak asasi manusia di AS, yang mendesak perusahaan yang beriklan di Facebook untuk menghentikan iklan mereka sementara pada Juli.
Perusahaan riset media, Media Rating Council (MRC), dikutip dari Reuters, Rabu, akan melakukan audit untuk mengevaluasi bagaimana melindungi pengiklan agar tidak muncul di sebelah konten berbahaya dan keakuratan pelaporan Facebook di area tertentu.
Baca juga: Facebook uji coba mode gelap untuk aplikasi seluler
Baca juga: Facebook akan cekal iklan rasis
Menurut Facebook, lingkup dan waktu audit masih didiskusikan.
Facebook, Selasa (30/6), dilaporkan menggelar rapat virtual dengan pengiklan. Menurut kepala agensi iklan The Media Kitchen, Barry Lowenthal, para eksekutif Facebook mengatakan akan memasukkan titik data baru tentang prevalensi ujaran kebencian dalam laporan penegakan standar komunitas, yang merinci bagaimana perusahaan menurunkan konten yang melanggar kebijakan.
Lowenthal mengatakan, meskipun dia yakin Facebook telah mengambil banyak langkah untuk meminimalisir ujaran kebencian, masalahnya menjadi sangat besar sehingga diperlukan langkah-langkah yang lebih drastis untuk memperbaikinya.
"Mungkin mereka harus sepenuhnya menghentikan sementara," kata Lowenthal, yang agensinya bekerja dengan sejumlah klien, seperti Vanguard dan Loews Hotels.
Ford dan Coca-Cola adalah beberapa perusahaan yang mengatakan mereka akan menghentikan sementara iklan di semua platform media sosial milik Facebook selama setidaknya 30 hari.
Facebook mengumumkan pekan lalu bahwa pihaknya akan menyematkan label "berita yang layak diberitakan" pada unggahan yang melanggar kebijakannya, tetapi langkah itu gagal memuaskan para penyelenggara boikot, yang berencana menarik lebih banyak pengiklan global untuk bergabung dalam kampanye tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Langkah tersebut dilakukan Facebook ketika pengiklan besar, termasuk Unilever, Starbucks, telah menandatangani kampanye "Stop Hate for Profit" yang dimulai oleh kelompok pembela hak asasi manusia di AS, yang mendesak perusahaan yang beriklan di Facebook untuk menghentikan iklan mereka sementara pada Juli.
Perusahaan riset media, Media Rating Council (MRC), dikutip dari Reuters, Rabu, akan melakukan audit untuk mengevaluasi bagaimana melindungi pengiklan agar tidak muncul di sebelah konten berbahaya dan keakuratan pelaporan Facebook di area tertentu.
Baca juga: Facebook uji coba mode gelap untuk aplikasi seluler
Baca juga: Facebook akan cekal iklan rasis
Menurut Facebook, lingkup dan waktu audit masih didiskusikan.
Facebook, Selasa (30/6), dilaporkan menggelar rapat virtual dengan pengiklan. Menurut kepala agensi iklan The Media Kitchen, Barry Lowenthal, para eksekutif Facebook mengatakan akan memasukkan titik data baru tentang prevalensi ujaran kebencian dalam laporan penegakan standar komunitas, yang merinci bagaimana perusahaan menurunkan konten yang melanggar kebijakan.
Lowenthal mengatakan, meskipun dia yakin Facebook telah mengambil banyak langkah untuk meminimalisir ujaran kebencian, masalahnya menjadi sangat besar sehingga diperlukan langkah-langkah yang lebih drastis untuk memperbaikinya.
"Mungkin mereka harus sepenuhnya menghentikan sementara," kata Lowenthal, yang agensinya bekerja dengan sejumlah klien, seperti Vanguard dan Loews Hotels.
Ford dan Coca-Cola adalah beberapa perusahaan yang mengatakan mereka akan menghentikan sementara iklan di semua platform media sosial milik Facebook selama setidaknya 30 hari.
Facebook mengumumkan pekan lalu bahwa pihaknya akan menyematkan label "berita yang layak diberitakan" pada unggahan yang melanggar kebijakannya, tetapi langkah itu gagal memuaskan para penyelenggara boikot, yang berencana menarik lebih banyak pengiklan global untuk bergabung dalam kampanye tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020