Penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19 menjadi fokus Asian Agri agar keberlangsungan operasional di perkebunan dan pabrik sawit tetap terjaga.
Bernard Riedo, Director Sustainability & Stakeholder Relations Asian Agri, Kamis (1/6), menegaskan hal ini saat membahas tentang pengelolaan sawit berkelanjutan di tengah pandemic COVID-19 bersama para jurnalis dalam silaturahim virtual. Hadir pada kesempatan tersebut, ekonom Dr Fadhil Hasan yang mengulas dampak pandemi terhadap komoditas sawit Indonesia.
“Sebelum terjadi penyebaran Covid-19, produksi miyak sawit diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat. Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan hal ini yaitu, pertama, dampak dari El-Nino 2019 yang menyebabkan menurunnya kualitas buah. Buah tidak cepat matang dan beratnya juga menurun. Kedua, terkait dengan harga yang rendah pada hampir sepanjang tahun 2019 yang menyebabkan kesulitan keuangan terutama para petani,” katanya.
Fadhil menjelaskan bahwa kesulitan keuangan yang dialami petani dan sejumlah perusahaan sawit juga menyebabkan mereka mengurangi pemupukan. Secara umum, diperkirakan pemakaian pupuk berkurang sebesar 30-40%, dan dalam kondisi kekeringan juga menyebabkan pemupukan tidak efektif, yang akhirnya mengakibatkan produktivitas menurun.
Dinamika dalam industri kelapa sawit juga terjadi akibat sejumlah negara mengeluarkan kebijakan yang menyebabkan beberapa aspek ekonomi, sosial dan kehidupan mengalami perlambatan.
Secara nasional, Fadhil menguraikan bahwa ekspor CPO Januari-April 2020 mengalami penurunan 12% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, nilai ekspor meningkat 9%. Sementara konsumsi CPO dalam negeri periode Januari-April 2020 menunjukkan peningkatan 6% dibanding periode yang sama tahun 2019.
Optimisme pelaku usaha di bidang kelapa sawit menjadi kunci bagi upaya meningkatkan kinerja industri yang juga menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia ini.
Seiring dengan penerapan kenormalan baru (new normal), Asian Agri yang beroperasi di Provinsi Sumatera Utara, Riau dan Jambi ini tetap melanjutkan komitmen keberlanjutannya. “Kami beroperasi, baik perkebunan dan pabrik CPO, dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai kebijakan Pemerintah dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam memasuki kenormalan baru,” kata Bernard.
Keberlanjutan mencakup aspek lingkungan, masyarakat dan perusahaan tanpa mengorbankan para pemangku kepentingan.
Bernard mengatakan, “Pencapaian program keberlanjutan Asian Agri tahun 2019, diantaranya: 100% sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil); 100% petani plasma mitra Asian Agri mempertahankan sertifikasi RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). Di tahun 2019, 2 KUD/Asosiasi Petani Swadaya di Jambi memperoleh sertifikat RSPO, sehingga saat ini terdapat 4 KUD/Asosiasi Petani Swadaya mitra kami yang tersertifikasi RSPO seluas lebih dari 2.000 hektar; dan Asian Agri mencapai 100% traceability atau ketertelusuran. Kami bekerja sama dengan lembaga independen untuk memutakhirkan sistem ketertelusuran tersebut.”
Bernard menambahkan bahwa di akhir tahun 2019, Asian Agri juga melampaui target pencapaian program Komitmen Kemitraan “One to One” atau Kemitraan Satu Banding Satu yang mewujudkan pengelolaan kebun kelapa sawit petani mitra yang luasnya sama dengan kebun inti milik perusahaan.
“Jumlah luas lahan inti perusahaan 100.000 hektar dan hingga akhir 2019 tercatat luas lahan petani mitra Asian Agri baik plasma dan swadaya mencapai lebih dari 101.000 hektar,” ujarnya.
Penerapan kenormalan baru juga mendesak masyarakat dan perusahaan untuk beradaptasi dengan pola kegiatan yang mengacu pada protokol kesehatan sekaligus mengadopsi ketersediaan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari.
“Asian Agri melaksanakan remote audit atau pemeriksaan jarak jauh untuk internal dan eksternal, rapat koordinasi menggunakan aplikasi zoom meeting, menggunakan teknologi IT untuk memantau dan melakukan verifikasi data dan laporan, serta yang tak kalah penting saat ini adalah bersama perusahaan seperti Apical, kami menjajaki pasar baru/potensial untuk produk bersertifikat yang baru, misalnya di kawasan Asia. Saat ini kami memiliki sertifikasi RSPO, ISCC, GMP+ dan ISPO. Ini menjadi nilai tambah ketika menjajaki peluang kerja sama dengan pasar potensial, “ ujar Bernard.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Bernard Riedo, Director Sustainability & Stakeholder Relations Asian Agri, Kamis (1/6), menegaskan hal ini saat membahas tentang pengelolaan sawit berkelanjutan di tengah pandemic COVID-19 bersama para jurnalis dalam silaturahim virtual. Hadir pada kesempatan tersebut, ekonom Dr Fadhil Hasan yang mengulas dampak pandemi terhadap komoditas sawit Indonesia.
“Sebelum terjadi penyebaran Covid-19, produksi miyak sawit diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat. Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan hal ini yaitu, pertama, dampak dari El-Nino 2019 yang menyebabkan menurunnya kualitas buah. Buah tidak cepat matang dan beratnya juga menurun. Kedua, terkait dengan harga yang rendah pada hampir sepanjang tahun 2019 yang menyebabkan kesulitan keuangan terutama para petani,” katanya.
Fadhil menjelaskan bahwa kesulitan keuangan yang dialami petani dan sejumlah perusahaan sawit juga menyebabkan mereka mengurangi pemupukan. Secara umum, diperkirakan pemakaian pupuk berkurang sebesar 30-40%, dan dalam kondisi kekeringan juga menyebabkan pemupukan tidak efektif, yang akhirnya mengakibatkan produktivitas menurun.
Dinamika dalam industri kelapa sawit juga terjadi akibat sejumlah negara mengeluarkan kebijakan yang menyebabkan beberapa aspek ekonomi, sosial dan kehidupan mengalami perlambatan.
Secara nasional, Fadhil menguraikan bahwa ekspor CPO Januari-April 2020 mengalami penurunan 12% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, nilai ekspor meningkat 9%. Sementara konsumsi CPO dalam negeri periode Januari-April 2020 menunjukkan peningkatan 6% dibanding periode yang sama tahun 2019.
Optimisme pelaku usaha di bidang kelapa sawit menjadi kunci bagi upaya meningkatkan kinerja industri yang juga menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia ini.
Seiring dengan penerapan kenormalan baru (new normal), Asian Agri yang beroperasi di Provinsi Sumatera Utara, Riau dan Jambi ini tetap melanjutkan komitmen keberlanjutannya. “Kami beroperasi, baik perkebunan dan pabrik CPO, dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai kebijakan Pemerintah dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam memasuki kenormalan baru,” kata Bernard.
Keberlanjutan mencakup aspek lingkungan, masyarakat dan perusahaan tanpa mengorbankan para pemangku kepentingan.
Bernard mengatakan, “Pencapaian program keberlanjutan Asian Agri tahun 2019, diantaranya: 100% sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil); 100% petani plasma mitra Asian Agri mempertahankan sertifikasi RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). Di tahun 2019, 2 KUD/Asosiasi Petani Swadaya di Jambi memperoleh sertifikat RSPO, sehingga saat ini terdapat 4 KUD/Asosiasi Petani Swadaya mitra kami yang tersertifikasi RSPO seluas lebih dari 2.000 hektar; dan Asian Agri mencapai 100% traceability atau ketertelusuran. Kami bekerja sama dengan lembaga independen untuk memutakhirkan sistem ketertelusuran tersebut.”
Bernard menambahkan bahwa di akhir tahun 2019, Asian Agri juga melampaui target pencapaian program Komitmen Kemitraan “One to One” atau Kemitraan Satu Banding Satu yang mewujudkan pengelolaan kebun kelapa sawit petani mitra yang luasnya sama dengan kebun inti milik perusahaan.
“Jumlah luas lahan inti perusahaan 100.000 hektar dan hingga akhir 2019 tercatat luas lahan petani mitra Asian Agri baik plasma dan swadaya mencapai lebih dari 101.000 hektar,” ujarnya.
Penerapan kenormalan baru juga mendesak masyarakat dan perusahaan untuk beradaptasi dengan pola kegiatan yang mengacu pada protokol kesehatan sekaligus mengadopsi ketersediaan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari.
“Asian Agri melaksanakan remote audit atau pemeriksaan jarak jauh untuk internal dan eksternal, rapat koordinasi menggunakan aplikasi zoom meeting, menggunakan teknologi IT untuk memantau dan melakukan verifikasi data dan laporan, serta yang tak kalah penting saat ini adalah bersama perusahaan seperti Apical, kami menjajaki pasar baru/potensial untuk produk bersertifikat yang baru, misalnya di kawasan Asia. Saat ini kami memiliki sertifikasi RSPO, ISCC, GMP+ dan ISPO. Ini menjadi nilai tambah ketika menjajaki peluang kerja sama dengan pasar potensial, “ ujar Bernard.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020