Pada 5 Mei 2007, MGM Grand Arena di Las Vegas menjadi panggung saksi keberhasilan Floyd Mayweather Jr. merebut sabuk juara kelas super welter versi WBC dari tangan Oscar De La Hoya.

Pertarungan itu dijuluki sebagai "The World Awaits" alias laga yang ditunggu-tunggu sejagat dan saat itu menjadi pertandingan tinju dengan nilai pendapatan terbesar pada masanya, melebihi 130 juta dolar AS.

Angka itu antara lain dihasilkan dari penjualan tiket yang melebihi 19 juta dolar, yang melampaui penerimaan tiket pertarungan kelas berat antara Evander Holyfield vs Mike Tyson satu dasawarsa sebelumnya.

Baca juga: Ini syarat kalau mau berolahraga setelah berbuka puasa

Baca juga: Barcelona konfirmasi De Jong bisa kembali dari Belanda jelang berlatih

Pendapatan juga datang dari hak siar yang dibeli oleh HBO, yang menjadikan pertarungan Mayweather Jr vs De La Hoya sebagai program berbayar dengan tarif 55 dolar per tayangan.

Rekor pendapatan pertarungan tersebut baru bisa dipatahkan delapan tahun kemudian, ketika Mayweather Jr menghadapi Manny Pacquaiao.

Guna mendorong ketenaran pertarungan Mayweather vs De La Hoya, HBO sampai memproduksi seri dokumenter berjudul "De La Hoya-Mayweather 24/7" yang tayang empat episode sepanjang April-Mei.

Bumbu drama juga dihadirkan dengan rencana De La Hoya menggunakan jasa Floyd Mayweather Sr., ayah Mayweather Jr. yang punya rekam jejak hubungan buruk dengan si anak, sebagai pelatihnya.

Namun, tuntutan bayaran yang terlalu mahal membuat De La Hoya batal mempekerjakan Mayweather Sr. Mayweather Sr. akhirnya hanya dibelikan tiket tepi lapangan berharga dua ribu dolar AS oleh De La Hoya dengan harapan bisa menyaksikan langsung kekalahan putranya.

Halaman selanjutnya: Nyatanya, di atas ring...
Petinju Floyd Mayweather Jr (kiri) sukses menghindari pukulan yang dilayangkan Oscar De La Hoya dalam pertarungan perebutan sabuk juara kelas super welter WBC di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, Sabtu 5 Mei 2007. (ANTARA/AFP/GETTY IMAGES/Al Bello)

Nyatanya, di atas ring, Mayweather yang kala itu masih berstatus bintang baru di dunia tinju sukses tampil mengandalkan akurasi pukulan dibarengi pertahanan cermat untuk memaksa De La Hoya lebih banyak memukul angin.

Catatan pertandingan menunjukkan dari total 481 pukulan yang dilayangkan Mayweather, 207 di antaranya atau 43 persen mendarat ke tubuh ataupun wajah De La Hoya.

Sebaliknya, De La Hoya hanya mendaratkan 21 persen atau 122 kali dari 587 pukulan yang dilayangkan.

Pertandingan itu seolah jadi panggung penahbisan Mayweather sebagai salah satu petinju spesialis bertahan tetapi akurat kala menyerang. Bahkan komentator HBO kala itu, Larry Merchant, menyebut Mayweather sebagai "petinju bertahan jenius" pada ronde keenam.

Selepas bertarung 12 ronde penuh, Mayweather dinobatkan sebagai pemenang setelah mendapat skor unggul dari dua dewan juri yakni Jerry Roth (115-113) dan Chuck Giampa (116-112), meski Tom Kaczmarek memberi skor keunggulan bagi De La Hoya 115-114.

"Ini pekerjaan mudah bagi saya," kata Mayweather selepas pertandingan dilansir ESPN.

"Ia tangguh dan kuat, tapi tak mungkin mengalahkan petinju terbaik," ujarnya menambahkan.

Mayweather dan De La Hoya dijadwalkan menjalani tarung ulang pada 20 September 2008. Bahkan, Mayweather merencanakan pertandingan itu sebagai pertarungan pemungkasnya sebelum pensiun.

Namun, pertarungan ulang itu tidak pernah terjadi, sebab pada 6 Juni 2008 Mayweather mengumumkan pensiun dari ring tinju dalam usia 31 tahun. Sedangkan De La Hoya pensiun pada 14 April 2009.

Ironisnya, tak sampai sebulan setelah De La Hoya mengumumkan pensiun, Mayweather menyatakan kembali turun gelanggang dan menjalani karier beberapa tahun serta dua kali lagi mengumumkan pensiun.

Pewarta: Gilang Galiartha

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020