Akademisi Dr Alpi Sahari, SH, M.Hum mengatakan berita acara pemeriksaan (BAP) secara daring (online) perlu fatwa dari Mahkamah Agung, karena pada dasarnya penyidikan harus didasarkan pada tata cara yg diatur dalam KUHAP.

"Untuk itu saran saya dimintakan dulu fatwa MA, karena untuk menilai kekuatan pembuktian alat bukti berupa keterangan saksi adalah Hakim di dalam persidangan." kata dewan pakar hukum Polda Sumut, Selasa (31/3).

Meskipun demikian, Alpi menambahkan di dalam UU ITE mengenal dokumen elektronik sebagai alat bukti termasuk perkembangan pasca putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dgn alat bukti dokumen elektronik.

Baca juga: Menkumham terbitkan larangan sementara WNA masuk Indonesia

Baca juga: Antisipasi penyebaran COVID-19, sejumlah mal di Medan tutup sementara

"Menurut saya, intinya BAP tanpa tanda tangan terperiksa dapat dibenarkan." tambah dosen pasca sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Karena Itu, menurut dia tafsir argumentum a contrario, kita harus menggunakan tafsir gramatikal karena asas legalitas dlm hukum pidana, Pasal 118 ayat 2 menyatakan saksi tidak mau. 

Kondisinya bukan saksi tidak mau melainkan karena kondisi darurat, berarti ada kekosongan hukum karena KUHAP tidak menentukan perkembangan hukum yang terjadi. 

Artinya Pasal 118  ayat 2 ditafsirkan diperbolehkannya tidak ada tanda tangan saksi namun  harus dibuat alasannya. Hal ini sejalan dengan prinsip hukum dalam KUHAP dalam lingkup peradilan umum.

Seperti diketahui pemerintah Indonesia menghimbau untuk mencegah penyebaran COVID-19 agar tidak berkumpul di keramaian dan selalu menjaga jarak (social distancing).

"Oleh karena itu BAP secara daring perlu dilaksanakan untuk mencegah penyebaran virus corona" tutupnya.

Pewarta: Akung

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020