Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menegaskan revisi beberapa pasal terkait pers di RUU Omnibus Law Cipta Kerja lebih pada penguatan, bukan untuk melemahkan.
"Saya yang juga dari Fraksi Golkar mengawal tentang pers di RUU Omnibus Law Cipta Kerja," ujarnya di Medan, Senin (2/3).
Meutya Hafid yang anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sumut bersama Kepala Biro Hukum, Persidangan dan Hubungan Masyarakat Kementerian Koordinator Perekonomian RI, I Ketut Hadi Priatna menjadi pembicara dalam diskusi publik soal Omnibus Law Cipta Kerja di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut.
Baca juga: Dewan Pers mengaku tak dilibatkan dalam pembahasan Omnibus Law
Kemerdekaan pers sebagaimana tertuang dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers harus tetap terjaga sehingga DPR RI terus mengawal RUU Omnibus Law itu.
Meutya memberi contoh soal revisi Pasal 18 ayat 1 UU Pers yang menaikkan besaran sanksi pelanggaran dari Rp500 juta menjadi Rp2 miliar.
Perubahan atau penguatan sanksi, katanya, jangan dilihat dari besaran denda/sanksi, tetapi dari semangat agar wartawan/media tidak melakukan pelanggaran.
Baca juga: Presiden Jokowi minta dukungan MK terkait "omnibus law"
"Jangan khawatir, apalagi biasanya kasus pelanggaran diutamakan mediasi melalui Dewan Pers," ujarnya.
Kepala Biro Hukum, Persidangan dan Hubungan Masyarakat Kementerian Koordinator Perekonomian RI, I Ketut Hadi Priatna, menjelaskan, Pengajuan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ke DPR RI yang merevisi beberapa pasal dari 79 UU lebih kepada upaya memacu perekonomian Indonesia.
Tujuannya agar ekonomi Indonesia tidak tertinggal dari negara lain.
"Untuk mendukung investasi, pengurusan perizinan usaha seluruhnya melalui internet atau robot komputer.Tidak lagi pertemuan tatap muka yang bisa menimbulkan korupsi," katanya.
Ketua PWI Sumut H Hermansjah mengatakan, PWI berharap DPR RI terus mengawal pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu agar tidak merugikan masyarakat khususnya pers dengan kemerdekaan persnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020