Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga anggota DPR RI 2014-2019 Romahurmuziy alias Rommy membacakan nota pembelaan (pleidoi) yang salah satu isinya adalah penjelasan bahwa ia sama sekali tidak menerima suap.
"Atas uang dari Haris Hasanudin sebesar Rp5 juta, saya tidak pernah mengetahuinya atau menerimanya karena ini didasarkan atas pengakuan Haris seorang. Kalau pun uang itu ada, sepantasnyalah hal ini diangkat sebagai delik oleh penegak hukum setingkat polsek, bukan setingkat KPK," kata Rommy, saat membacakan nota pleidoi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Rommy adalah terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.
Baca juga: Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy dituntut 4 tahun penjara
Rommy dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan, ditambah pembayaran kewajiban sebesar Rp46,4 juta subsider 1 tahun penjara dan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.
"Selanjutnya kedua Rp250 juta yang diterimakan pada 6 Februari 2019 di kediaman saya, di Condet, Jakarta Timur. Saya sudah kembalikan 22 hari sesudahnya, pada 28 Februari 2019," ujar Rommy.
Menurut Rommy, ia memilih tidak mengembalikan kepada KPK.
"Kalau itu dianggap salah, pasti ada banyak pejabat yang seharusnya diproses secara hukum, karena mengembalikan sebuah pemberian kepada pemberinya tidak secara langsung bukanlah hal yang melanggar hukum," ujar Rommy.
Rommy menilai bahwa KPK juga pernah membiarkan hal ini terjadi.
"Untuk sekadar contoh saya sebutkan kasus Sekjen Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar pada 2010," kata Rommy.
Sedangkan uang sebesar Rp41,4 juta dari Muafaq Wirahadi yang diterimakan kepada Abdul Wahab di Gresik, menurut Rommy juga konyol.
"Ini yang paling konyol dari kasus ini. Saya diminta bertanggung jawab secara hukum atas tindakan yang dilakukan orang lain yang mengkapitalisasi nama saya tanpa saya ketahui, hanya karena WA (whatsapp) yang dikirimkan berupa penerimaan uang tidak langsung saya jawab dengan menolaknya," ujar Rommy.
Selanjutnya mengenai uang Rp50 juta yang diterimakan kepada ajudan Rommy bernama Amin Nuryadi di Hotel Bumi Surabaya, Jawa Timur, juga dibantah Rommy.
"Sesuai bukti CCTV, saya tidak pernah menerimanya, namun dianggap menerimanya karena kesaksian Muafaq seorang yang atas kesaksian itu dia diganjar KPK dengan status 'justice collaborator'," kata Rommy lagi.
Dalam pleidoi tersebut, Rommy meminta majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan jaksa KPK.
Terkait perkara ini, Haris dan Muafaq sendiri telah dijatuhi vonis. Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Rommy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta. Sedangkan Muafaq divonis 1,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap sejumlah Rp91,4 juta kepada Rommy dan caleg DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Atas uang dari Haris Hasanudin sebesar Rp5 juta, saya tidak pernah mengetahuinya atau menerimanya karena ini didasarkan atas pengakuan Haris seorang. Kalau pun uang itu ada, sepantasnyalah hal ini diangkat sebagai delik oleh penegak hukum setingkat polsek, bukan setingkat KPK," kata Rommy, saat membacakan nota pleidoi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Rommy adalah terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.
Baca juga: Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy dituntut 4 tahun penjara
Rommy dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan, ditambah pembayaran kewajiban sebesar Rp46,4 juta subsider 1 tahun penjara dan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.
"Selanjutnya kedua Rp250 juta yang diterimakan pada 6 Februari 2019 di kediaman saya, di Condet, Jakarta Timur. Saya sudah kembalikan 22 hari sesudahnya, pada 28 Februari 2019," ujar Rommy.
Menurut Rommy, ia memilih tidak mengembalikan kepada KPK.
"Kalau itu dianggap salah, pasti ada banyak pejabat yang seharusnya diproses secara hukum, karena mengembalikan sebuah pemberian kepada pemberinya tidak secara langsung bukanlah hal yang melanggar hukum," ujar Rommy.
Rommy menilai bahwa KPK juga pernah membiarkan hal ini terjadi.
"Untuk sekadar contoh saya sebutkan kasus Sekjen Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar pada 2010," kata Rommy.
Sedangkan uang sebesar Rp41,4 juta dari Muafaq Wirahadi yang diterimakan kepada Abdul Wahab di Gresik, menurut Rommy juga konyol.
"Ini yang paling konyol dari kasus ini. Saya diminta bertanggung jawab secara hukum atas tindakan yang dilakukan orang lain yang mengkapitalisasi nama saya tanpa saya ketahui, hanya karena WA (whatsapp) yang dikirimkan berupa penerimaan uang tidak langsung saya jawab dengan menolaknya," ujar Rommy.
Selanjutnya mengenai uang Rp50 juta yang diterimakan kepada ajudan Rommy bernama Amin Nuryadi di Hotel Bumi Surabaya, Jawa Timur, juga dibantah Rommy.
"Sesuai bukti CCTV, saya tidak pernah menerimanya, namun dianggap menerimanya karena kesaksian Muafaq seorang yang atas kesaksian itu dia diganjar KPK dengan status 'justice collaborator'," kata Rommy lagi.
Dalam pleidoi tersebut, Rommy meminta majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan jaksa KPK.
Terkait perkara ini, Haris dan Muafaq sendiri telah dijatuhi vonis. Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Rommy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta. Sedangkan Muafaq divonis 1,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap sejumlah Rp91,4 juta kepada Rommy dan caleg DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020