Pakar hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU) menyatakan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II bisa dipidana karena telah menerima pembayaran uang ganti rugi atas kepemilikan lahan eks HGU seluas 50 hektar dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.
Kepala Laboratorium Hukum Fakultas Hukum USU, Edi Yunara mengatakan pembayaran uang ganti rugi sebesar Rp 31,2 miliar untuk kepemilikan lahan eks HGU seluas 50 hektar yang diserahkan Pemprov Sumut kepada PTPN II tidak sah karena tidak ada aturan hukumnya.
Karenanya, sebut Edi, pembayaran ganti rugi kepemilikan lahan eks HGU berpotensi dipidana.
“PTPN II sebagai korporasi bisa terkena sanksi hukum, orang-orangnya juga bisa dipidana karena telah menerima uang ganti rugi atas kepemilikan lahan eks HGU dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara,” kata Edi Yunara kepada wartawan, Minggu (5/1).
Edi mengatakan pembayaran tersebut tidak resmi atau dengan kata lain PTPN II telah melakukan pungutan liar ke Pemprov Sumut karena tidak ada dasar hukum yang mengatur tentang ganti rugi lahan eks HGU yang telah hapusbuku tersebut.
Edi menyebut aturan BPN yang memuat ganti rugi pengambil alihan lahan eks HGU PTPN II yang telah hapusbuku sesuatu yang dibuat-buat sehingga tidak layak dijadikan dasar hukum.
“Sesuatu hal yang tidak ada, lalu diada-adakan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak legal, itu namanya perampokan. Bisa dipidana,” tandas Edi Yunara.
Edi mempertanyakan aturan BPN yang mewajibkan untuk membayar lahan eks HGU PTPN II yang telah hapusbuku.
Edi menjelaskan secara hukum administrasi negara dan hukum perusahaan, lahan eks HGU yang telah dihapusbukukan secara hukum bukan lagi sebagai aset negara dan tidak ada kewajiban hukum bagi pemegang hak yang baru untuk membayar sejumlah uang.
“Jika itu tetap diberlakukan berarti BPN telah melakukan pungli, tepatnya pungli yang dilegalkan karena bertentangan dengan hukum administrasi negara, hukum perusahaan,” ujar Edi Yunara.
Edi menyatakan seharusnya aparat penegak hukum sudah bisa bertindak mengusut kasus pungli pembayaran uang ganti rugi lahan eks HGU PTPN II ini karena itu bukan delik aduan.
“Kasus pungli pembayaran ganti rugi lahan eks HGU PTPN II ini delik umum, dimana aparat hukum bisa langsung melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu adanya laporan kasus,” kata Edi.
Pekan lalu, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara membayar uang ganti rugi sebesar Rp 31,2 miliar untuk kepemilikan lahan eks HGU seluas 50 hektar dari PT PTPN II. Lahan tersebut rencananya akan digunakan Pemprop Sumut untuk pembangunan Islamic Centre.
Pemprov Sumut melalui Plt Kepala BPKAD Sumut Ismael Sinaga secara simbolis menyerahkan uang ganti kerugian tersebut kepada Direktur Operasional PTPN II Marisi Butar-butar di kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, Senin (30/12).
Turut menyaksikan serah terima uang ganti rugi tersebut antara lain Direktur Utama PTPN II, M.Iswan Achir, Kepala BPN Sumut Bambang Priono, Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut M. Fitriyus, Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, Pembangunan, Aset dan SDA Agus Tripriyono.
Plt Kepala BPKAD Ismael Sinaga mengatakan setelah ini, lahan eks HGU yang diambilalih dengan cara ganti rugi ini akan segera dicatatkan sebagai aset pada Kartu Inventaris Barang (KIB) golongan A.
Ismael menyatakan proses pengadaan lahan eks HGU ini dilakukan untuk kepentingan umum yakni pembangunan Islamic Centre Sumut.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumut, Bambang Priono memuji langkah pengambilan aset yang dilakukan Pemprop Sumut ini.
Bambang menyatakan pembayaran dan penghapusan aset yang dilakukan Pemprop Sumut ini langkah tepat agar aset tersebut bisa dihapus aktiva dari aset PTPN II.
Sementara itu, Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembanngunan (JPKP) Sumut, Rudi Chairuriza Tanjung, Minggu (5/1), menyayangkan tindakan Pemprop Sumut yang telah mengambil alih lahan kepemilikan eks HGU PTPN II dengan menggunakan uang negara.
“Uang negara membeli lahan berstatus tanah negara dan dibayarkan ke perusahaan yang sudah tidak punya suratnya (HGU telah berakhir). Itu dasar hukumnya apa,” tanya Rudi dengan nada heran.
Rudi menyatakan dalam waktu dekat pihaknya akan melaporkan kasus pengambilalihan lahan eks HGU PTPN II menggunakan uang negara ini ke Presiden Joko Widodo.
“Dalam waktu dekat kami akan ke Istana Negara Jakarta melaporkan kasus pembayaran ganti rugi tanah negara dengan uang negara,” kata Rudi.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Kepala Laboratorium Hukum Fakultas Hukum USU, Edi Yunara mengatakan pembayaran uang ganti rugi sebesar Rp 31,2 miliar untuk kepemilikan lahan eks HGU seluas 50 hektar yang diserahkan Pemprov Sumut kepada PTPN II tidak sah karena tidak ada aturan hukumnya.
Karenanya, sebut Edi, pembayaran ganti rugi kepemilikan lahan eks HGU berpotensi dipidana.
“PTPN II sebagai korporasi bisa terkena sanksi hukum, orang-orangnya juga bisa dipidana karena telah menerima uang ganti rugi atas kepemilikan lahan eks HGU dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara,” kata Edi Yunara kepada wartawan, Minggu (5/1).
Edi mengatakan pembayaran tersebut tidak resmi atau dengan kata lain PTPN II telah melakukan pungutan liar ke Pemprov Sumut karena tidak ada dasar hukum yang mengatur tentang ganti rugi lahan eks HGU yang telah hapusbuku tersebut.
Edi menyebut aturan BPN yang memuat ganti rugi pengambil alihan lahan eks HGU PTPN II yang telah hapusbuku sesuatu yang dibuat-buat sehingga tidak layak dijadikan dasar hukum.
“Sesuatu hal yang tidak ada, lalu diada-adakan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak legal, itu namanya perampokan. Bisa dipidana,” tandas Edi Yunara.
Edi mempertanyakan aturan BPN yang mewajibkan untuk membayar lahan eks HGU PTPN II yang telah hapusbuku.
Edi menjelaskan secara hukum administrasi negara dan hukum perusahaan, lahan eks HGU yang telah dihapusbukukan secara hukum bukan lagi sebagai aset negara dan tidak ada kewajiban hukum bagi pemegang hak yang baru untuk membayar sejumlah uang.
“Jika itu tetap diberlakukan berarti BPN telah melakukan pungli, tepatnya pungli yang dilegalkan karena bertentangan dengan hukum administrasi negara, hukum perusahaan,” ujar Edi Yunara.
Edi menyatakan seharusnya aparat penegak hukum sudah bisa bertindak mengusut kasus pungli pembayaran uang ganti rugi lahan eks HGU PTPN II ini karena itu bukan delik aduan.
“Kasus pungli pembayaran ganti rugi lahan eks HGU PTPN II ini delik umum, dimana aparat hukum bisa langsung melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu adanya laporan kasus,” kata Edi.
Pekan lalu, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara membayar uang ganti rugi sebesar Rp 31,2 miliar untuk kepemilikan lahan eks HGU seluas 50 hektar dari PT PTPN II. Lahan tersebut rencananya akan digunakan Pemprop Sumut untuk pembangunan Islamic Centre.
Pemprov Sumut melalui Plt Kepala BPKAD Sumut Ismael Sinaga secara simbolis menyerahkan uang ganti kerugian tersebut kepada Direktur Operasional PTPN II Marisi Butar-butar di kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, Senin (30/12).
Turut menyaksikan serah terima uang ganti rugi tersebut antara lain Direktur Utama PTPN II, M.Iswan Achir, Kepala BPN Sumut Bambang Priono, Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut M. Fitriyus, Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, Pembangunan, Aset dan SDA Agus Tripriyono.
Plt Kepala BPKAD Ismael Sinaga mengatakan setelah ini, lahan eks HGU yang diambilalih dengan cara ganti rugi ini akan segera dicatatkan sebagai aset pada Kartu Inventaris Barang (KIB) golongan A.
Ismael menyatakan proses pengadaan lahan eks HGU ini dilakukan untuk kepentingan umum yakni pembangunan Islamic Centre Sumut.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumut, Bambang Priono memuji langkah pengambilan aset yang dilakukan Pemprop Sumut ini.
Bambang menyatakan pembayaran dan penghapusan aset yang dilakukan Pemprop Sumut ini langkah tepat agar aset tersebut bisa dihapus aktiva dari aset PTPN II.
Sementara itu, Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembanngunan (JPKP) Sumut, Rudi Chairuriza Tanjung, Minggu (5/1), menyayangkan tindakan Pemprop Sumut yang telah mengambil alih lahan kepemilikan eks HGU PTPN II dengan menggunakan uang negara.
“Uang negara membeli lahan berstatus tanah negara dan dibayarkan ke perusahaan yang sudah tidak punya suratnya (HGU telah berakhir). Itu dasar hukumnya apa,” tanya Rudi dengan nada heran.
Rudi menyatakan dalam waktu dekat pihaknya akan melaporkan kasus pengambilalihan lahan eks HGU PTPN II menggunakan uang negara ini ke Presiden Joko Widodo.
“Dalam waktu dekat kami akan ke Istana Negara Jakarta melaporkan kasus pembayaran ganti rugi tanah negara dengan uang negara,” kata Rudi.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020