Majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjadi tinggal 2 tahun penjara dari tadinya 5 tahun penjara.
"MA menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 23 April 2019 lalu menjatuhkan vonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kepada Idrus Marham karena terbukti menerima suap bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar non-aktif Eni Maulani Saragih.
Selanjutnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 9 Juli 2019.
Menurut majelis hakim Pengadilan Tinggi, Idrus Marham dan mantan anggota DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih terbukti menerima Rp4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam perkara suap terkait pengurusan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
"Menurut majelis hakim kasasi, kepada terdakwa lebih tepat diterapkan dakwaan melanggar pasal 11 UU Tipikor yaitu menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai Plt Ketua Umum Golkar, karena pada mulanya saksi Eni Maulani Saragih melaporkan perkembangan proyek PLTU MT Riau-1 tidak lagi kepada saksi Setya Novanto lantaran terjerat kasus hukum e-KTP, tetapi melaporkannya kepada terdakwa Idrus Marham sebab pada saat itu Terdakwa menjabat sebagai Plt Ketua Umum Golkar, dengan tujuan agar Eni Maulani Saragih tetap mendapat perhatian dari Johanes Budisutrisno Kotjo," tambah Andi.
Menurut Andi, dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa Eni Maulani Saragih menyampaikan kepada Idrus kalau dirinya akan mendapatkan fee dalam mengawal proyek PLTU MT Riau-1.
"Putusan kasasi ini dijatuhkan oleh majelis hakim kasasi pada hari Senin, 2 Desember 2019, yang terdiri: Suhadi sebagai Ketua Majelis, Abdul Latif dan Krishna Harahap, masing-masing sebagai Hakim Anggota (Ad Hoc)," ungkap Andi.
Terkait perkara ini, Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan mantan direktur utama PT PLN Sofyan Basir dinyatakan bebas oleh majelis hakim pengadilan Tipikor.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
"MA menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 23 April 2019 lalu menjatuhkan vonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kepada Idrus Marham karena terbukti menerima suap bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar non-aktif Eni Maulani Saragih.
Selanjutnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 9 Juli 2019.
Menurut majelis hakim Pengadilan Tinggi, Idrus Marham dan mantan anggota DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih terbukti menerima Rp4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam perkara suap terkait pengurusan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
"Menurut majelis hakim kasasi, kepada terdakwa lebih tepat diterapkan dakwaan melanggar pasal 11 UU Tipikor yaitu menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai Plt Ketua Umum Golkar, karena pada mulanya saksi Eni Maulani Saragih melaporkan perkembangan proyek PLTU MT Riau-1 tidak lagi kepada saksi Setya Novanto lantaran terjerat kasus hukum e-KTP, tetapi melaporkannya kepada terdakwa Idrus Marham sebab pada saat itu Terdakwa menjabat sebagai Plt Ketua Umum Golkar, dengan tujuan agar Eni Maulani Saragih tetap mendapat perhatian dari Johanes Budisutrisno Kotjo," tambah Andi.
Menurut Andi, dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa Eni Maulani Saragih menyampaikan kepada Idrus kalau dirinya akan mendapatkan fee dalam mengawal proyek PLTU MT Riau-1.
"Putusan kasasi ini dijatuhkan oleh majelis hakim kasasi pada hari Senin, 2 Desember 2019, yang terdiri: Suhadi sebagai Ketua Majelis, Abdul Latif dan Krishna Harahap, masing-masing sebagai Hakim Anggota (Ad Hoc)," ungkap Andi.
Terkait perkara ini, Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan mantan direktur utama PT PLN Sofyan Basir dinyatakan bebas oleh majelis hakim pengadilan Tipikor.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019