Pengacara Parlaungan Silalahi berhasil membebaskan kliennya Jusman Nainggolan dari Lapas Kelas II A Sibolga, Selasa (22/10) sore. 

Bebasnya Jusman Nainggolan yang sempat ditahan selama 6 bulan di Lapas Sibolga, karena Peninjauan Kembali (PK) yang dimohonkan terpidana melalui Penasihat Hukumnya telah disetujui Mahkamah Agung yang menyatakan membebaskan terpidana Jusman Nainggolan dan memulihkan haknya seperti sediakala.

"Kita bersyukur dan berterima kasih kepada Mahkama Agung yang sangat respon dengan PK yang kami ajukan. Dan mereka dapat menilai dengan objektif, karena memang klien saya tidak bersalah. Dan hasilnya, hari ini klienya saya Jusman Nainggolan sudah bebas dari Lapas Sibolga sesuai dengan perintah putusan dari Mahkama Agung,” ujar Parlaungan dengan nada gembira.

Kendatipun klienya sudah bebas, namun pengacara muda itu mengakui, masih lambatnya proses administrasi sehingga kliennya baru bisa bebas sekitar pukul 15.00WIB.

"Ini menjadi pembelajaran kepada lembaga-lembaga yang terkait agar jangan terulang kembali. Karena klien saya tidak bersalah tetapi masih ditahan. Saya selaku Penasihat Hukumnya merasa prihatin dengan kondisi ini," katanya.

Masih menurut Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Sumatera itu, bahwa kebebasan itu mahal nilainya.

Bebasnya kliennya setelah melalui proses hukum yang melelahkan. Itu sebagai gambaran masih carut marutnya hukum di Indonesia ini. Ketidak adilan banyak disuarakan pencari keadilan dan ini menjadi tugas berat pada masa pemerintahan bapak Jokowi periode ke dua ini. 

"Artinya, bukan hanya infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini, tetapi penegakan hukum menjadi tugas utama karena negeri ini berdiri di atas hukum,” pungkasnya.

Sementara itu Jusman Nainggolan ketika dimintai wartawan tanggapannya saat keluar dari dalam Lapas menggungkapkan, bahwa kebenaran itu masih ada. 

“Puji Tuhan kebenaran itu masih ditunjukkan oleh Tuhan dan saya tidak dipermalukan-Nya. Walaupun persoalan ini betul-betul membuat saya dilematis menghadapinya,” ungkap Jusman.
 
Mungkin bisa dibayangkan kata Jusman, bagaimana beban istri dan anak serta keluarga besarnya menghadapi penzoliman hukum itu.

Karena sepatutnya ia tidak layak untuk ditahan karena tidak melakukan kesalahan, dan penzoliman itu harus ia tempuh dengan melakukan PK bersama dengan penasihat hukumnya.

Ia secara pribadi sangat respon dengan hukum. Hukum itu harus ada, kalau tidak ada hukum maka tidak ada aturan dan akan kacau. Tetapi jangan pula hukum itu tanpa mekanisme dan suka-suka sehingga terjadinya penzoliman.

"Saya mau hukum itu diterapkan sesuai dengan mekanismenya. Untuk itulah saya mengajak agar kita lakukan suatu terobosan di tingkat lokal seperti di Sibolga-Tapteng ini untuk membantu masyarakat yang menghadapi hukum, karena tidak tertutup kemungkinan banyak masyarakat yang mengalami penzoliman hukum seperti yang saya hadapi ini,” ajak Jusman.

Lebih lanjut disebutkan Jusman, ia bersama Penasihat Hukumnya akan mendiskusikan langkah-langkah yang ditempuh untuk merehabilitasi nama baiknya yang sudah sempat tercemari. Karena hukum memberikan hak kepadanya untuk melakukan hal-hal terkait kerugian moril dan materil yang dialami Jusman.

“Pasti kami akan lakukan upaya hukum karena Undang-undang menyatakan itu. Saya sudah terbukti tidak melakukan kesalahan, dan PN Sibolga juga sudah menyatakan saya bebas murni, tetapi Jaksa melakukan kasasi dan hasilnya mengesekusi saya dan dimasukkan ke Lapas selama 6 bulan. Dan upaya banding yang kami lakukan membuahkan hasil, dan MA menyatakan bahwa saya tidak bersalah dan wajib dibebaskan. Atas dasar itu saya pasti melakukan upaya hukum,” tegasnya.

Kasus Jusman Nainggolan mencuat ke permukaan setelah petugas dari Poldasu menangkap Jusman tetapnya 14 November 2014 lalu, karena diduga merambah hutan tanpa izin di Laba Onas Desa Batu Mundom, Kecamatan Muara Batang Gadis, Madina, Sumatera Utara.

Dalam putusan Majelis Hakim PN Sibolga No.259/Pid.Sus/2015/PN SBG, tanggal 24 November 2015, Jusman Nainggolan dinyatakan bebas murni.

Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). 

Dalam putusan MA Nomor 424 K/PID.SUS-LH/2016, pada tanggal 13 September 2016 menyatakan, terdakwa Jusman Nainggolan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja merambah kawasan hutan, menebang pohon atau menanam, atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki izin dari pejabat berwenang.

Mahkamah Agung menjatuhkan pidana terhadap Jusman Nainggolan berupa pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 3 bulan.

Namun Jusman Nainggolan tidak ditahan sejak putusan MA tersebut, hingga akhirnya Kejaksaan Negeri Sibolga mengeksekusi Jusman Nainggolan saat sedang berada di salah satu kedai kopi di Jalan S Parman, Kota Sibolga, pada Selasa, 23 April 2019.

Tidak terima dengan putusan itu, Jusman Nainggolan melalui Penasihat hukumnya, Parlaungan Silalahi mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK), dan memenangkan perkara itu dengan meminta membebaskan terdakwa dari semua Dakwaan Penuntut Umum. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya.

Amar putusan itu diketok oleh majelis hakim PK yang diketuai oleh Prof. Dr. Surya Jaya, dengan anggota Dr. Eddy Army dan Dr. Desnayeti, tertanggal 25 September 2019.
 

Pewarta: Jason Gultom

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019