Harga minyak naik lebih dari dua persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), mencapai tingkat tertinggi dalam sekitar sebulan terakhir, didukung oleh data Pemerintah AS yang menunjukkan penurunan lebih besar dari perkiraan dalam stok minyak mentah karena ekspor mencapai rekor tertinggi, dan penurunan tak terduga dalam stok produk minyak olahan.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus naik 1,55 dolar AS atau 2,7 persen, menjadi menetap pada 59,38 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus naik 1,44 dolar AS atau 2,2 persen, ditutup pada 66,49 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Persediaan minyak mentah turun 12,8 juta barel pekan lalu, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan, jauh melampaui ekspektasi analis untuk penurunan 2,5 juta barel. Itu merupakan penurunan paling banyak sejak September 2016, menurut unit statistik Departemen Energi.

Impor bersih minyak mentah AS turun minggu lalu sebesar 1,2 juta barel per hari (bph). Ekspor minyak mentah secara keseluruhan naik menjadi 3,8 juta barel per hari, mengalahkan rekor sebelumnya 3,6 juta barel per hari pada Februari.

"Banyak penarikan (persediaan) ini karena permintaan yang kuat," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago. "Kami akhirnya melihat dampak dari pengurangan produksi OPEC dan mulai melihat pengurangan Venezuela."

Stok bensin turun 996.000 barel, sementara stok sulingan turun 2,4 juta barel, data EIA menunjukkan.

Penarikan produk-produk minyak olahan terjadi bersamaan dengan berita bahwa kilang terbesar dan tertua di Pantai Timur AS akan ditutup setelah kebakaran besar minggu lalu, yang menyebabkan kerusakan besar.

Philadelphia Energy Solutions (PES) berencana untuk menutup kompleks kilang 335.000 barel per hari itu pada bulan depan, walikota Philadelphia dikonfirmasi setelah dua sumber mengatakan kepada Reuters tentang rencana tersebut.

Harga bensin AS naik empat persen, setelah meningkat ke level tertinggi sejak 23 Mei dalam perdagangan semalam.

"Karena data (EIA) kemungkinan tidak mengambil dampak penuh dari tidak beroperasinya PES, pengurangan tajam tambahan dalam pasokan bensin di PADD (Petroleum Administration for Defense Districts) 1 kemungkinan muncul dalam data EIA minggu depan," kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates dalam sebuah catatan.

Jatuhnya persediaan minyak mentah dan penutupan kilang menambah ketidakpastian atas persediaan minyak yang diciptakan oleh perang kata-kata antara Washington dan Teheran. Ini telah memicu kekhawatiran bahwa pengiriman minyak melalui Selat Hormuz, rute pasokan minyak tersibuk di dunia, dapat terganggu.

Ditanya apakah perang sedang terjadi, Presiden AS Donald Trump mengatakan kepada Fox Business Network pada Rabu (26/6/2019): "Saya harap kita tidak melakukannya tetapi kita berada dalam posisi yang sangat kuat jika sesuatu terjadi." Teheran telah mengutuk putaran baru sanksi AS sebagai "keterbelakangan mental."

Ketegangan bilateral melonjak lagi setelah Iran menembak jatuh pesawat tak berawak AS minggu lalu di Teluk. Hubungan telah tegang sejak Washington menyalahkan serangan terhadap tanker minyak di luar Teluk di Iran, sementara Teheran telah membantah peran apa pun.

Dalam mencari arah jangka panjang, pasar akan menyaksikan pertemuan G20 akhir pekan ini diikuti oleh pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen non-OPEC, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, berlangsung pada 1-2 Juli.

Kelompok ini akan membahas perpanjangan pemotongan produksi untuk paruh kedua tahun ini.

Produksi minyak rata-rata Rusia mencapai 11,15 juta barel per hari pada periode 1-25 Juni, naik dari rata-rata 11,04 juta barel per hari selama 1-10 Juni, dua sumber yang mengetahui data resmi mengatakan pada Rabu (26/6/2019).



 

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019