Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku dikonfirmasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal proses penganggaran proyek KTP-elektronik (KTP-e).
KPK pada Jumat memeriksa Ganjar sebagai saksi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan paket penerapan KTP-elektronik (KTP-e) untuk tersangka anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya inisial MN.
"Anggaran proses. Proses biasa saja sebenarnya dari sini ke mana," kata Ganjar di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Ganjar yang saat itu sebagai pimpinan Komisi II DPR RI pun kemudian menjelaskan soal penambahan anggaran soal proyek KTP-e itu.
"Cerita penambahan itu sebenarnya tidak satu isu tetapi banyak isu. Itu mitra Komisi II kan banyak maka ketika biasanya mau ada perubahan atau ada optimalisasi anggaran di Banggar mesti setiap komisi dengan mitranya menyampaikan itu," ucap Ganjar.
Saat itu, kata Ganjar, terdapat sekitar 100 kabupaten yang mesti mencetak KTP-e sehingga dibutuhkan penambahan anggaran.
"Dari kementerian (Kemendagri) berkaitan dengan KTP-e itu ada saya lupa persisnya sekitar 100 sekian kabupaten yang mesti mencetak itu sehingga butuh tambahan anggaran sehingga di dalam hasil rapat itu kementerian diminta untuk memberikan detilnya untuk apa saja kemudian diajukan di Banggar. Prosesnya gitu saja," ucap Ganjar.
Baca juga: KPK periksa Gubernur Jateng terkait kasus KTP-e
MN telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus terkait KTP-e.
Pertama, MN diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, MN juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Atas perbuatannya tersebut, MN disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, KPK juga menetapkan MN sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.
MN disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
KPK pada Jumat memeriksa Ganjar sebagai saksi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan paket penerapan KTP-elektronik (KTP-e) untuk tersangka anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya inisial MN.
"Anggaran proses. Proses biasa saja sebenarnya dari sini ke mana," kata Ganjar di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Ganjar yang saat itu sebagai pimpinan Komisi II DPR RI pun kemudian menjelaskan soal penambahan anggaran soal proyek KTP-e itu.
"Cerita penambahan itu sebenarnya tidak satu isu tetapi banyak isu. Itu mitra Komisi II kan banyak maka ketika biasanya mau ada perubahan atau ada optimalisasi anggaran di Banggar mesti setiap komisi dengan mitranya menyampaikan itu," ucap Ganjar.
Saat itu, kata Ganjar, terdapat sekitar 100 kabupaten yang mesti mencetak KTP-e sehingga dibutuhkan penambahan anggaran.
"Dari kementerian (Kemendagri) berkaitan dengan KTP-e itu ada saya lupa persisnya sekitar 100 sekian kabupaten yang mesti mencetak itu sehingga butuh tambahan anggaran sehingga di dalam hasil rapat itu kementerian diminta untuk memberikan detilnya untuk apa saja kemudian diajukan di Banggar. Prosesnya gitu saja," ucap Ganjar.
Baca juga: KPK periksa Gubernur Jateng terkait kasus KTP-e
MN telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus terkait KTP-e.
Pertama, MN diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, MN juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Atas perbuatannya tersebut, MN disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, KPK juga menetapkan MN sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.
MN disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019