Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kementerian Agama Mastuki mengatakan Menag Lukman Hakim Saifuddin melaporkan gratifikasi Rp10 juta pada 26 Maret atau 11 hari setelah operasi tangkap tangan (OTT) Haris Hasanuddin di Surabaya pada 15 Maret 2019.
Mastuki dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan Haris menitipkan uang tersebut kepada ajudan saat mendampingi Menag kunjungan kerja ke Tebuireng, Jombang pada 9 Maret 2019. Uang tersebut baru disampaikan ke Menag setelah terjadinya OTT KPK di Surabaya.
"Jadi sejak awal Menag memang tidak tahu ada uang tersebut. Saat dilaporkan, Menag menolak menerima karena tidak disertai tanda terima pemberian uang itu, apakah sebagai honor narasumber atau apa," kata dia.
Dia mengatakan Menag tidak mau menerima dan meminta agar uang itu dilaporkan ke KPK. Dengan begitu, laporan itu baru dilakukan pada 26 Maret 2019.
Mastuki mengatakan pelaporan uang Rp10 juta itu sebagai bentuk komitmen Menag terhadap pencegahan tindak gratifikasi. Menag sebagai penyelenggara negara sadar larangan menerima gratifikasi dalam bentuk apapun.
Baca juga: KPK: Uang Rp10 juta dari Menag tidak diproses sebagai pelaporan gratifikasi
Pasal 2 Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No. 02 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi, pada ayat satu mengatur pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib melaporkan setiap penerimaan gratifikasi kepada KPK apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Laporan gratifikasi bisa dilakukan dalam rentang 30 hari kerja sejak diterima. Pasal 2 Ayat (2) Peraturan KPK No 02 Tahun 2014 mengatur pelaporan gratifikasi dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima oleh penerima dengan mengisi formulir pelaporan gratifikasi.
"Kalau Haris serahkan uang Rp10 juta itu ke ajudan pada 9 Maret, selang 17 hari kalender, nominal itu sudah dilaporkan ke KPK. Hitungannya, gratifikasi itu dilaporkan dalam 12 hari kerja," tuturnya.
Menurut Mastuki, pelaporan gratifikasi oleh Menag ke KPK bukan pertama kali. Sejak menjadi penyelenggara negara, Menag tercatat beberapa kali melaporkan gratifikasi.
Bahkan, kata dia, pada rangkaian peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia (Hakordia) 2017 yang berlangsung 11-12 Desember 2017 Menag Lukman ditetapkan sebagai pelapor gratifikasi dengan nilai terbesar yang ditetapkan menjadi milik negara.
"Hanya ada tiga orang yang mendapat penghargaan ini, yaitu presiden, wapres dan Menag Lukman Hakim Saifuddin," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Mastuki dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan Haris menitipkan uang tersebut kepada ajudan saat mendampingi Menag kunjungan kerja ke Tebuireng, Jombang pada 9 Maret 2019. Uang tersebut baru disampaikan ke Menag setelah terjadinya OTT KPK di Surabaya.
"Jadi sejak awal Menag memang tidak tahu ada uang tersebut. Saat dilaporkan, Menag menolak menerima karena tidak disertai tanda terima pemberian uang itu, apakah sebagai honor narasumber atau apa," kata dia.
Dia mengatakan Menag tidak mau menerima dan meminta agar uang itu dilaporkan ke KPK. Dengan begitu, laporan itu baru dilakukan pada 26 Maret 2019.
Mastuki mengatakan pelaporan uang Rp10 juta itu sebagai bentuk komitmen Menag terhadap pencegahan tindak gratifikasi. Menag sebagai penyelenggara negara sadar larangan menerima gratifikasi dalam bentuk apapun.
Baca juga: KPK: Uang Rp10 juta dari Menag tidak diproses sebagai pelaporan gratifikasi
Pasal 2 Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No. 02 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi, pada ayat satu mengatur pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib melaporkan setiap penerimaan gratifikasi kepada KPK apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Laporan gratifikasi bisa dilakukan dalam rentang 30 hari kerja sejak diterima. Pasal 2 Ayat (2) Peraturan KPK No 02 Tahun 2014 mengatur pelaporan gratifikasi dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima oleh penerima dengan mengisi formulir pelaporan gratifikasi.
"Kalau Haris serahkan uang Rp10 juta itu ke ajudan pada 9 Maret, selang 17 hari kalender, nominal itu sudah dilaporkan ke KPK. Hitungannya, gratifikasi itu dilaporkan dalam 12 hari kerja," tuturnya.
Menurut Mastuki, pelaporan gratifikasi oleh Menag ke KPK bukan pertama kali. Sejak menjadi penyelenggara negara, Menag tercatat beberapa kali melaporkan gratifikasi.
Bahkan, kata dia, pada rangkaian peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia (Hakordia) 2017 yang berlangsung 11-12 Desember 2017 Menag Lukman ditetapkan sebagai pelapor gratifikasi dengan nilai terbesar yang ditetapkan menjadi milik negara.
"Hanya ada tiga orang yang mendapat penghargaan ini, yaitu presiden, wapres dan Menag Lukman Hakim Saifuddin," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019