Pengembang di Sumut berharap pemerintah segera menetapkan harga maksimal rumah dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahanan atau rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

"Patokan harga maksimal untuk rumah FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) atau MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) diperlukan agar pengembang bisa memastikan harga jual rumah," ujar Tomi Wistan di Medan, Rabu (13/3)

Direktur Asia Bisnis Center itu menyebutkan, akibat belum ada harga terbaru rumah FLPP, sebagian pengembang masih menahan penjualan.

Atau masih menjual dengan harga 2018 sebesar Rp130 juta per unit.

Harga rumah FLPP tahun ini, katanya diharapkan bisa naik 7,5 - 10 persen mengikuti perkembangan kenaikan harga jual tanah dan besaran inflasi.

"Jangan lagi hanya naik lima persen seperti selama ini agar pengembang juga tertarik mengembangkan dan menjual rumah FLPP atau MBR itu," ujar Tomi yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Sumut bidang Infrastruktur dan Properti.

Selain pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (Kemen PUPR) didesak segera menetapkan harga maksimal rumah FLPP,  pengembang juga berharap  sekaligus ada ketetapan soal bebas PPN.

"Pemerintah melalui Kementerian Keeungan diminta juga segera mengeluaran peraturan tentang patokan harga rumah FLPP yang bebas PPN," katanya.

Kalau tidak sejalan, ujar Tomi yang juga Ketua Kehormatan REI Sumut, maka  masyarakat pembeli rumah FLPP akan terbebani dengan PPN.

Minat beli rumah MBR yang masih terus bertumbuh dan berpotensi besar di Sumut harus terus dijaga pemerintah dengan tetap memberi berbagai kemudahan.

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019