Sebanyak 80 sampai 90 persen waga Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara, sudah menerima bantuan kompor dan LPG 3 kg dari pemerintah.

"Sesuai data dari Kementerian esdm, sudah 80-90 persen warga Kota Gunungsitoli menerima bantuan LPG dan kompor, kita akui masih ada yang belum menerima, itu karena mereka tidak memberikan data saat pendataan," kata Wali Kota Gunungsitoli Ir. Lakhomizaro Zebua di Gunungsitoli, Rabu.

Selain tidak memberikan data,  menurut Wali Kota ada juga masyarakat yang tidak mau menerima karena ada rasa takut dan tidak mau menggunakan kompor gas dan bukan karena pemerintah Kota Gunungsitoli tidak peduli. 

"Kita sudah surati agen agar rencana penghentian penyaluran minyak tanah bersubsidi ditunda hingga bulan Juni karena masih ada masyarakat yang belum menerima bantuan kompor dan lpg serta belum siap menggunakan gas, " terangnya. 

Namun permintaan penundaan tergantung dari pusat,  sebab kebijakan konversi gas adalah kebijakan pusat dan bukan kebijakan pemerintah daerah yang ada di kepulauan nias. 

"Kita hanya memohon, tetapi kita juga harus mensukseskan program pemerintah pusat,  dan saya sesali pernyataan yang mengatakan  pemko Gunungsitoli tidak peduli dan kita telah menurunkan tim untuk itu, " sesalnya. 

Sebelumnya Ketua DPRD Gunungsitoli Herman Jaya Harefa, meminta Pemkot Gunungsitoli untuk melakukan koordinasi kepada pertamina terkait kekurangan tabung gas yang di bagikan kepada masyarakat Kota Gunungsitoli. 

Menurut dia jumlah keluarga di kota Gunungsitoli berdasarkan data pusat ada sebanyak 33.070 keluarga,  tetapi tabung gas yang diterima di Kota Gunungsitoli hanya sebanyak 27.340 tabung. 

"Dari jumlah diatasi, masih ada ribuan keluarga di Kota Gunungsitoli yang belum mendapat kompor dan tabung gas," terangnya. 

Herman menyesali hal tersebut, dan dia berasumsi jika anggota dprd dan Wali Kota belum menerima bukan sebuah masalah serius,  tetapi sebagian besar yang belum menerima adalah masyarakat miskin.

Dia meminta Pemko Gunungsitoli untuk peka, karena harga tabung gas yang sebesar Rp180 ribu sangat memberatkan bagi warga miskin,  apalagi ditambah pembelian kompor gas. 

"Uang Rp 180 ribu merupakan nilai yang sangat besar bagi masyarakat yang kerja sebagai penarik becak, buruh, petani dan nelayan ditengah tengah lesunya ekonomi dan rendahnya harga karet saat ini," ujarnya.***1***


 

Pewarta: Irwanto

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019