Medan (Antaranews Sumut) - Manajemen PT North Sumatera Hydro Energy menegaskan hingga Februari 2019, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Batang Toru di Tapanuli Selatan,  masih dalam persiapan membangun proyek utama.
    
"Masih dalam proses pembangunan pendukung dan tentunya juga dilakukan sesuai peraturan termasuk menjaga lingkungan,"  ujar Senior Advisor Lingkungan PT NSHE Agus Djoko Ismanto di Medan, Jumat.

Dia menegaskan, tidak benar, isu - isu tentang proyek itu dilakukan dengan merusak lingkungan

Kawasan pembangunan PLTA Batang Toru juga berstatus APL, bukan hutan primer yang terlihat dari vegetasi yang tumbuh di lokasi didominasi pohon karet dan jenis-jenis pohon perkebunan lainnya.

Namun meski berada di kawasan APL, NHSE sangat menyadari kelestarian kawasan Batang Toru adalah elemen penting untuk dijaga karena proyek itu memilki ketergantungan pada keteraturan suplai air.

Meskipun, kata dia, PLTA Batang Toru tidak membuat sistim seperti PLTA lainnya yang membendung dan menyimpan air.

Dia menegaskan, PLTA Batang Toru beroperasi dengan memanfaatkan air yang mengalir seperti saat musim kemarau, PLTA Batang Toru tidak beroperasi.

Senior Executive for External Relations PT NSHE Firman Taufick mengatakan,  Indonesia memiliki sumber energi terbarukan berupa panas matahari, air, angin, bioenergi, dan panas bumi.

Adapun potenisi sumber energi dari air mencapai 75.000 MW di seluruh Indonesia.

Pemerintah sendiri menargetkan bauran dari energi terbarukan dapat mencapai 23 persen dari total sumber energi pada 2030.

"Oleh karena itu PLTA Batang Toru menjadi salah satu yang mengurangi peran PLTD ( pembangkit listrik tenaga diesel)," katanya.

Peneliti utama di Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, Wanda Kuswanda mengatakan dalam penelitiannya di Batangtoru selama 15 tahun menunjukkan APL kawasan Batang Toru bukan merupakan habitat utama orangutan.

Kondisi itu berdasarkan hasil analisis populasi penemuan sarang dan sebaran pakan yang lebih banyak pada hutan konservasi maupun hutan lindung.

Adapun rendahnya populasi Orangutan di APL karena kawasan itu telah banyak berubah menjadi lahan perkebunan, pertanian, dan pemukiman masyarakat Tapanuli sejak ratusan tahun yang lalu.

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019