Medan (Antaranews Sumut) - Pasokan bahan baku berupa bahan olah karet atau bokar ke perusahaan industri crumb rubber/karet remah di Sumatera Utara semakin terbatas.
 
"Akibat pasokan bahan baku terbatas, rata - rata pabrikan karet di Sumut hanya bisa beroperasi dua atau satu kali seminggu,"ujar Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah di Medan, Jumat.

Pasokan bokar yang semakin terbatas itu karena produksi petani semakin berkurang dampak tidak dirawat, dipanen/dideres dan bahkan sudah banyak penebangan pohon karet.

Tidak dirawat, tidak dideres dan bahkan ditebang karena petani merasa tanaman itu tidak menguntungkan pascaturunnya terus harga jual atau hanya sekitar Rp6.000 per kg untuk.kadar  karet kering sekitar 50 persen.

Padahal, kata dia, pengusaha pabrikan sangat tergantung kepada produksi karet rakyat atau lebih dari 90 persen bokar itu berasal dari karet rakyat.

Mengutip kata petani, harga bokar yang menguntungkan itu sekitar Rp15.000 per kg.

"Nyatanya harga masih sekitar Rp5ribuan - Rp6ribuan per kg karena harga jual di luar negeri juga terus tren turun atau 1,25 dolar AS Per kg.

Tahun 2017, harga SIR 20  masih bisa 1,65 dolar AS per kg.

"Gapkindo berharap Pemerintah Indonesia bisa segera melakukan diplomasi perdagangan tingkat internasional agar ada penetapan harga dasar karet di pasar bursa,"katanya.

Dia mengakui, kondisi sulit di perkaretan juga dirasakan di negara produsen karet seperti Thailand dan Malaysia.

Namun karena produktivitas dan industri produk jadi di dua negara lebih maju, maka tidak terlalu dirasakan seperti di Indonesia.

"Yang pasti permasalahan di perkaretan Sumut maupun Indonesia harus dapat perhatian serius agar petani dan pengusaha karet kembali bangkit dan devisa dari kelompok barang itu naik kembali,"ujar Edy Irwansyah.

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018