Medan (Antaranews Sumut) - Penerapan pajak rokok daerah dinilai rawan penyimpangan mengingat minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah serta minimnya pengawasan terhadap penggunaannya.
     
"Padahal regulasinya sudah diatur dalam Permenkes No. 40/2016 tentang petunjuk tekhnis Penggunaan Pajak Rokok Untuk Pendanaan Kesehatan Masyarakat dan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," kata Koordinator Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) OK. Syahputra Harianda di Medan, Rabu, pada Seminar Hasil Penelitian Pemetaan Potensi dan Kendala Optimalisasi Pajak Rokok Daerah di Indonesia.
     
Ia mengatakan hasil penelitian yang dilakukan YPI di lima kota di Indonesia Medan, Jakarta, Bogor, Kulon Progo dan Denpasar dimaksudkan untuk mengetahui apakah penggunaan pajak rokok daerah sudah berjalan semestinya dan dari pemetaan permasalahan.
     
Faktanya  hasil penelitian menyimpulkan bahwa masih banyak petugas instansi daerah belum mengetahui dan memahami penerapan kebijakan pajak rokok, khususnya bagi pembangunan kesehatan masyarakat di daerah.
     
Sehingga penggunaannya tidak sesuai peruntukan yang semestinya dan itu menjadi rawan penyimpangan dalam peruntukannya.
     
"Sehingga publik tidak tahu, apakah benar dana tersebut digunakan untuk layanan kesehatan atau tidak. Selain untuk kesehatan, pajak rokok seharusnya digunakan oleh daerah untuk mengontrol konsumsi rokok dan mengatasi dampak negatif dari konsumsi rokok di masyarakat," katanya.
     
Menurut dia, penelitian itu membantu mengindentifikasi persoalan, memberi rekomendasi sehingga Pajak Rokok Daerah yang saat ini hanya tinggal 25 persen agar tetap dapat dimaksimalkan demi memenuhi hak sehat publik. 
     
"Jelas terlihat diperlukannya perbaikan di sistem perencanaan dan pengelolaan dari tingkatan daerah sampai ke pusat terlebih untuk perlindungan kesehatan masyarakat dari bahaya konsumsi rokok," katanya.
     
Sementara Peneliti Utama Universitas Indonesia DR. Abdillah Ahsan mengatakan pemerintah perlu melakukan sosialisasi Permenkes No. 40/2016 pada instansi terkait di tingkat Provinsi,Kabupaten dan Kota dalam menyusun program dan kegiatan yang memanfaatkan dana pajak rokok daerah, begitu pula pada DPRD. 
     
"Penggunaan dana pajak rokok daerah juga perlu melihat karakteristik daerah masing-masing," katanya.
     
Selain itu menurutnya tingkat pemahaman akan keberadaan dan penggunaan Pajak Rokok Daerah pun beragam dari satu kota ke kota lainnya, yang menandakan sosialisasi belum merata. 
     
Terkait dengan pajak rokok daerah, banyak pihak menginginkan untuk penggunaan dana bersifat fleksibel, sehingga jika kebutuhan sektor kesehatan telah terpenuhi, dan di bidang sektor lain di dalam daerah tersebut membutuhkan dana, dana pajak rokok dapat digunakan untuk membiayainya.
   
 "Kita tentunya berharap agar provinsi, kabupaten dan kota untuk benar-benar mengoptimalisasi pengunaan pajak rokok daerah," katanya.

 
 

Pewarta: Juraidi

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018