Pematangsiantar, (Antaranewß Sumut) – Kemampuan Perum Bulog Subdivre Pematangsiantar, Sumatera Utara, dalam menyerap pembelian gabah padi dari petani "kalah saing" dengan para pengumpul hasil bumi atau agen.
Kepala Perum Bulog Subdivre Pematangsiantar, Erlinawita Rambe, Jumat, mengatakan, untuk tahun 2018, pihaknya mentargetkan pengadaan untuk pelayanan publik dan penjualanan komersil sebanyak 1.200 ton di enam daerah wilayah tugas, Pematangsiantar, Simalungun, Samosir, Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara.
Serapan gabah medium untuk kebutuhan bantuan sosial sampai saat ini sekitar 30-an ton, beras komersil 288 ton, sebutnya di ruang kerja, Jalan Asahan Km 3, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun.
Rendahnya serapan pembelian gabah terganjal standar harga penetapan pemerintah (HPP) Rp4.700 termasuk fleksibilitas 10 persen, sedangkan di pasaran Rp4.700 sampai Rp5.100.
HPP merupakan harga ketetapan dari pemerintah dalam menentukan pembelian Perum Bulog kepada petani di lapangan dalam upaya menjaga kestabilan harga.
Sedangkan penjualanan komersil beras premium Perum Bulog merek "Beras Kita" dengan harga Rp105.000 per 10 kilogram, yang lebih murah dari harga pasar, belum mampu menarik minat konsumen.
"Di satu sisi kami senang berhasil menjaga kestabilan harga jual gabah, sisi lain kami kewalahan memenuhi target pengadaan," katanya.
Begitupun pihaknya berupaya mencari formula yang tepat dalam menjaga stabilitas harga dan pemenuhan target pengadaan bekerja sama dengan TNI, pengelola kilang padi dan kelompok tani.
Para petani di Kabupaten Simalungun mengaku memilih menjual ke pihak pengumpul atau kilang padi yang membeli dengan harga lebih tinggi dari tawaran Perum Bulog.
"Selisihnya cukup jauh, keuntungan lebih besar, dan stabil di harga itu. Kalau nanti harga jatuh, ya jual ke Bulog," kata Parningotan Sitorus, petani di kawasan Karang Anom, Panei Tongah. ***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018
Kepala Perum Bulog Subdivre Pematangsiantar, Erlinawita Rambe, Jumat, mengatakan, untuk tahun 2018, pihaknya mentargetkan pengadaan untuk pelayanan publik dan penjualanan komersil sebanyak 1.200 ton di enam daerah wilayah tugas, Pematangsiantar, Simalungun, Samosir, Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara.
Serapan gabah medium untuk kebutuhan bantuan sosial sampai saat ini sekitar 30-an ton, beras komersil 288 ton, sebutnya di ruang kerja, Jalan Asahan Km 3, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun.
Rendahnya serapan pembelian gabah terganjal standar harga penetapan pemerintah (HPP) Rp4.700 termasuk fleksibilitas 10 persen, sedangkan di pasaran Rp4.700 sampai Rp5.100.
HPP merupakan harga ketetapan dari pemerintah dalam menentukan pembelian Perum Bulog kepada petani di lapangan dalam upaya menjaga kestabilan harga.
Sedangkan penjualanan komersil beras premium Perum Bulog merek "Beras Kita" dengan harga Rp105.000 per 10 kilogram, yang lebih murah dari harga pasar, belum mampu menarik minat konsumen.
"Di satu sisi kami senang berhasil menjaga kestabilan harga jual gabah, sisi lain kami kewalahan memenuhi target pengadaan," katanya.
Begitupun pihaknya berupaya mencari formula yang tepat dalam menjaga stabilitas harga dan pemenuhan target pengadaan bekerja sama dengan TNI, pengelola kilang padi dan kelompok tani.
Para petani di Kabupaten Simalungun mengaku memilih menjual ke pihak pengumpul atau kilang padi yang membeli dengan harga lebih tinggi dari tawaran Perum Bulog.
"Selisihnya cukup jauh, keuntungan lebih besar, dan stabil di harga itu. Kalau nanti harga jatuh, ya jual ke Bulog," kata Parningotan Sitorus, petani di kawasan Karang Anom, Panei Tongah. ***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018