“Jadi perempuan itu jangan lemah, selagi ada kesempatan dipergunakan. Pekerjaan apa saja asalkan halal harus dikerjakan.” Itulah pesan Vivi Yanti salah seorang karyawati Tambang Emas Martabe Batangtoru, yang sehari-hari bekerja sebagai supir truk besar atau Manhaul kepada kaum hawa Indonesia.

Kemampuan Vivi untuk mengoperasikan alat berat Manhaul layak diacungin jempol jika ditilik dari basic ilmunya yang merupakan tamatan Akademi Keperawatan. Pertanyaannya kenapa bisa seorang perempuan yang notabene ilmunya bukanlah tehnik atau pertambangan bisa bekerja di Tambang yang lebih dikenal dunianya kaum lelaki? Itulah kelebihan Tambang Emas Martabe!

Penulispun mencoba menggali informasi bagimana awalnya wanita berkulit putih itu diterima bekerja di Martabe.

“Saya dulunya bekerja di Puskesmas Suka Bangun Kabupaten Tapanuli Tengah, sebagai Tenaga Kerja Sukarela (TKS). Namanya juga TKS, honor yang saya terima tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan setiap hari. Hanya saja prinsip saya waktu itu dari pada menganggur tidak salah mencoba bekerja sebagai TKS hitung-hitung cari pengalaman. Mendapat informasi Tambang Emas Martabe buka lowongan kerja perempuan, sayapun tertantang dan keluar dari Puskesmas Suka Bangun,” ujar Vivi mengawali perbincangan kami pagi itu di atas bukit Purnama, salah satu bukit yang sedang ditambang Martabe saat ini.

Anak kedua dari empat bersaudara ini mengaku nekat keluar dari Puskesmas ditengah sulitnya mendapat pekerjaan kala itu. Hal itu didasari rasa penasarannya dengan adanya lowongan pekerjaan perempuan di Martabe yang lokasinya cukup dekat dengan kediaman orangtuanya. Akhirnya pecinta traveling ini pun memantapkan langkahnya menuju kantor Martabe guna menjatuhkan lamaran dengan modal tamatan Akademi Keperawatan.

“Jujur, awalnya saya tidak tahu apa itu operator Manhaul. Modal nekat ajalah yang penting dapat pekerjaan karena sudah keluar dari Puskesmas. Barulah sesudah ketemu dengan pihak perusahaan dijelaskan, bahwa operator Manhaul itu adalah supir truk besar. Akupun kaget, jangankan bawa truk, nyetir mobil saja tidak bisa. Dengan berdoa dan pasrah kepada Ilahi apapun hasilnya itulah yang terbaik,”kenang wanita berhijap itu.

Tidak berapa lama ibu dari satu orang anak inipun dipanggil pihak perusahaan untuk bekerja. Rasa syukurnya tidak terhingga walaupun ada rasa cemas apa yang harus dilakukannya karena sama sekali buta tentang mobil. Dengan dituntun pihak perusahaan ditambah dengan pelatihan selama tiga bulan, akhirnya Vivi dinyatakan lolos dan berhak mendapatkan SIM dan bertugas mengantar-jemput karyawan dan para tamu yang berkunjung ke Tambang Emas Martabe. Selain Vivi rupanya ada juga lima wanita lain yang sama-sama dinyatakan lolos sebagai operator Manhaul saat itu.

Sulitnya medan di tambang apalagi menuju perbukitan yang dihiasi tikungan dan turunan yang curam sudah menjadi santapan sehari-hari bagi wanita berkaca mata itu. Tidak ada lagi rasa takut dan gentar untuk melewatinya. Bahkan diusia kandungannya tujuh bulan, Vivi masih santai megemudikan bus beroda enam itu. Dan tidak sedikit pula para pengunjung dan karyawan memuji kemampuan Vivi melakukan itu.

Walaupun demikian wanita yang lahir tahun 1988 ini memiliki kenangan tersendiri sewaktu diskorsing Managernya selama dua Minggu tidak diizinkan menyupir. Hal itu dikarenakan mobil Marcedes Benz yang dikemudikannya menabrak gubuk-gubuk saat mundur.

“Mobilnya gak rusak, tetapi itulah aturan di tambang ini, setiap kesalahan pasti ada sanksinya. Bahkan ada lagi yang sampai SIM nya dicabut karena melakukan kesalahan. Belajar dari pengalaman itu, kami semua para supir Manhaul semakin hati-hati bekerja,”ungkapnya.

Bekerja sebagai operator Manhaul di Martabe cukup menarik bagi Vivi. Hal itu dibuktikan dengan masa kerjanya yang sudah lima tahun. Bahkan ia mendapatkan tambatan hatinya di Tambang Martabe.

“Suami saya bekerja di Tambang ini juga bagian peledak. Saya tidak menyangka bahwa teman satu SMP ku itu lebih dulu bekerja di Martabe ini. Nah, karena sudah saling kenal dan pernah saling suka, satu tahun saya kerja di Martabe langsung ditembaknya,” sebut Vivi dengan wajah gembira.

Lantas adakah kaitan ilmu medis yang dimilikinya dengan profesinya sebagai supir Manhaul? Menurut wanita boru Jawa itu ada, walaupun tidak banyak.

“Dibutuhkan keberanian, kelembutan, kesabaran serta kebersihan untuk mengemudikan bus besar ini. Dan itu pernah saya dapat di bangku kuliah Keperawatan. Makanya setiap ganti shift, supir yang menggantikan saya selalu senang karena mobilnya didapati dalam kondisi bersih dan wangi. Selain itu, ada juga teman-teman yang berkonsultasi tentang kesehatannya, terutama teman-teman wanita ketika menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan wanita. Nah, selama lima tahun inilah ilmu medis yang kudapat dibangku kuliah itu kutumpahkan di atas roda Manhaul ini,” terang Vivi.

Menurut Vivi keberanian Tambang Emas Martabe merekrut tenaga kerja wanita serta memberikan hak karyawan wanita harus dibanggakan. Karena awalnya masyarakat setempat memandang bahwa kerja di tambang itu cukup berat dan hanya laki-laki yang bekerja disana. Dengan hadirnya kaum perempuan di Tambang Martabe, pandangan itu semakin berubah. Bahkan saat ini kata Vivi, banyak keluarga dan tetangganya yang minta tolong agar bisa dibawa bekerja ke Tambang Martabe.

“Dulu waktu saya diterima bekerja sebagai supir, dipandang agak aneh dan sedikit layas oleh teman-teman dan tetangga. Setelah mereka lihat kami bisa membangun dan ekonomi lumayan, akhirnya banyak yang minta tolong bagaimana caranya agar bisa bekerja sebagai supir di tambang Martabe. Yang jelas dampak dari pemerataan gender yang dilakoni Martabe ini sangat berdampak positif, sehingga kami kaum hawa ini bisa berkreasi dan menujukkan kemampuan kami yang tidak kalah dengan kaum lelaki. Bahkan menurut para kaum lelaki, mereka semakin semangat lho sejak adanya kaum wanita di tambang ini, mungkin karena kami cantik-cantik kali ya,” katanya sembari melepas tawanya.

Di departemen Vivi ada 16 supir, 6 diataranya wanita. Dan kalau kegiatan lagi sepi di tambang, biasanya mereka diperbantukan ke kantor atau sebagian menjemput tamu ke Bandara.

Walaupun bekerja di tambang itu cukup asyik, Vivi tetap memiliki target. Baginya setelah modal yang dikumpulkan mencukupi, wanita pecinta musik ini akan membuka usaha sendiri yaitu toko obat atau klinik. Bahkan ia berniat untuk melanjutkan kuliahnya menjadi Sarjana Keperawatan.

“Biarlah nanti suami saya yang tetap bekerja di tambang ini, saya buka usaha saja, agar bisa lebih full waktu saya buat anak dan suami. Karena jam kerja saya di tambang mulai pukul 5 subuh sampai pukul 15.00WIB. Beruntung ibu saya selalu menjaga anak kami, karena disaat sibuah hati masih lelap tidur, ibunya sudah harus pergi bekerja demi masa depannya. Itulah suka duka bekerja di tambang ini,” tutup Vivi mengakhiri wawancara kami. (***)

(Tulisan Ini Untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Jurnalistik Tambang Emas Martabe Tahun 2018.)



 

Pewarta: Jason Gultom

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018