Simalungun,  (Antaranews Sumut) – Cuaca di sekitaran Pelabuhan Tiga Ras, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Selasa, cerah. Danau Toba tetap menampilkan keindahannya.
   
 Keluarga per keluarga, bahkan dalam kelompok besar, meramaikan perbukitan di sekitarnya. Mengisi kursi-kursi plastik yang telah disiapkan di bawah tenda bernuansa biru.
   
 Tumpukan bunga dalam kemasan kantong plastik kecil berjajaran di meja. Ada juga dalam bentuk rangkaian, ikatan sejumlah tangkai. Untuk ditabur di perairan Danau Toba.
   
 Di sudut lain, sejumlah buku Yasin disediakan. Sajadah dibentangkan di atas tikar, juga ada tempat berwudhu, persiapan untuk menunaikan Shalat Ghaib.
     
Pemerintah Kabupaten Simalungun yang punya hajatan. Ritual keagamaan, Islam dan Kristen, memanjatkan doa untuk ketenangan arwah dan ketabahan bagi keluarga yang ditinggalkan.
   
 Alif Septian asik mengisap jari tangannya di mulut dalam gendongan. Lebih suka dari kompeng. Ketika dilepas, dimasukkan lagi. Dilepas lagi, kedua tangannya bereaksi. Seakan protes.
   
 Tingkah lucu bayi yang masih berusia menjelang tujuh bulan itu menjadi perhatian dan membuat gemas orang yang melihatnya. Gemas yang diwarnai haru mendalam, atas nasib yang menimpa kedua orang tuanya. Terkhusus kakek neneknya, Muhammad Saleh (51) dan Muntia (50).
   
 Ayah Alif, Donni Septian (28) dan ibundanya Airinsyah (29), dua dari 164 penumpang KM Sinar Bangun 6 yang belum ditemukan saat tenggelam di perairan Danau Toba pada Senin, 18 Juni 2018, pukul 17.10 Wib.
   
 Duka Saleh dan Muntia semakin mendalam, Juriko (23) bersama isterinya Suyeni (21) dan anaknya Riki Dirgantara (3), turut dalam musibah memilukan itu.
   
 Juriko adik dari Donni, hanya dua bersaudara, pergi berlibur merayakan Idul Fitri 1439 Hijriyah ke Kabupaten Samosir, bersama kerabatnya berjumlah enam orang.
   
 Malang, kapal KM Sinar Bangun 6 yang ditumpangi dari Pelabuhan Simanindo Samosir menuju Pelabuhan Tiga Ras Simalungun pada 18 Juni 2018, pada pukul 17.10 Wib, terbalik dan tenggelam menjelang satu mil dari tujuan. 
     
Pemerintah melalui Basarnas dan instansi lainnya dengan peralatan berteknologi tinggi bergabung melakukan upaya pencarian dan pertolongan.
   
 Sampai hari ke 14 yang menjadi akhir pencarian di Danau Toba, mereka belum ditemukan. Bukan mereka saja, ada 158 penumpang lainnya yang bernasib sama.
   
 Sedangkan atas kuasa Allah, ada 18 penumpang yang selamat. Begitu pula nakhoda dan dua anak kapal tersebut. Tiga penumpang lainnya ditemukan telah meninggal.
     
Pasangan suami isteri, warga Huta (Kampung) Manik Huluan, Nagori (Desa) Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara itu, shok.
   
 Awalnya tidak mampu menerima kenyataan pahit yang menyedihkan itu, bahkan mempertanyakan ketetapan yang telah terjadi pada anaknya dan diri mereka kepada Allah.
   
 Garis keturunan mereka nyaris habis. "Hanya tinggal si Alif ini," sebutnya lirih. 
   
 Hanya saja, mereka juga mengaku sering menitiskan air mata saat memandang cucunya yang sedang tidur pulas, terharu dengan ketidak-rewelannya dan nasibnya kelak.
   
 Saleh mengaku masih merasakan adanya beban berat bila Alif nantinya menanyakan keberadaan orang tuanya dan reaksi dari cucu semata wayangnya itu. Sekarang ini, Alif menjadi penghibur duka. Entah bagaimana perasaannya kelak ketika sudah besar.
   
Syukur, dalam kesedihan itu, sanak keluarga dan tetangga memberikan semangat dan penghiburan, mengingatkan akan kuasa Allah yang telah menjalankan takdir atas diri hambaNya.
   
 Harapan baru juga datang, saat Bupati Simalungun, JR Saragih berkunjung ke rumah dan berjanji memberikan bantuan biaya untuk Alif sebesar Rp 1 juta setiap bulan dari anggaran pemerintah.
   
 "Alif menjadi anak Pemkab Simalungun, dan biaya tetap berjalan selama saya menjabat sebagai bupati," kata JR Saragih.
   
 Untuk memberikan semangat baru bagi pasangan Saleh dan Muntia, Bupati menyerahkan uang Rp 50 juta untuk pembuatan balai pertemuan desa mengabadikan nama Alif.
 
   Tenggelamnya kapal penumpang kayu itu merupakan tragedi bagi Pemerintah, keluarga korban dan elemen masyarakat dari Kabupaten Simalungun, Batubara, Kisaran, Labuhan Batu Selatan, Kota Pematangsiantar, Binjai, Aceh Tamiang, Pekanbaru Riau.
   
 Anggota keluarga dari daerah-daerah itu terdata sebagai penumpang KM Sinar Bangun yang ingin kembali ke rumah masing-masing usai menikmati liburan di Samosir “Negeri Indah Kepingan Surga”.
 
  "Sedikitnya 84 warga kami ada di dalam kapal tersebut," kata Bupati Simalungun.
   
 Pemerintah Kabupaten katanya, akan berkoordinasi dengan PT Jasa Raharja, Kementerian Sosial untuk pensegeraan pembayaran klaim asuransi dan dana santunan, termasuk dari pemerintah setempat.
   
 Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten se kawasan Danau Toba bertekad melakukan pembenahan, penataan dan pengaturan serta penerapan tegas angkutan air demi keselamatan penumpang, supaya tragedi tidak terulang kembali.
   
 Sekadar catatan, terhitung ada tujuh tragedi tenggelamnya kapal motor di perairan Danau Toba. Tahun 1955 meninggal 55 orang, 1986 (empat pelajar), 1987 (23 orang), 1997 (70 orang), 2013 (empat hilang), 2016 (dua luka parah), dan 2018 (tiga meninggal, 164 hilang). ***4***   
Alif bersama kakek neneknya. (Foto Antaranews Sumut/Waristo)

Pewarta: Waristo

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018