Medan, (Antaranews Sumut) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyarankan kepada pemerintah agar dapat memperbaiki sistem perizinan daerah, karena berpotensi terjadinya penyalahgunaan jabatan dan dugaan terjadinya praktik korupsi.

"Selain itu, juga terjadinya penyimpangan dengan mempersulit pelaku usaha untuk memperoleh izin, dalam pengembangan bisnis," kata Ketua Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, menjawab wartawan usai "Talk Show" Festival Konstitusi dan Antikorupsi 2018, digelar di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Selasa.

Karena sulitnya untuk mendapatkan izin tersebut, menurut dia, pihak pengusaha terpaksa melakukan gratifikasi terhadap oknum pejabat maupun kepala daerah.

"Praktik seperti itu, jelas bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku karena pengusaha memberikan suap untuk kelancaran pengurusan izin tersebut," ujar Rahardjo.

Ia mengatakan, untuk mengantisipasi praktik korupsi yang melanggar hukum itu, maka perlu ditingkatkan pengawasan ektra ketat dalam pemberian izin tersebut.

"Jadi, dalam pengurusan perizinan di daerah, jangan sampai dimanfaatkan oknum kepala dinas maupun pejabat sebagai lahan korupsi," kata Ketua KPK itu.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pemerintah memperbaiki sistem perizinan daerah karena menjadi lahan empuk bagi pejabat dalam melakukan korupsi sehingga mempersulit pelaku usaha melakukan ekspansi maupun pengembangan bisnis.

ICW mencontohkan Bupati Mojokerto Mustofa Kemal Pasa yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga mempersulit izin sekitar 11 perusahaan sehingga terpaksa memberikan gratifikasi kepada Mustofa agar usahanya dapat beroperasi di Mojokerto.

Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas di Jakarta, Minggu, mengatakan korupsi tidak hanya terkait belanja barang pemerintah, tapi juga terkait perizinan.

Menurutnya, saat ini perizinan sudah dipangkas namun tidak transparan sehingga menjadi celah pejabat daerah melakukan korupsi.

Perizinan dibuat lama dengan harapan nanti ada fee dan tip dan segala macam. Jadi sekarang pilihannya mengikuti cara yang berputar-putar atau bertele-tele dan lama, atau mengikuti pola permainan mereka (pejabat daerah)," kata Firdaus.

ICW mencatat pada 2017 lalu ada 30 orang kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi, dimana mayoritas merupakan bupati dan wakil bupati, yang jumlahnya mencapai 24 orang, sedangkan sisanya lima walikota/wakil wali kota, dan satu orang Gubernur.

Pewarta: Munawar Mandailing

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018