Permasalahan anak di Kabupaten Batubara pada tahun 2017 meningkat. Fakta tak terbantahkan itu terlihat dari kuantitas kasus anak yang didampingi Pekerja Sosial (Peksos) Profesional dari Kemensos di daerah itu, yang disampaikan Muhammad Dani Butar-Butar S.Sos,

Kasus anak dimaksud, baik yang menjadi pelaku maupun sebagai korban. Tahun 2017 mencapai 34 kasus. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu berkisar 33 kasus.

Sejumlah kasus anak yang didampingi Peksos Perlindungan anak Kabupaten Batubara diantaranya yaitu, kasus persetubuan yang dilakukan oleh suami kakak kandung mengakibatkan korban hamil, penyebab kasus karena orangtua pisah, anak tinggal dengan kakak kandung, dampak terhadap korban untuk sementara tidak sekolah menunggu anak yg dikandungnya lahir, mengalami trauma yang mendalam, dan peksos melakukan pemulihan mental dan pisiko sosial terhadap korban. 

Dan kasus lainnya yaitu, Persetubuhan yang dilakukan oleh paman, Korban berumur 10 tahun. Penyebab anak tinggal dengan paman sedangkan orangtua merantau. Orangtua terlalu percaya terhadap paman korban. Dampak terhadap korban adalah korban mengalami sakit pada alat kelamin dan takut bertemu dengan laki-laki dewasa, dan kami Peksos melakukan pendampingan dalam proses hukum di penyidikan dan pengadilan, melakukan pemulihan psikososial, pemindahan tempat tinggal dan sekolah korban, memberikan pemahaman tentang pola asuh kepada orangtua, pendampingan pemulihan kesehatan korban dan pembuatan laporan sosial. 

Dani Butar-Butar kemudian membeberkan data kasus anak sepanjang 2017 itu. Di antaranya, penganiayaan, pencurian, pelecehan seksual (pencabulan, persetubuhan). Kemudian Pengeroyokan yang mengakibatkan kematian dan kekerasan pisik. 

“Terjadinya berbagai kasus anak seperti kami dampingi di Kabupaten Batubara ini, dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pisitif maupun negatif,” ujar Dani. 

Faktor positifnya, sebut dia, meningkatnya pemahaman para aparat penegak hukum mengenai penanganan kasus dan perkara anak sesuai dengan amanat UU SPPA Nomor 11 Tahun 2012. Faktor positif lainnya, munculnya keberanian keluarga dan korban yang melaporkan kasus-kasus yang dialami anak. 

Sementara faktor negatifnya, kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap anak-anaknya. Selain itu, banyaknya pengaruh teknologi yang disalahgunakan oleh anak. “Faktor lingkungan yang tidak sehat menjadi sumbangsih terbesar, karena pengaruh dari sosialisasi yang anak lakukan secara salah,” ungkap Dani sambil menyayangkan pristiwa kekerasan anak terus terjadi. 

Lebih lanjut, permasalahan anak yang menjadi pelaku, antara lain lahir dari lingkungan keluarga yang bermasalah atau bercerai. “Banyak anak yang melakukan tindak pidana hanya untuk mencari perhatian dari keluarganya,” tandasnya. 

“Adapula anak yang melakukan tindak pidana kekerasan karena sebelumnya telah menjadi korban kekerasan dalam keluarga. Sehingga, secara psikologis anak itu meniru dan melampiaskan pada orang lain,” ungkapnya. 

Lebih jauh, Dani menjelaskan masalah anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Menurut dia, biasanya, faktor penyebabnya adalah kurangnya edukasi keluarga tentang sex protection terhadap anak. “Yang paling penting adalah perhatian orang tua dan kedekatan orang tua kepada anak-anaknya,” imbuhnya. 

Dani mengajak para orang tua untuk memproteksi dini terhadap perubahan sikap anaknya agar tidak menjadi pelaku atau korban tindak pidana. Caranya, memberikan pola asuh terbaik dan contoh yang baik bagi anak-anaknya.  

Dalam keterangannya Dani menjelaskan Peksos dalam melakukan pendampingan berbagai kordinasi dengan pihak terkait diantaranya, PK BAPAS, Polisi, KPAID, P2TP2A, LPA dan Dinas PPPA kabupaten batubara dan mengharapkan agar pemkab dan dinas terkait menggalakkan sosialisasi baik kepada orag tua maupun kepada anak-anak tentang pencegahan kekerasan terhadap anak.

Pewarta: Erwin

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2017