Kecamatan Hutaimbaru, termasuk salah satu kecamatan terbaru di Kota Padangsidimpuan. Namun walau ia kecamatan termuda, wilayah ini mencari aikon tersendiri memposisikannya sebagai Kecamatan Pestari Adat, untuk Kota Padangsidimpuan.

Ada sesuatu yang menarik, kenapa Kecamatan Hutaimbaru diprogramkan menjadi salah satu kecamatan pelestari adat ..? Sekilas dari luar, memasuki wilayah ini persis di pertigaan jalan Hutaimbaru masih berdiri sejumlah Bagas Godang dan sejumlah peninggalan kerajaan masa lalu.

Simbol-simbol adat tersebut masih melekat kuat, ketika memasuki wilayah yang berada di lembah Gunung Lubuk Raya ini.

Adapun dasar yang kuat memposisikan kecamatan ini sebagai pelestari adat, menurut Camat Hutaimbaru Syaidiman Pulungan S.Sos terkait dengan perangkat adat di kecamatan ini masih dapat menjalankan fungsinya denga baik.

Perangkat adat dimaksud seperti Harajaon ( keturunan raja selaku pemangku adat), Hatobangongon (wakil anggota masyarakat), Alim Ulama (penyelenggara kegiatan agama), Urak Kaya (juru bicara perangkat adat), Naposo Bulung (pagar desa), Nauli Bulung (perangkat penyedia masakan), Perangkat Nauli Bulung (pemudi) setelah menikah posisinya meningkat menjadi (induk ni apai).

Dari kelengkapan seluruh perangkat adat ini, maka Camat Hutaimbaru Syaidiman Pulungan memberanikan diri memposisikan diri bahwa Kecamatan Hutaimbaru layak menjadi kecamatan pelestari adat. Di sisi lain setelah dilakukan penelusuran, bukan hanya perangkat adat yang terdapat di wilayah ini. Sejumlah alat seni dan budaya sebahagian masih tersimpan dengan baik misalnya gondang, nungneng, jenggong, suling dan uyup-uyup.

Beberapa alat seni dan para pemainnya menurut Syaidiman Pulungan telah pernah tampil di Isana Negara. Keseluruhan pelaku seni dan perangkat yang ditampilkan telah berulangkali mengisi acara dalam rangka HUT Kota Padangsidimpuan, festival seni dan budaya serta sejumlah even lain, ujar Syaidiman Pulungan.
Paling menggembirakan menurut Pulungan adalah, dengan adanya antusias generasi muda Naposo Nauli Bulung mempelajari adat, seni budaya di wilayah itu.

Walupun arus medernisasi mengalir deras termasuk budaya asing, namun Naposo Nauli Bulung tetap konsisten belajar tentang seni dan budaya.Kegiatan latihan yang sering dilaksanakan seperti latihan gondang, tor-tor dan kegiatan seni lainnya.

Tokoh Adat Simapilapil Sahala Siregar gelar Sutan Orang Kaya, ketika dihubungi menjelaskan, perangkat adat istiadat itu masih berfungsi dengan kuat di desanya.Bahkan generasi muda telah mewarisinya dan mereka cukup antusias untuk belajar. Setelah ada motifasi dari orangtua dan pihak berwenang di Pemko Padangsidimpuan, Lubuk Raya Grup Simapilapil telah tiga kali berturut-turut tampil sebagai juara.

Lubuk Raya Grup telah meraih sukses, tetapi tidak seperti dialami Grup Nungneng Desa Tinjoman Lama. Kemauan generasi muda desa ini telah terlihat untuk menekuni kesenian tradisional Nung-neng. Namun masih terkendala pembinaan, ujar Sekdes Tinjoman Lama Rajab Mukti Siregar gelar Sutan Pardomuan.

Kesenian tradisional Nung-neng yang hanya menggunakan alat-alat musik sederhana seperti bambu, etek,suling, hasapi dan botol diiringi tarian tor-tor dan lagu, apabila dikemas sedemikian rupa memiliki daya pikat tersendiri.

Kolaborasi antara alat musik yang satu dengan yang lain dipandu dengan tabuhan gondang, melahirkan perpaduan irama yang khas, tidak ditemukan di daerah lain. Secara terus terang Mukti Siregar mengakui, ia sangat mengharapkan bantuan dari penggiat seni dan budaya akan keber-hasilan Grup Nung-neng dari desanya. Apabila ada perhatian sponsor, katakanlah bapak angkat untuk itu kami sangat siap menggerakkan para pemainnya, tuturnya berharap.

Pewarta: Khairul Arief Nasution

Editor : Ribut Priadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016