Padangsidimpuan 21/6 (Antarasumut)- Walikota Padangsidimpuan Andar Amin Harahap didesak untuk membentuk tim pengawas perusahaan, hal itu bertujuan untuk memperketat pengawasan terhadap perusahaan yang akan menyalurkan THR kepada pekerja/buruh.

“Tidak mungkin berjalan maksimal, jika tidak ada pengawasan, sangat sulit seorang pekerja untuk berani melapor ke Dinsosnaker jika perusahaannya tidak menyalurkan THR, dengan begitu solusi yang paling tepatnya pengawasan harus jalan, supaya perusahaan betul-betul menyalurkan secara keseluruhan,” ujar Pekerja Sosial, Baun Aritonang, kepada wartawan, Selasa.

Ia mengatakan, Instansi terkait harus membuat tim yang berfungsi mengawasi perusahaan, apakah perusahaan itu melaksanakan penyaluran THR sesuai aturan.

“Tujuannya itu, supaya pekerja/buruh bisa mendapatkan haknya. Harapan kita sebenarnya perusahaan bisa menyalurkannya tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan aturan,” tuturnya.

Sebelumnya, Penyaluran/pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja perusahaan paling lama disalurkan seminggu sebelum lebaran (Hari Raya Idul Fitri).

Hal itu sesuai dengan surat Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Pemko Padangsidimpuan telah diberikan kepada perusahaan/pengusaha dengan nomor 560/1268/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan tahun 2016. Surat itu sendiri sudah dikirim ke 183 perusahaan yang terdaftar di kota Padangsidimpuan.

”Pekerja yang tidak menerima THR, silahkan lapor ke kita (Dinsosnaker). Karena, bakal ada sanksi yang diberikan kepada perusahaan yang tidak menyalurkan THR Keagamaan kepada pekerja,” ujar Kepala Dinsosnaker melalui Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan H Mandagar Siregar, ketika diwawancarai Media Antarasumut.com, Rabu (22/6).

Mandagar menyampaikan, berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor : Per.06/MEN/2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi pekerja/buruh di perusahaan.

Kemudian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan perusahaan, pertama THR Keagamaan yang diberikan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih. Kedua besarnya THR Keagamaan, yaitu pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, maka THR-nya 1 bulan Upah, untuk pekerja yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional.

“Perhitungannya, jika pekerja masa kerjanya sudah 12 bulan lebih, maka THR yang harus dibayarkan perusahaan 1 bulan upah. Untuk pekerja yang hanya 1 bulan atau lebih, maka pembayarannya jumlah masa kerja di kali 1 bulan upah dan dibagi 12 bulan. Seperti itulah hitungannya,” tuturnya.

Seterusnya ketiga, ia menyampaikan, bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, maka pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan. “Dan pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama kerja,” terangnya.

Keempat, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR Keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama lebih baik dari nomor kedua diatas, maka THR Keagamaan yang dibayar kepada pekerja dilakukan berdasarkan perjanjian kerja atau peraturan perusahaan. Kelima, THR Keagamaan bagi pekerja/buruh diberikan 1 kali dalam setahun oleh perusahaan dan pembayarannya disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing pekerja/buruh, selambat-lambatnya 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

“Disinilah kita mengimbau kepada pekerja untuk pro aktif menyampaikannya kepada kita apabila THR-nya tidak disalurkan. Karena, kita sangat terbatas untuk melakukan pengawasan langsung ke setiap perusahaan, kita hanya menyurati mereka (perusahaan), itulah kendala saat ini. Harapan kita ke depan ada semacam Tim yang dibentuk untuk melakukan pengawasan, dan aturannya diperketat, baik Perwal ataupun Perda,” terangnya.

Terakhir, Keenam, keterlambatan membayar THR pada poin 5 dapat dikenakan sanksi, berupa Sanksi Administratif dan denda sebesasr 5 persen dari total THR yang seharusnya dibayar. “Sanksi administratif, sanksi pelayanan, termasuk di bidang perizinan, kita arahkan kesitu. Dalam hal ini, seyogianya ada aturan ini bisa dipertegas di tahun-tahun berikutnya, baik Perwal dan jenis lainnya. Itulah harapan kita,” jelasnya.

Pewarta: Khairul Arief

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016