Medan,   (Antara) - Kamar Dagang dan Industri Indonesia meminta Otoritas Jasa Keuangan mengevaluasi atau mempertimbangkan kembali kebijakan tentang bank berkelanjutan dengan menjadikan komoditas sawit sebagai percontohan.

"Sudah harus dibuang segala kebijakan yang membuat kesulitan berusaha di dalam negeri. Kebijakan yang hanya mempertimbangkan keberkelanjutan tidaklah tepat," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani di Medan, Sumatera Utara, Sabtu.

Dia mengatakan itu menanggapi keluhan Sekretaris Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut Timbas P Ginting soal rencana "Bank Berkelanjutan" yang dinilai akan mempersulit perusahaan sawit mendapatkan kredit perbankan.

Menurut Rosan, suatu usaha harus dilihat dari secara keseluruhan termasuk dalam manfaatnya dalam penyerapan tenaga kerja dan devisa.

"Kadin akan membicarakan soal kebijakan Bank Berkelanjutan itu apalagi sawit sebagai percontohan. Padahal sawit sudah memberikan banyak manfaat dalam perekonomian Indonesia," katanya.

Sekretaris Gapki Sumut Timbas P Ginting mengatakan Bank Berkelanjutan yang merupakan program Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan WWF Indonesia dengan proyek percontohan di sawit dinilai semakin menekan komoditas itu.

"Progranm itu terkesan membenarkan tudingan luar negeri bahwa tanaman sawit merusak lingkungan yang pada akhirnya harus mendapat tekanan terus termasuk di sektor pembiayaan/kredit," katanya.

Padahal, seharusnya Pemerintah ikut membantu menepis isu kampanye negatif sawit Indonesia di tengah juga sedang dilakukan upaya perbaikan dengan kewajiban mengantongi Sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil ) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).

Apalagi, selain kampanye negatif sawit itu diduga kuat sebagai kepentingan ekonomi dimana pemerintah negara asing melindungi minyak nabati lain di luar sawit, juga untuk terus menekan harga komoditas sawit tersebut.

"Program Bank Berkelanjutan yang akan dimulai Januari 2015 dinilai membuat harga sawit tertekan dan perusahaan sawit semakin sulit dalam berusaha karena akan semakin banyak persyaratan mendapatkan kredit," katanya.

Timbas menjelaskan, program itu melibatkan delapan bank masing-masing BNI, Mandiri, BRI, BCA, BRI Syariah. Bank Jawa Barat, Artha Graha Internasional dan Bank Muamalat.

Program yang diluncurkan 5 Desember tersebut akan berjalan 1,5 tahun sejak dimulai Januari 2016.***3***


(T.E016/B/N002/N002) 19-12-2015 21:18:40

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Ribut Priadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015