Medan, 10/8 (Antara) - Manajemen Perusahaan Gas Negara menegaskan harga gas baru untuk industri yang diberlakukan terhitung Agustus 2015 hanya sekadar penyesesuaian karena sumber gasnya berbeda yakni dari Gas LNG, Papua yang disalurkan dari Arun, Aceh.
"PGN sudah mengalami kekurangan gas untuk disalurkan ke industri Sumut sejak 2006.Sejak itu PGN terus berupaya mencari pasokan untuk mengatasi krisis dan mulai Agustus sudah ada gas regasifikasi Arun," kata Pelaksana Harian Regional Head PGN Distribusi III, Saeful Hadi di Medan, Senin.
Dia mengatakan itu mengomentari dan saat menerima para pekerja dari Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992 yang mengecam kenaikan harga gas PGN yang bisa berdampak pada pemutusan hubungan kerja para pekerja.
Menurut dia, dengan pasokan gas dari Arun Lhokseumawe dengan sumber gas LNG dari Sumur Tangguh, Papua itu, mau tidak mau PGN juga melakukan penyesuaian harga karena sumber gasnya tidak sama dengan gas konvesional (gas bumi) selama ini.
"PGN memahami tuntutan pengusaha dan pekerja, tetapi penyesesuaian harga itu terpaksa dilakukan," katanya.
Pimpinan SBSI 1992, Bambang Hermato, meminta PGN tidak menaikkan harga jual gas karena akibat kenaikan harga, maka industri tidak bisa bersaing bahkan beroperasi.
"Kalau industri tidak beroperasi, otomatis pekerja akan di PHK.Padahal dewasa inipun, sudah banyak terjadi PHK akibat krisis," katanya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pengguna Gas (Apigas), Johan Brien menyebutkan, harga ags yang sudah hampir 14 dolar AS per MMBTU itu sangat mematikan pengusaha karena harganya jauh di atas Singapura dan Malaysia bahkan termasuk dibandingkan daerah lain seperti Batam dan Jawa.
Harga gas di Malaysia dan Singapra masing-masing 3,58 dolar AS dan 3,87 dolar AS, sedangkan d Jawa Barat dan Batam juga masih hanya 9 dolar AS dan 8 dolar AS per MMBTU.
"Harus diturunkan.Soal jarak pemipaan yang jauh menjadi biaya itu harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah yang membatalkan pembangunan terminal gas terapung di Belawan," katanya.
Pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo menyebutkan, pemerintah memang harus bertanggung jawab terhadap krisis gas di Sumut mengingat kebijakan pembatalan pembangunan terminal gas terapung di Belawan juga ketetapan pemerintah.
Soal harga jual PGN, kata dia, tentunya memang mengacu pada komponen biaya seperti biaya proses LNG, pengangkutan kapal, biaya regasifikasi dan beban atau dana "toll fee" (pengiriman gas dari Arun ke Belawan).
Pengusah dan Pemerintah Provinsi Sumut harusnya lebih fokus mendesak pemerintah 'Pusat' untuk menurunkan harga gas dari PGN mengingat dalam kapasitasnya PGN hanya sebagai pemilik dan pengoperasi pipa yang menjadi tempat penyaluran gas ke industri.
"Gas-nya kan milik Pertagas/Petamina.Kalau terminal gas terapung Belawan tidak dibatalkan, komponen biaya seperti dari "toll fee" akan hilang," kata dosen Fakultas Ekonomi USU itu.
Dia menegaskan, harga gas yang mahal akan menjadi hambatan industri Sumut untuk bisa bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015