Labuhanbatu, Sumut, 9/1 (Antara) - Harga beli Liquified Petrolium Gas (LPG) non subsidi ukuran 12 kilogram di wilayah Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut), mencapai Rp165.000 per tabung.
"Ya, saya beli harga barunya ini sekitar empat hari lalu. Saya juga heran kenapa mahal sekali," kata Julianto (32) warga Kelurahan Sioldengan, Kecamatan Rantau Selatan, Jumat.
Biasanya, harga beli bahan bakar non bersubsidi itu masih dikisaran angka Rp140.000. Namun kini penjual yang biasanya langsung mengantar ke rumahnya sekaligus memasangkan, menaikkan menjadi Rp165.000.
Saat ditanya, penjual gas LPG 12 kilogram mengaku harga beli mereka juga mengalami kenaikan. "Kalau pengakuan bapak itu, katanya diapun membelinya sudah naik, maka harus dinaikkan jugalah," sebutnya.
Pengakuan sama dilontarkan Handayani (27) penduduk Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Rantau Utara. Kenaikan menjadi Rp162.000 itu ternyata dianggap memberatkan karena kenaikannya terlalu besar. Sehingga dia berniat beralih ke bahan bakar lainnya.
"Kita sangsikan naik lagi pula nanti. Saya rasa kalau begini terus, bisa kembali ke minyak tanah. Kita berharap ada solusi dari pemerintah atas kenaikan ini, karena terlalu tinggi," harap Handayani. ***3***
(T.KR-JKG/B/F.C. Kuen/F.C. Kuen)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015
"Ya, saya beli harga barunya ini sekitar empat hari lalu. Saya juga heran kenapa mahal sekali," kata Julianto (32) warga Kelurahan Sioldengan, Kecamatan Rantau Selatan, Jumat.
Biasanya, harga beli bahan bakar non bersubsidi itu masih dikisaran angka Rp140.000. Namun kini penjual yang biasanya langsung mengantar ke rumahnya sekaligus memasangkan, menaikkan menjadi Rp165.000.
Saat ditanya, penjual gas LPG 12 kilogram mengaku harga beli mereka juga mengalami kenaikan. "Kalau pengakuan bapak itu, katanya diapun membelinya sudah naik, maka harus dinaikkan jugalah," sebutnya.
Pengakuan sama dilontarkan Handayani (27) penduduk Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Rantau Utara. Kenaikan menjadi Rp162.000 itu ternyata dianggap memberatkan karena kenaikannya terlalu besar. Sehingga dia berniat beralih ke bahan bakar lainnya.
"Kita sangsikan naik lagi pula nanti. Saya rasa kalau begini terus, bisa kembali ke minyak tanah. Kita berharap ada solusi dari pemerintah atas kenaikan ini, karena terlalu tinggi," harap Handayani. ***3***
(T.KR-JKG/B/F.C. Kuen/F.C. Kuen)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015