Cuaca berawan dan sesekali gerimis, namun kadang cerah di Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya pada Senin pagi.

Bukan hanya di Jakarta dan sekitarnya yang sering mendung, awan, hujan dan kadang sesekali cerah silih berganti, tetapi juga terjadi di beberapa daerah. Cuaca buruk sedang melanda negeri ini.

Cuaca buruk pula yang menjadi tantangan tersendiri dalam berbagai aktivitas; kantor, perjalanan maupun kegiatan lainnya. Semua harus berhitung pada situasi cuaca musim hujan dengan segala dampaknya.

Negeri tropis ini berada di bagian dunia dengan dua musim; kemarau pada April-September dan hujan pada Oktober-April. Siklusnya seperti itu sepanjang tahun, walaupun sering ada pergeseran musim dalam hitungan minggu.

Sekarang bagaimana penduduk Indonesia menghadapinya dan menyiasatinya?. Hanya saja berbagai faktor dan perubahan terjadi secara terus-menerus dengan apa yang disebut perubahan global (global change) dan climate change (perubahan iklim) serta pemanasan global.

Perubahan-perubahan itu terasa di di Indonesia. Cermati saja fakta-fakta kehidupan bahwa saat musim kemarau terasa kekurangan air tetapi kalau musim hujan terasa air melimpah hingga menjadi musibah.
Dua musim itu seperti keping dengan dua sisi kehidupan. Silih berganti dan masyarakat dihadapkan pada tantangan dan siasat untuk menghadapinya.

Kalau musim kemarau terasa makin panas dan menyebabkan kekeringan lahan, bahkan kekeringan waduk, bendungan hingga sumur-sumur warga dan lahan persawahan. Semua itu terasa sangat memprihatinkan dan tak jarang menguras air mata.

Ketika musim hujan sering terdengar berita di media mengenai bencana tanah longsor, banjir (termasuk banjir bandang) serta gangguan dalam perjalanan kapal laut atau kapal nelayan serta penerbangan. Semua itu juga terasa sangat menyedihkan dan sering menguras air mata.

Karimata
Di Selat Karimata kesedihan itu makin membahana ketika Basarnas beserta seluruh unsurnya menemukan jenazah dan puing atau serpihan pesawat AirAsia jenis Airbus QZ 8501 pada Selasa (30/12) setelah dinyatakan hilang kontak sejak Minggu (28/12) pukul 06.17 WIB.

Hilangnya pesawat rute Surabaya-Singapura dengan 155 penumpang dan tujuh awak itu menggegerkan dunia penerbangan dunia. Penemuan serpihan dan jenazah penumpang serta kru pesawat semakin menggemparkan dunia.

Bukan hanya keluarga korban, banyak orang yang berurai air mata mencermati kecelakaan ini. Kecelakaan ini merupakan Desember kelabu bagi dunia penerbangan komersial.

Dari berita-berita di media, publik melihat Basarnas beserta semua pihak terkait tampak telah, sedang dan diyakini akan terus bekerja sangat keras tak kenal waktu di lokasi meski cuaca buruk yang ditandai dengan hujan deras, mendung tebal, angin kencang, gelombang tinggi dan arus bawah permukaan laut yang juga kencang.

Situasi yang sangat sulit itu menyebabkan pencarian dan penemuan seluruh jenazah serta pesawat harus sangat hati-hati. Simak saja tayangan televisi ketika seorang regu penyelamat pada 30 Desember melihat serpihan dan jenazah yang mengambang di lautan.

Seorang anggota tim penyelamat turun dari helikopter dengan tali untuk mengevakuasi. Heli dalam posisi kurang stabil karena angin kencang, kemudian seorang penyelamat tampak melayang-layang hendak merengkuh jenazah atau serpihan pesawat.

Dia seperti layang-layang karena terpaan angin yang kencang. Kalau tali itu putus maka cerita dan beritanya akan lain lagi.

Terlepas dari berhasil-tidaknya merengkuh jenazah dan serpihan, dia nyata-nyata sudah bertaruh nyawanya demi kemanusiaan. Karena itu, dalam aksi penyelamatan dan evakuasi dalam cuaca buruk ini bukan saja tenaga dan pikiran yang tercurahkan, tapi juga nyawa taruhannya.

Itu hanya satu dari berbagai fakta dan berita dari lapangan yang tersiarkan dalam aksi evakuasi korban AirAsia QZ 8501. Publik pun menyampaikan simpati kepada seluruh jajaran tim dan mendoakan agar sukses dalam menjalani seluruh proses, di samping empati kepada keluarga korban agar tabah menjalani cobaan.

Berbenah
Musibah jatuhnya pesawat ini terjadi pada akhir Desember di ujung tahun 2014 menjadi catatan kelam dunia penerbangan nasional dan internasional tahun lalu yang penanganannya berlanjut sekaligus sudah menjadi catatan awal tahun baru ini.
Ini juga hanya salah satu musibah yang sering terjadi di negeri ini karena-- seperti telah berulang kali disampaikan para ahli--sejumlah bencana dan musibah potensial terjadi; dari gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir dan tanah longsor hingga kekeringan dan asap akibat kebakaran hutan.

Musibah dan bencana itu seolah datang silih berganti. Masyarakat dan pemerintah selalu dihadapkan pada tantangan untuk menghadapi apabila terjadi dan tantangan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi.

Kalaupun harus menghadapinya karena sudah terjadi, maka tantangan berikutnya adalah meminimalkan kerugian material dan jumlah korban serta penanganan oleh regu penyelamat dan infrastruktur pendukung.

Baru saja longsor di Banjarnegara ,Jawa Tengah, sudah ada AirAsia ini. Belum tuntas AirAsia, tiba-tiba muncul berita tempat wisata di Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat ditutup untuk umum karena adanya peningkatan status gunung itu.

Hampir bersamaan pula, Gunung Sinabung di Sumatera Utara diberitakan kembali menunjukkan aktivitas yang harus diwaspadai.

Mengingatnya seringnya musibah dan bencana, tampaknya antisipasi masyarakat dan pemerintah perlu terus ditingkatkan sehingga reaksi cepat dapat dilakukan ketika musibah dan bencana itu benar-benar datang.

Pelatihan tenaga penyelamat berikut peralatannya perlu menjadi perhatian serius. Yang tidak kalah penting adalah menggugah kesadaran, penyiapan mental dan pengetahuan masyarakat mengenai segala aspek terkait kebencanaan.

Di samping itu, kurikulum pelajaran di sekolah-sekolah tampaknya perlu ada muatan pelajaran mengenai kebencanaan agar siswa dalam memahami seluk-beluk kebencanaan sejak dini.

Dengan merenungkan kata-kata bijak bahwa "pengalaman adalah guru terbaik", maka mengantisipasi dan mengambil hikmah dari semua bencana dan musibah adalah pilihan terbaik untuk berbenah.
Seperti sudah disampaikan oleh Ebiet G Ade dalam lagu "Untuk Kita Renungkan" bahwa anugerah dan bencana adalah kehendakNya. "
Kita mesti tabah menjalani/Hanya cambuk kecil agar kita sadar/Adalah Dia di atas segalanya.."
Ini bukan hukuman, hanya satu isyarat. "Bahwa kita mesti banyak berbenah".

Pewarta: Sri Muryono

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015