Oleh Imam Fauzi
Langkat, Sumut, 29/4 (Antara) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Region Sumatera, telah berhasil mengembalikan fungsi hutan mangrove dengan penanaman baru seluas 817 hektare di kawasan register 8/L Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
"Kita kembalikan fungsi hutan mangrove dengan tanaman baru dari alih fungsi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan di sana," kata Presedium Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia Region Sumatera, Tajruddin Hasibuan, di Brandan Barat, Selasa.
Tajruddin menjelaskan bahwa selama ini kerusakan hutan mangrove sudah semakin parah karena alih fungsi yang dilakukan perusahaan yang ada dengan menanam kelapa sawit.
"Hampir 1.200 hektare lahan mangrove di register 8/L kecamatan Brandan Barat rusak karena alih fungsi itu, namun sekarang sudah bisa dihijaukan kembali," katanya.
Itu berkat partisipasi para nelayan, perempuan nelayan, maupun masyarakat yang berkepentingan terhadap hijaunya hutan mangrove di kawasan itu, sehingga seluas 817 hektare bisa ditanami kembali.
Presedium KNTI itu juga menjelaskan untuk sekarang ini ada 350.000 batang mangrove yang sudah ditanami di lokasi tersebut, dan sudah tumbuh dengan suburnya.
"Sebanyak 15.000 jiwa yang tersebar di delapan desa, turut aktif merehabilitasi hutan mangrove yang sebelumnya dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit," ujarnya.
Keberhasilan yang dicapai ini bukan tanpa halangan, perusahaan sawit seperti UD Harapan Sawita, PT Pelita Nusantara Sejahtera, diduga terus berupaya untuk meluluhlantakkan inisiatif masyarakat tersebut.
Pada saat ini juga masih ada lembaga yang mengaku telah melakukan rehabilitasi seluas 300 hektare di desa Lubuk Kertang yang bernama YAGASU.
Lembaga ini selalu menjual laporan kepada founding mereka, sudah menandatangani kontrak selama 20 tahun dan sudah di bayar untuk 10 tahun ke depan masa kontrak, namun YAGASU hanya bisa mengklaim pekerjaan yang sudah baik dilakukan Masyarakat Pesisir Nelayan Tradisional (MPNT) dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), katanya.
Kita berbuat untuk kepentingan nelayan dan keluarganya agar pendapatan mereka bisa meningkat seperti puluhan tahun yang lalu, dimana hutan mangrove belum berubah fungsinya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Hasilnya sudah dirakan kini oleh nelayan dan perempuan nelayan, dimana ekonomi mereka kita tumbuh dan pendapatannya semakin meningkat, ucapnya. ***2***
(T.KR-IFZ/B/F.C. Kuen/F.C. Kuen) 29-04-2014 08:51:21
NTI KEMBALIKAN FUNGSI HUTAN MANGROVE 817 HEKTARE
Oleh Imam Fauzi
Langkat, Sumut, 29/4 (Antara) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Region Sumatera, telah berhasil mengembalikan fungsi hutan mangrove dengan penanaman baru seluas 817 hektare di kawasan register 8/L Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
"Kita kembalikan fungsi hutan mangrove dengan tanaman baru dari alih fungsi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan di sana," kata Presedium Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia Region Sumatera, Tajruddin Hasibuan, di Brandan Barat, Selasa.
Tajruddin menjelaskan bahwa selama ini kerusakan hutan mangrove sudah semakin parah karena alih fungsi yang dilakukan perusahaan yang ada dengan menanam kelapa sawit.
"Hampir 1.200 hektare lahan mangrove di register 8/L kecamatan Brandan Barat rusak karena alih fungsi itu, namun sekarang sudah bisa dihijaukan kembali," katanya.
Itu berkat partisipasi para nelayan, perempuan nelayan, maupun masyarakat yang berkepentingan terhadap hijaunya hutan mangrove di kawasan itu, sehingga seluas 817 hektare bisa ditanami kembali.
Presedium KNTI itu juga menjelaskan untuk sekarang ini ada 350.000 batang mangrove yang sudah ditanami di lokasi tersebut, dan sudah tumbuh dengan suburnya.
"Sebanyak 15.000 jiwa yang tersebar di delapan desa, turut aktif merehabilitasi hutan mangrove yang sebelumnya dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit," ujarnya.
Keberhasilan yang dicapai ini bukan tanpa halangan, perusahaan sawit seperti UD Harapan Sawita, PT Pelita Nusantara Sejahtera, diduga terus berupaya untuk meluluhlantakkan inisiatif masyarakat tersebut.
Pada saat ini juga masih ada lembaga yang mengaku telah melakukan rehabilitasi seluas 300 hektare di desa Lubuk Kertang yang bernama YAGASU.
Lembaga ini selalu menjual laporan kepada founding mereka, sudah menandatangani kontrak selama 20 tahun dan sudah di bayar untuk 10 tahun ke depan masa kontrak, namun YAGASU hanya bisa mengklaim pekerjaan yang sudah baik dilakukan Masyarakat Pesisir Nelayan Tradisional (MPNT) dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), katanya.
Kita berbuat untuk kepentingan nelayan dan keluarganya agar pendapatan mereka bisa meningkat seperti puluhan tahun yang lalu, dimana hutan mangrove belum berubah fungsinya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Hasilnya sudah dirakan kini oleh nelayan dan perempuan nelayan, dimana ekonomi mereka kita tumbuh dan pendapatannya semakin meningkat, ucapnya. ***2***
(T.KR-IFZ/B/F.C. Kuen/F.C. Kuen) 29-04-2014 08:51:21
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014
Langkat, Sumut, 29/4 (Antara) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Region Sumatera, telah berhasil mengembalikan fungsi hutan mangrove dengan penanaman baru seluas 817 hektare di kawasan register 8/L Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
"Kita kembalikan fungsi hutan mangrove dengan tanaman baru dari alih fungsi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan di sana," kata Presedium Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia Region Sumatera, Tajruddin Hasibuan, di Brandan Barat, Selasa.
Tajruddin menjelaskan bahwa selama ini kerusakan hutan mangrove sudah semakin parah karena alih fungsi yang dilakukan perusahaan yang ada dengan menanam kelapa sawit.
"Hampir 1.200 hektare lahan mangrove di register 8/L kecamatan Brandan Barat rusak karena alih fungsi itu, namun sekarang sudah bisa dihijaukan kembali," katanya.
Itu berkat partisipasi para nelayan, perempuan nelayan, maupun masyarakat yang berkepentingan terhadap hijaunya hutan mangrove di kawasan itu, sehingga seluas 817 hektare bisa ditanami kembali.
Presedium KNTI itu juga menjelaskan untuk sekarang ini ada 350.000 batang mangrove yang sudah ditanami di lokasi tersebut, dan sudah tumbuh dengan suburnya.
"Sebanyak 15.000 jiwa yang tersebar di delapan desa, turut aktif merehabilitasi hutan mangrove yang sebelumnya dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit," ujarnya.
Keberhasilan yang dicapai ini bukan tanpa halangan, perusahaan sawit seperti UD Harapan Sawita, PT Pelita Nusantara Sejahtera, diduga terus berupaya untuk meluluhlantakkan inisiatif masyarakat tersebut.
Pada saat ini juga masih ada lembaga yang mengaku telah melakukan rehabilitasi seluas 300 hektare di desa Lubuk Kertang yang bernama YAGASU.
Lembaga ini selalu menjual laporan kepada founding mereka, sudah menandatangani kontrak selama 20 tahun dan sudah di bayar untuk 10 tahun ke depan masa kontrak, namun YAGASU hanya bisa mengklaim pekerjaan yang sudah baik dilakukan Masyarakat Pesisir Nelayan Tradisional (MPNT) dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), katanya.
Kita berbuat untuk kepentingan nelayan dan keluarganya agar pendapatan mereka bisa meningkat seperti puluhan tahun yang lalu, dimana hutan mangrove belum berubah fungsinya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Hasilnya sudah dirakan kini oleh nelayan dan perempuan nelayan, dimana ekonomi mereka kita tumbuh dan pendapatannya semakin meningkat, ucapnya. ***2***
(T.KR-IFZ/B/F.C. Kuen/F.C. Kuen) 29-04-2014 08:51:21
NTI KEMBALIKAN FUNGSI HUTAN MANGROVE 817 HEKTARE
Oleh Imam Fauzi
Langkat, Sumut, 29/4 (Antara) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Region Sumatera, telah berhasil mengembalikan fungsi hutan mangrove dengan penanaman baru seluas 817 hektare di kawasan register 8/L Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
"Kita kembalikan fungsi hutan mangrove dengan tanaman baru dari alih fungsi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan di sana," kata Presedium Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia Region Sumatera, Tajruddin Hasibuan, di Brandan Barat, Selasa.
Tajruddin menjelaskan bahwa selama ini kerusakan hutan mangrove sudah semakin parah karena alih fungsi yang dilakukan perusahaan yang ada dengan menanam kelapa sawit.
"Hampir 1.200 hektare lahan mangrove di register 8/L kecamatan Brandan Barat rusak karena alih fungsi itu, namun sekarang sudah bisa dihijaukan kembali," katanya.
Itu berkat partisipasi para nelayan, perempuan nelayan, maupun masyarakat yang berkepentingan terhadap hijaunya hutan mangrove di kawasan itu, sehingga seluas 817 hektare bisa ditanami kembali.
Presedium KNTI itu juga menjelaskan untuk sekarang ini ada 350.000 batang mangrove yang sudah ditanami di lokasi tersebut, dan sudah tumbuh dengan suburnya.
"Sebanyak 15.000 jiwa yang tersebar di delapan desa, turut aktif merehabilitasi hutan mangrove yang sebelumnya dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit," ujarnya.
Keberhasilan yang dicapai ini bukan tanpa halangan, perusahaan sawit seperti UD Harapan Sawita, PT Pelita Nusantara Sejahtera, diduga terus berupaya untuk meluluhlantakkan inisiatif masyarakat tersebut.
Pada saat ini juga masih ada lembaga yang mengaku telah melakukan rehabilitasi seluas 300 hektare di desa Lubuk Kertang yang bernama YAGASU.
Lembaga ini selalu menjual laporan kepada founding mereka, sudah menandatangani kontrak selama 20 tahun dan sudah di bayar untuk 10 tahun ke depan masa kontrak, namun YAGASU hanya bisa mengklaim pekerjaan yang sudah baik dilakukan Masyarakat Pesisir Nelayan Tradisional (MPNT) dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), katanya.
Kita berbuat untuk kepentingan nelayan dan keluarganya agar pendapatan mereka bisa meningkat seperti puluhan tahun yang lalu, dimana hutan mangrove belum berubah fungsinya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Hasilnya sudah dirakan kini oleh nelayan dan perempuan nelayan, dimana ekonomi mereka kita tumbuh dan pendapatannya semakin meningkat, ucapnya. ***2***
(T.KR-IFZ/B/F.C. Kuen/F.C. Kuen) 29-04-2014 08:51:21
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014