Oleh Irwan Arfa



Medan, 4/4 (Antara) - Praktik politik uang dalam proses Pemilihan Umum dinilai sebagai salah satu bentuk pemanfaatan kesulitan rakyat miskin untuk kepentingan kelompok tertentu.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Shohibul Anshor Siregar di Medan, Jumat mengatakan, sebagian politisi menyadari jika banyak rakyat Indonesia yang miskin dan membutuhkan bantuan.

Kondisi itu dimanfaatkan untuk memuluskan kepentingan dan ambisi politiknya dengan memberikan materi dalam ukuran tertentu kepada rakyat miskin tersebut.

Dengan kondisi kemiskinan yang ada, apalagi dengan pengetahuan dan kesadaran politik yang terbatas, tidak sedikit rakyat miskin tersebut rela menjadi objek politik uang.

"Bagi rakyat yang melarat, lebih penting bisa makan hari ini dari pada sejahtera lima tahun mendatang," ucapnya.

Menurut dia, kondisi rakyat miskin tersebut sengaja dibiarkan kalangan politisi yang berkuasa, setelah melakukan praktik politik uang itu dalam penyelenggaran pesta demokrasi sebelumnya.

Kondisi itu diperparah dengan sulitnya menjegal praktik politik uang tersebut, karena aturan yang dibuat juga banyak yang bermasalah.

Dengan pemeliharaan kemiskinan tersebut, kalangan politisi itu tetap berpeluang untuk mempertahankan jabatan dan kekuasaannya karena rakyat yang akan dijadikan objek politik uang terus ada.

"Pragmatisme itu ada pada rakyat yang miskin. Dengan kemiskinan itu, mereka sasaran empuk politik uang karena prinsipnya 'safety first' (selamat duluan untuk bisa makan)," ujar Siregar.

Namun, kata dia, jika dikaji lebih jauh, politik uang itu adalah bentuk ketidakpahaman atas nilai dan filosofi demokrasi, baik rakyatnya maupun politisi yang sedang menjajakan diri lewat parpol.

"Sebenarnya, demokrasi itu mainan bagi rakyat yang berbudaya, bukan hanya karena uangnya telah cukup, tetapi juga memiliki harga diri," tutur kandidat doktor dari Universitas Airlangga Surabaya itu. (I023)

Pewarta: Irwan Arfa

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014