Jakarta, 31/1 (Antara) - Entah apa yang ada dalam pikiran pengusaha Gita Wirjawan untuk mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Menteri Perdagangan pada 31 Januari 2014 yang bertepatan dengan tahun baru Imlek?
Apalagi di satu pihak alasannya untuk berkonsentrasi pada Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat namun di lain pihak ada masalah kontroversial mengenai beras impor dari Vietnam.

"Saya menyatakan mundur sebagai Menteri Perdagangan mulai 1 Februari karena ingin berkonsentrasi pada konvensi Partai Demokrat," kata Gita kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Bahkan Gita mengungkapkan bahwa dia sudah melaporkan masalah itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tak lain tak bukan adalah Ketua Umum DPP Partai Demokrat.

Dalam konvensi untuk memilih bakal calon presiden dari Partai Demokrat itu, Gita akan bersaing ketat dengan beberapa tokoh masyarakat lainnya, mulai dari Ketua DPD Irman Gusman, Wakil Ketua BPK Ali Masykur Musa, Ketua DPR Marzuki Alie, mantan Dubes Indonesia untuk AS Dino Patty Djalal, tokoh Partai Demokrat Hayono Isman, serta mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo yang tak lain tak bukan adalah adik ipar Susilo Bambang Yudhoyono.

Tentu setiap warga negara Indonesia, berhak mencalonkan dirinya dalam konvensi Partai Demokrat apalagi jika merasa sudah menjadi tokoh nasional sehingga berhak tampil sebagai bakal calon presiden.

Namun khusus mengenai Gita Wirjawan, bisa timbul berbagai pertanyaan antara lain apakah dia memang sudah pantas untuk maju sebagai bakal calon presiden dari Partai Demokrat dan adakah prestasi-prestasi apa yang bakal dijajakannya atau ditawarkan kepada para anggota dan simpatisan Partai Demokrat?

Di bidang politik rasanya masyarakat di Tanah Air belum pernah mendengar prestasi Gita sebagai politisi, karena rakyat paling-paling mengetahui bahwa dia dahulu adalah seorang pengusaha.

Namun kini tiba-tiba, nama Gita menjadi buah bibir banyak orang karena adaya impor beras dari Vietnam sekitar 19.600 ton yang terutama sudah membanjiri Pasar induk Cipinang.

"Impor beras dari Vietnam dilakukan berdasarkan rekomendasi Kementerian Pertanian," kata Gita dengan nada yang sangat meyakinkan. Namun di lain pihak, muncul bantahan keras dari Menteri Pertanian Suswono yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera atau PKS.

"Kami tidak pernah mengeluarkan rekomendasi," kata Suswono. Beras yang jumlahnya itu sekitar 19.600 ton itu disebut-sebut merupakan beras medium, sebuah kategori jenis beras yang biasa dimakan mayoritas penduduk di Tanah Air ini.

Beras medium ternyata hanya boleh diimpor oleh Perum Bulog. Akan tetapi Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso membantah BUMN ini telah melakukan impor dari Vietnam.

Entah saling berbantah ini merupakan hal yang sesungguhnya atau sekedar basa-basi tapi kemudian ada keputusan bahwa pemerintah akan memeriksa sekitar 58 importir beras karena diduga yang diimpor itu adalah beras medium yakni jenis beras untuk konsumen biasa, namun menggunakan "kedok beras khusus" yang biasa dikonsumsi orang-orang kaya atau mampu.

Menanggapi isu kontroversi apakah impor itu sah atau ilegal, serta apakah importirnya resmi atau tidak sah, maka kemudian muncul berbagai pendapat baik yang mendukung atau menentang impor beras itu, serta apakah Gita Wirjawan terlibat atau tidak.

Pakar ekonomi yang pernah menjadi menko perekonomian Rizal Ramly menyatakan keyakinannya bahwa Gita Wirjawan adalah orang bersih sehingga tidak patut dipersalahkan dalam kasus beras impor itu.

"Saya yakin Gita bersih. Namun yang bisa dipertanyakan adalah orang-orang di sekitarnya," kata Rizal Ramli yang baru-baru ini mendapat somasi dari tim pengacara Susilo Bambang Yudhoyono karena dianggap pernah mengeluarkan pernyataan yang seolah-olah menuduh SBY telah mengangkat mantan gubernur Bank Indonesia menjadi Wakil Presiden karena telah menyetujui pemberian dana talangan atau bail out kepada bank cenury tidak kurang dari Rp6 triliun beberapa tahun lalu.

Namun di lain pihak, anggota Komisi IV DPR yang membidangi masalah pertanian Firman Subagyo malahan menyatakan Gita harus bertanggung jawab atas impor yang tidak jelas itu.

"Gita harus bertanggung jawab," kata Firman Subagyo.

Melajukah Gita?
Kini mantan pengusaha yang lahir 21 September tahun 1965 itu sudah tidak menjadi pimpinan tertinggi Kementerian Perdagangan lagi.

Sekalipun sudah tidak menjadi menteri perdagangan lagi, tentu Gita tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya 100 persen yang menyangkut beras impor itu. Bisa diperkirakan Gita akan dipanggil oleh berbagai pihak untuk ditanyai atau dimintai pertanggungjawabannya soal 19.600 ton beras itu sekalipun juga ada yang menyebutkan impor itu adalah 16.900 ton.

Karena sudah menjadi orang swasta lagi, maka kini tentu Gita bisa menghadapi berbagai tantangan, serta godaan terutama dalam memasuki tahap-tahap konvensi Partai Demokrat untuk memilih bakal calon presiden.

Apabila masih menjadi menteri perdagangan, Gita tentu akan "dihormati" atau minimal disegani banyak orang. Namun sekarang, karena "hanya" menjadi orang biasa lagi, maka tentu akan banyak orang yang "meninggalkannya" karena merasa Gita sudah tidak "menguntungkan" lagi.

Karena sudah tak lagi menjadi pejabat negara, maka tentu Gita harus berjuang keras atau "sendirian" agar bisa lolos dari konvensi itu apalagi saingan-saingannya merupakan orang-orang terkenal atau terkemuka terutama Pramono Edi Wibowo yang tak lain dan bukan adalah putra Sarwo Edhie Wibowo yang amat dikenal sebagi mantan komandan RPKAD, sebuah satuan elit di lingkungan TNI-AD.

Satu pertanyaan yang patut diajukan kepada Gita adalah apakah dia akan tetap memiliki hubungan yang dekat atau akrab dengan Susilo Bambang Yudhoyono terutama sebagai pendiri dan pemimpin Partai Demokrat?

Jika sebelumnya, SBY baik sebagai Presiden maupun sebagai pemimpin Partai Demokrat bisa memanggil Gita maka kini paling-paling Gita dipanggil sebagai peserta konvensi.

Selain itu, apabila selama ini Gita bisa ke daerah-daerah bisa "memanfaatkan" berbagai fasilitas Kementerian Perdagangan selaku menteri, maka kini semua biaya harus diambil dari koceknya sendiri.

Tentu tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan untuk membiayai kampanye baik di Jakarta maupun di daerah-daerah lainnya.

Tentu "pendakian" perjalanan Gita akan menjadi sangat sulit dan tidak gampang karena berbagai tantangan akan muncul untuk lolos dari Konvensi Presiden Partai Demokrat itu.
Pertanyaan yang bisa muncul dari banyak orang di masyarakat dari seluruh Tanah Air adalah apakah Gita Wirjawan ini ini memang bersungguh-sungguh untuk menjadi presiden ataukah sekedar menjadi "penggembira" dalam bidang politik apalagi praktis sampai sekarang tak pernah terdengar hasil karyanya di bidang politik. (A011)

Pewarta: Arnaz Firman

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014