Pandeglang, 16/11 (Antara) - Banyak gebrakan yang telah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi belakangan ini yang menimbulkan rasa kagum berbagai kalangan, mulai dari menangkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar hingga menahan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Abraham Samad juga berani menangkap dan mengurung "sang pangeran" dari Banten Tubagus Chaeri Wardana, suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Dianny yang juga adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Dimyati Natakusumah di Pandeglang, belum lama ini menilai gebrakan yang dilakukan KPK patut diacungi jempol karena sudah berani menangkap siapa pun yang disinyalir terlibat dalam praktik korupsi, tanpa pandang bulu.
"Kinerja KPK sekarang sangat bagus, namun demikian masih perlu diperkuat, terutama sisi pendanaan dan personelnya," kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan Banten I, Kabupaten Pandeglang dan Lebak itu.
Mantan Bupati Pandeglang itu, juga menyatakan dengan tugas yang begitu berat yang dilakukan KPK, maka peranan dan posisinya perlu terus diperkuat.
Ia juga menilai kinerja KPK saat ini sangat bagus. Jika sebelumnya banyak dikritik karena dinilai tebang pilih sekarang banyak dipuji karena dapat menengakkan hukum tanpa pandang bulu.
"Sebelumnya banyak yang menilai KPK tebang pilih, ibaratnya 'gajah di depan mata tidak terlihat, tapi semut di seberang lautan jelas kelihatan'," katanya.
Namun, kata dia, sekarang lembaga tersebut bisa membuktikan kalau tuduhan tersebut tidak benar. KPK dapat membuktikan esistensinya dalam memberantas korupsi di negara ini.
Dimyati menyatakan akan memperjuangkan agar KPK terus mendapat dukungan dan penguatan pendanaan dan personel, agar kinerjanya bisa lebih optimal lagi.
"Dengan personel sedikit saat inipun KPK bisa menunjukan kinerja bagus, harapan saya setelah ada penambangan personel akan lebih optimal lagi," ujarnya.
Khusus untuk unsur pimpinan KPK, kata dia, jumlah lima orang tetap dipertahankan, yang perlu diperkuat personel di bawahnya, terutama para penyidik di lembaga tersebut.
Ia juga menyatakan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak pandang bulu dalam menangani perkara korupsi patut ditiru oleh penegak hukum lainnya di Indonesia.
"Kita semua melihat langkah fantastis yang dilakukan KPK dalam memberantas korupsi dengan tidak pandang bulu, dan itu harus diikuti oleh penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan," katanya.
Ia menyatakan, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara bersama-sama, jadi jangan hanya mengandalkan KPK saja.
Dimyati mengatakan, kasus korupsi sedang dan telah ditangani KPK tidak lebih dari lima persen dari yang terjadi di Tanah Air ini. Masih banyak yang belum terungkap.
"Untuk mengungkap kasus-kasus korupsi itulah maka penegak hukum lainnya juga harus bergerak, sesuai dengan forsinya masing-masing," katanya.
Pembagian penanganan kasus korupsi antar penegak hukum, kata dia, sudah jelas, jadi tidak akan terjadi tumpang tindih.
"KPK itu hanya menangani kasus korupsi dengan nilai Rp1 miliar lebih, berarti yang di bawah itu bisa ditangani kepolisian dan kejaksanaan," ujarnya.
Anggota Fraksi PPP DPR itu juga menyatakan korupsi di Indonesia sudah terjadi secara sistematis dan pusat dan daerah, mulai hulu hingga ke hilir dan dilakukan secara kasat mata.
"Yang dikorupsi juga bermacam-macam, bukan saja anggaran untuk pembangunan, tapi juga pendapatan seperti dari pajak dan bea cukai, sehingga penerimaan negara berkurang," ujarnya.
Korupsi terhadap uang negara, kata dia, perlu terus dilakukan pencegahan dan pemberantasan agar bisa diselamatkan untuk kepentingan masyarakat guna mewajudkan kesejahteraan rakyat.
Praktik korupsi, kata dia, dilakukan oleh tiga elemen, yakni pengusah hitam yang selama ini bertindak seolah-olah sebagai "pejuang" atau tokoh dan berusaha memajukan masyarakat.
Kemudian, kata dia, korupsi juga dilakukan secara kerja sama di kalangan pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif bahkan dilakukan secara kolaborasi oleh kedua lembaga tersebut.
"Ketiga korupsi justru dilakukan oleh oknum penegak hukum, dan paling berbahaya ketika penegak hukum ikut berkolaborasi dalam praktik KKN ini," ujarnya.
Efesiensi
Peneliti dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Rimawan Pradiptyo keberadaan KPK terbukti meningkatkan efisiensi dalam proses peradilan kasus korupsi di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
"Ini menggembirakan, bahwa dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak saja terjadi peningkatan kecepatan proses pengadilan korupsi yang ditangani KPK, namun hal serupa terjadi pada kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan," katanya.
Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM ini mengatakan, berdasarkan penelitian, terdakwa yang dituntut oleh KPK rata-rata menjalani proses pengadilan yang lebih cepat di seluruh tingkat pengadilan.
Cepatnya proses penanganan tersebut, menurut dia didukung dengan sumber daya KPK yang menguasai berbagai bidang keilmuan.
Hal itu, menurut dia, cukup mendukung dalam menggali atau menampilkan bukti yang lebih kuat di persidangan.
"Rata-rata tidak hanya menggeluti bidang ilmu hukum saja, namun juga ada yang menguasai bidang manajemen, ekonomi bahkan teknik," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan hasil penelitian di tingkat Pengadilan Negeri (PN), kasus korupsi yang ditangani KPK secara signifikan lebih cepat 39,77 persen dibanding yang ditangani institusi penegak hukum lain.
Sementara itu, sejak adanya KPK, kata dia, proses pengadilan yang ditangani kepolisian dan kejaksaan secara signifikan juga lebih cepat 28,78 persen dibanding sebelum adanya KPK.
Selanjutnya, kata dia, terdakwa yang dinyatakan bersalah oleh hakim di tingkat MA, secara signifikan menjalani proses pengadilan yang lebih cepat 30,72 persen dibanding terdakwa yang dinyatakan tidak bersalah.
"Besaran nilai yang dikorupsi oleh terdakwa juga tidak mempengaruhi lamanya proses pengadilan," katanya.
Dengan melihat fakta tersebut, menurut dia, diperlukan peningkatan kerja sama dan koordinasi yang lebih konstruktif
antarinstitusi penegak hukum untuk memerangi kasus korupsi.
"Perlu upaya untuk meminimalisasi ego sektoral dan ego institusional dalam menangani korupsi," katanya.
Buka cabang
Untuk mengoptimalkan pemberantasan korupsi KPK menginginkan untuk membuka cabang atau kantor perwakilan di daerah pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan, KPK pernah mengusulkan pembentukan kantor perwakilan di daerah, untuk mempermudah penanganan korupsi, namun usulan tersebut belum disetujui oleh DPR RI.
Dengan tidak disetujuinya usulan KPK oleh DPR RI, kata Johan, sampai saat ini KPK belum berencana mengusulkan kembali pembentukan perwakilan di daerah.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Laode Ida mendukung wacana pembentukan kantor perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di daerah-daerah guna menangani kasus korupsi yang terjadi di daerah.
"Karena saya melihat dengan kondisi kejaksaan dan kepolisian saat ini, saya sangat setuju dengan pembentukan perwakilan KPK di daerah. Kalau tidak dibentuk pewakilan KPK di daerah, korupsi di daerah akan terus berlangsung," katanya.
Menurut dia, sejauh ini jajaran kejaksaan dan kepolisian belum bergerak dengan maksimal dalam menangani kasus-kasus tindak pidana korupsi di daerah.
"Artinya dengan tidak maksimalnya upaya dari kejaksaan dan kepolisian, korupsi di daerah bisa terus berlangsung dengan mudah. Maka kalau KPK hadir di daerah akan bisa menangani korupsi disana," ujarnya.
Terkait belum disetujuinya proposal KPK untuk pembuatan perwakilan di daerah oleh DPR, Laode berpendapat seharusnya tidak ada alasan untuk tidak menyetujui atau menolak proposal KPK itu.
"Lagi pula, itu kan upaya untuk menekan pemberantasan korupsi. Kalau bisa, itu harus dipercepat," katanya.
Ia menambahkan, Presiden seharusnya mengambil langkah untuk mendukung proposal KPK itu guna memastikan bahwa KPK juga dapat hadir dan beroperasi di daerah-daerah.
Namun, lebih lanjut ia mengatakan, dengan adanya perwakilan KPK di daerah-daerah, maka harus ada pengawasan yang dilakukan dari pusat.
"Misalnya, kalau sudah terbentuk perwakilan KPK di daerah, maka harus ada pengawas untuk perwakilam KPK itu sendiri. Jangan sampai ada 'main-main' dan mereka juga tidak bisa sewenang-wenang dalam menjalankan tugas," tuturnya. (S031)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Abraham Samad juga berani menangkap dan mengurung "sang pangeran" dari Banten Tubagus Chaeri Wardana, suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Dianny yang juga adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Dimyati Natakusumah di Pandeglang, belum lama ini menilai gebrakan yang dilakukan KPK patut diacungi jempol karena sudah berani menangkap siapa pun yang disinyalir terlibat dalam praktik korupsi, tanpa pandang bulu.
"Kinerja KPK sekarang sangat bagus, namun demikian masih perlu diperkuat, terutama sisi pendanaan dan personelnya," kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan Banten I, Kabupaten Pandeglang dan Lebak itu.
Mantan Bupati Pandeglang itu, juga menyatakan dengan tugas yang begitu berat yang dilakukan KPK, maka peranan dan posisinya perlu terus diperkuat.
Ia juga menilai kinerja KPK saat ini sangat bagus. Jika sebelumnya banyak dikritik karena dinilai tebang pilih sekarang banyak dipuji karena dapat menengakkan hukum tanpa pandang bulu.
"Sebelumnya banyak yang menilai KPK tebang pilih, ibaratnya 'gajah di depan mata tidak terlihat, tapi semut di seberang lautan jelas kelihatan'," katanya.
Namun, kata dia, sekarang lembaga tersebut bisa membuktikan kalau tuduhan tersebut tidak benar. KPK dapat membuktikan esistensinya dalam memberantas korupsi di negara ini.
Dimyati menyatakan akan memperjuangkan agar KPK terus mendapat dukungan dan penguatan pendanaan dan personel, agar kinerjanya bisa lebih optimal lagi.
"Dengan personel sedikit saat inipun KPK bisa menunjukan kinerja bagus, harapan saya setelah ada penambangan personel akan lebih optimal lagi," ujarnya.
Khusus untuk unsur pimpinan KPK, kata dia, jumlah lima orang tetap dipertahankan, yang perlu diperkuat personel di bawahnya, terutama para penyidik di lembaga tersebut.
Ia juga menyatakan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak pandang bulu dalam menangani perkara korupsi patut ditiru oleh penegak hukum lainnya di Indonesia.
"Kita semua melihat langkah fantastis yang dilakukan KPK dalam memberantas korupsi dengan tidak pandang bulu, dan itu harus diikuti oleh penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan," katanya.
Ia menyatakan, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara bersama-sama, jadi jangan hanya mengandalkan KPK saja.
Dimyati mengatakan, kasus korupsi sedang dan telah ditangani KPK tidak lebih dari lima persen dari yang terjadi di Tanah Air ini. Masih banyak yang belum terungkap.
"Untuk mengungkap kasus-kasus korupsi itulah maka penegak hukum lainnya juga harus bergerak, sesuai dengan forsinya masing-masing," katanya.
Pembagian penanganan kasus korupsi antar penegak hukum, kata dia, sudah jelas, jadi tidak akan terjadi tumpang tindih.
"KPK itu hanya menangani kasus korupsi dengan nilai Rp1 miliar lebih, berarti yang di bawah itu bisa ditangani kepolisian dan kejaksanaan," ujarnya.
Anggota Fraksi PPP DPR itu juga menyatakan korupsi di Indonesia sudah terjadi secara sistematis dan pusat dan daerah, mulai hulu hingga ke hilir dan dilakukan secara kasat mata.
"Yang dikorupsi juga bermacam-macam, bukan saja anggaran untuk pembangunan, tapi juga pendapatan seperti dari pajak dan bea cukai, sehingga penerimaan negara berkurang," ujarnya.
Korupsi terhadap uang negara, kata dia, perlu terus dilakukan pencegahan dan pemberantasan agar bisa diselamatkan untuk kepentingan masyarakat guna mewajudkan kesejahteraan rakyat.
Praktik korupsi, kata dia, dilakukan oleh tiga elemen, yakni pengusah hitam yang selama ini bertindak seolah-olah sebagai "pejuang" atau tokoh dan berusaha memajukan masyarakat.
Kemudian, kata dia, korupsi juga dilakukan secara kerja sama di kalangan pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif bahkan dilakukan secara kolaborasi oleh kedua lembaga tersebut.
"Ketiga korupsi justru dilakukan oleh oknum penegak hukum, dan paling berbahaya ketika penegak hukum ikut berkolaborasi dalam praktik KKN ini," ujarnya.
Efesiensi
Peneliti dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Rimawan Pradiptyo keberadaan KPK terbukti meningkatkan efisiensi dalam proses peradilan kasus korupsi di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
"Ini menggembirakan, bahwa dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak saja terjadi peningkatan kecepatan proses pengadilan korupsi yang ditangani KPK, namun hal serupa terjadi pada kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan," katanya.
Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM ini mengatakan, berdasarkan penelitian, terdakwa yang dituntut oleh KPK rata-rata menjalani proses pengadilan yang lebih cepat di seluruh tingkat pengadilan.
Cepatnya proses penanganan tersebut, menurut dia didukung dengan sumber daya KPK yang menguasai berbagai bidang keilmuan.
Hal itu, menurut dia, cukup mendukung dalam menggali atau menampilkan bukti yang lebih kuat di persidangan.
"Rata-rata tidak hanya menggeluti bidang ilmu hukum saja, namun juga ada yang menguasai bidang manajemen, ekonomi bahkan teknik," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan hasil penelitian di tingkat Pengadilan Negeri (PN), kasus korupsi yang ditangani KPK secara signifikan lebih cepat 39,77 persen dibanding yang ditangani institusi penegak hukum lain.
Sementara itu, sejak adanya KPK, kata dia, proses pengadilan yang ditangani kepolisian dan kejaksaan secara signifikan juga lebih cepat 28,78 persen dibanding sebelum adanya KPK.
Selanjutnya, kata dia, terdakwa yang dinyatakan bersalah oleh hakim di tingkat MA, secara signifikan menjalani proses pengadilan yang lebih cepat 30,72 persen dibanding terdakwa yang dinyatakan tidak bersalah.
"Besaran nilai yang dikorupsi oleh terdakwa juga tidak mempengaruhi lamanya proses pengadilan," katanya.
Dengan melihat fakta tersebut, menurut dia, diperlukan peningkatan kerja sama dan koordinasi yang lebih konstruktif
antarinstitusi penegak hukum untuk memerangi kasus korupsi.
"Perlu upaya untuk meminimalisasi ego sektoral dan ego institusional dalam menangani korupsi," katanya.
Buka cabang
Untuk mengoptimalkan pemberantasan korupsi KPK menginginkan untuk membuka cabang atau kantor perwakilan di daerah pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan, KPK pernah mengusulkan pembentukan kantor perwakilan di daerah, untuk mempermudah penanganan korupsi, namun usulan tersebut belum disetujui oleh DPR RI.
Dengan tidak disetujuinya usulan KPK oleh DPR RI, kata Johan, sampai saat ini KPK belum berencana mengusulkan kembali pembentukan perwakilan di daerah.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Laode Ida mendukung wacana pembentukan kantor perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di daerah-daerah guna menangani kasus korupsi yang terjadi di daerah.
"Karena saya melihat dengan kondisi kejaksaan dan kepolisian saat ini, saya sangat setuju dengan pembentukan perwakilan KPK di daerah. Kalau tidak dibentuk pewakilan KPK di daerah, korupsi di daerah akan terus berlangsung," katanya.
Menurut dia, sejauh ini jajaran kejaksaan dan kepolisian belum bergerak dengan maksimal dalam menangani kasus-kasus tindak pidana korupsi di daerah.
"Artinya dengan tidak maksimalnya upaya dari kejaksaan dan kepolisian, korupsi di daerah bisa terus berlangsung dengan mudah. Maka kalau KPK hadir di daerah akan bisa menangani korupsi disana," ujarnya.
Terkait belum disetujuinya proposal KPK untuk pembuatan perwakilan di daerah oleh DPR, Laode berpendapat seharusnya tidak ada alasan untuk tidak menyetujui atau menolak proposal KPK itu.
"Lagi pula, itu kan upaya untuk menekan pemberantasan korupsi. Kalau bisa, itu harus dipercepat," katanya.
Ia menambahkan, Presiden seharusnya mengambil langkah untuk mendukung proposal KPK itu guna memastikan bahwa KPK juga dapat hadir dan beroperasi di daerah-daerah.
Namun, lebih lanjut ia mengatakan, dengan adanya perwakilan KPK di daerah-daerah, maka harus ada pengawasan yang dilakukan dari pusat.
"Misalnya, kalau sudah terbentuk perwakilan KPK di daerah, maka harus ada pengawas untuk perwakilam KPK itu sendiri. Jangan sampai ada 'main-main' dan mereka juga tidak bisa sewenang-wenang dalam menjalankan tugas," tuturnya. (S031)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013